Nyepi menjadi perayaan tersakral bagi umat Hindu. Nyepi juga menjadi ajang penyambutan Tahun Baru Saka bagi mereka. Tak ada kembang api ataupun petasan. Semarak mereka ialah mematikan seluruh kegiatan seharian guna menyucikan diri. Tak ada api, tak ada nafsu, tak ada hiburan, tak pergi kemanapun. Mereka hanya perlu memusatkan pikiran pada Sang Hyang Widhi.
Yogyakarta, Minggu pagi, 30 Maret 2014. Kami berada di tengah ribuan umat Hindu berbusana putih. Memang, tak semuanya berbalut pakaian putih. Variasi warna dan model kebaya yang dikenakan umat wanita bahkan menampilkan kecantikan tersendiri di pribadi masing-masing. Hari itu ialah sehari menjelang Nyepi. Prambanan, candi Hindu tercantik di dunia, menjadi saksi ritual Tawur Agung Kesanga.
Hari itu, ribuan umat Hindu berkumpul di pelataran candi. Mereka yang khidmat beribadah berkumpul di tengah tanpa menghiraukan keramaian di sekitar. Doa-doa dipanjatkan, dupa dibakar, dan sesajen berjejer rapi di hadapan para pendeta. Cuaca yang semakin terik tak membuat mereka kemudian bergeming dari panjatan doa. Ya, demi sucinya isi bumi dari segala kotoran yang telah menodai.
Hari semakin siang, suasana semakin sakral, dan alunan ganjur dimainkan. Para lelaki dengan perkasa mengarak tiga raksasa buruk rupa mengitari sebagian pelataran. Gajah berperawakan kejam, Wewe Gombel, dan Butha Kala itu menantang siang yang mencekam. Merekalah ogoh-ogoh, wujud kejahatan dan keserakahan manusia akan kekuatan semesta. Seluruh keburukan itu nantinya akan dibakar habis. Meninggalkan harapan akan segala kebaikan di waktu mendatang.
Tak hanya sampai disitu, setelahnya giliran kaum perempuan yang unjuk gigi. Enam puluh gadis dengan gemulai menampilkan tarian gambyong di tengah teriknya siang. Gambyong di siang hari itupun jadi hiburan yang sarat makna. Gerakan luwes mereka memperlihatkan ciri wanita Jawa Tengah yang berkarakter lemah lembut. Setidaknya, menikmati tarian mereka membuat gerah di tengah hari agak semilir.
Kompleks Prambanan dengan enam candi utamanya tetap kokoh di hadapan para pelaksana Tawur Agung Kesanga. Seluruh umat Hindu tunduk akan kemegahan candi pun para dewa yang bersemayam di dalamnya. Pengunjung yang berbondong-bondong menapaki tangga masuk candi tak jadi halangan bagi ibadah khidmat mereka. Bahkan bagi kami yang bukan umat Hindu, hari itu Prambanan terasa berbeda dari biasanya, terasa magis.
Selamat Tahun Baru Saka 1936. Semoga semua harapan tak jadi semu belaka.