17.00 WIB : Dikalahkan jalanan Desa Ngalang
Laju gas motor bebek saya menjadi pelan. Jarum pada speedometer motor naik turun ketika melewati beberapa kelok. Sesekali saya membunyikan klakson pada warga yang sedang duduk santai di teras-teras rumahnya, atau sedang turun membawa pakan ternak. Masih sama, keramahan masyarakat desa tak pernah hilang.
Namun mesin motor berderu semakin pelan dan malah mati di tengah jalan menanjak. Reza lincah melompat meski harus tersangkut kaki kanannya. Saya menahan rem, kemudian melempar helm yang saya kenakan. Motor terbawa jalanan menurun hingga terperosok ke parit. Saya masih menahan kemudi sekuat tenaga sampai seorang warga menghampiri. Motor hijau itu tak asing. Paras wajahnya saya kenal akrab. Pratama berlari setelah memarkir motor hijaunya.
Sambil nyengir, saya teriak, “Mas Bro, tolongi”.
Ia sigap berlari. Lalu membantu saya menuntun motor kembali ke jalan.
Dalam kondisi seperti ini, bukan manusia saja yang jatuh sakit. Kendaraan bermesin pun demikian. Motor bebek ini telah menjelajah ribuan mil daratan. Di usianya yang telah memasuki pergantian tahun, ia menyerah pada jalanan menanjak di Desa Ngalang. Satu lagi warga datang. Membantu saya menyalakan mesin motor yang benar-benar mati.
Saya tak kehabisan akal. Motor saya ajak menyusuri jalanan menurun dalam keadaan mesin mati, kemudian memainkan operan gigi. Tiga kali dicoba, akhirnya mesin kembali menyala. Kami pun melanjutkan perjalanan. Pratama mengekor memastikan motor saya baik-baik saja, serta seorang warga lagi yang memberi tumpangan pada Reza.
17.30 : Disambut sunset di horizon perbukitan
Pratama dengan senang hati mempersilakan kami mampir ke warung kecilnya di tepi jalan. Sembari menunggu mesin motor selesai dari istirahatnya, kami disuguhi minuman dingin dan gorengan hangat. Kami menikmati hidangan sembari menghirup udara sore desa di atas perbukitan.
Teruntuk saya, sudah berbulan-bulan tak menyambung silaturahmi. Pratama, ia orang pertama yang menemani saya memetakan potensi wisata Desa Ngalang. Bersama beliau dan beberapa warga, saya mendaki sampai puncak Gunung Gentong tempo itu.
“Saya lihat motor mas tadi di pertigaan. Wah, plat Solo. Pasti mau ke Gunung Gentong. Saya ikuti dari belakang pelan-pelan. Nggak taunya, Mas Hanif”, ia bercerita sembari tertawa. Sore itu, ia adalah pahlawan kami.
Ngalang, desa asri yang belum dipoles semasyhur desa lain di Gunungkidul. Saat ini, sedang menata diri berniat mengenalkan alam dan budayanya kepada khalayak luas. Memiliki beberapa puncak, Gunung Gentong yang dijadikan primadona. Dengan dana yang seadanya dan semangat gotong royong yang masih terjaga, kawasan Gunung Gentong kini semakin dilirik wisatawan. Begitu pun saya. Meski sudah lebih lima kali berkunjung, bagi saya Desa Ngalang menawarkan pesona yang menawan dan berbeda.
Hal terbaik selain udara segar khas pedesaan adalah saat menyaksikan matahari terbenam. Sebagian wisatawan dari desa seberang sudah berada di puncak Gunung Tunggak. Langit sore itu sedang cerah meski awalnya diramalkan akan turun hujan di malam tahun baru. Gugusan awan yang apik menjadi latar pelengkap temaram senja Desa Ngalang. Dari warung Pratama, kami gembira menikmati momen mentari terbenam.

Warung Pratama menjadi tempat paling strategis, berseberangan langsung dengan jurang luas di sisi jalan desa yang lebarnya tak seberapa. Sore itu, sepulang kerja ia langsung menemani istrinya menjaga warung. Sementara anak-anaknya, kami ajak untuk mengabadikan momen bersama langit senja.
Sembari menyesap udara pedesaan di kala senja, sesekali saya menanyakan kabar Karang Taruna yang saya harap semangatnya tak padam. Yang saya dengar, ada satu temuan potensi lagi yang sudah menjadi primadona, yaitu Gunung Tunggak. Jalan setapak yang dilalui warga selagi mencari pakan ternak ternyata mengantarkan kawan-kawan Karang Taruna Desa Ngalang sampai ke puncaknya. Rencananya, kami akan mendirikan tenda di atas sana.
Gunung Tunggak masih berada dalam satu kawasan. Tak lebih dari tinggi Gunung Gentong, ternyata Gunung Tunggak punya lahan yang pas untuk aktivitas kemping kami. Sembari menunggu kedatangan Sigon dan kawan-kawan, kami menunaikan ibadah salat magrib di mushola. Warga desa di sana tak punya raut muka segan untuk menyapa pengunjung, justru seperti menyambut karib yang sudah lama ditunggu.
“Ngatos-atos (hati-hati), Mas”, Bapak paruh baya berpesan pada saya.
19.30 WIB : Mendaki Gunung Tunggak, menanti tengah malam
Kami memulai pendakian. Tak butuh tenaga ekstra dan waktu panjang untuk sampai ke puncaknya. Karang Taruna Desa Ngalang punya jadwal asyik membuat akrab para anggotanya, juga memupuk semangat gotong royong membangun pariwisata.
Sigon adalah orang di balik semua ini. Dengan semangatnya, ia bersama teman-temannya memoles apik kawasan Gunung Tunggak dan sekitarnya. Gunung dengan bebatuan keras yang konon umurnya sudah memasuki usia purba ini telah menjadi rumah keduanya. Pagi, siang, sore, malam, di sela-sela aktivitasnya, ia kerap treking sendirian.

Hanya butuh waktu tak lebih dari lima belas menit, kami sudah berada di puncak Gunung Tunggak. Langit masih cantik memoles diri meski sudah masuk pukul delapan malam. Awan putihnya belum hilang. Gunung Tunggak adalah bukit bintangnya Desa Ngalang. Dari puncak gunung ini, terpancar kerlap kerlip lampu Kampung Pitu Gunung Nglanggeran, juga ramainya pusat Kota Yogyakarta. Dari atas gunung ini, kami menutup tahun 2016.
Tak ada wisatawan lain yang datang bermukim di bawah langit Jogja Lantai Dua, Gunung Tunggak. Hanya kami bersama delapan orang pemuda-pemudi Karang Taruna Desa Ngalang yang membuat ramai puncak Gunung Tunggak. Duduk di atas batu menikmati kerlap-kerlip Gunungkidul sudah cukup syahdu malam itu.
Saya terlempar pada imaji momen pendakian. Bersyukurnya, saya bisa hemat tenaga dan waktu untuk bisa merasakan sensasi terlelap di puncak gunung. Meski Gunung Tunggak bukan gunung yang tinggi, ia tetap menyuguhkan pesona alam yang luar biasa. Mulai dari baskara terbit dan tenggelam, hingga lautan kabut dan gugusan bintang, semua tersuguh cantik dan menawan.


Memasuki pukul 23.00 WIB, warga Desa Ngalang berbondong-bondong trekking massal menuju puncak Gunung Tunggak. Masih mengenakan pakaian usai menyaksikan gelaran acara wayangan, mereka turut semarak menyambut bergantinya tahun.
Mulai dari anak kecil hingga sesepuh desa, datang dengan wajah cerah gembira menyambut tahun baru. Digelar tikar, bersama sanak saudara, mereka menikmati malam sedikit bintang. Ada banyak asa yang diperbincangkan. Mulai dari perbaikan sarana, hingga membangun masyarakat melalui wisata menjadi obrolan hangat kami di sana.

00.00 WIB : Pergantian tahun yang manis
Tahun masehi pun berganti. Usia bumi yang semakin menua disambut ceria masyarakat seluruh dunia. Pun warga Desa Ngalang melalui perayaan sederhana namun gegap gempita. Dinyalakan puluhan kembang api di puncak Gunung Tunggak. Diiringi tiupan terompet anak-anak kecil dan teriakan kami bersama warga desa. Disusul suara dan kerlap-kerlip kembang api dari Gunung Nglanggeran, Green Village, Patuk, juga pusat Kota Yogyakarta.
Gelora penyambutan tahun baru di berbagai penjuru kota tampak jelas dari atas sini. Layaknya menyapa satu sama lain melalui nyala kembang api di udara. Meriah sekali. Hingga kembang api kami habis, pijaran api di Kota Yogyakarta masih ramai. Kami hening sebentar, mengagumi perayaan milik orang di kejauhan.
Suasana meriah khas pedesaan tak hilang begitu saja. Meski perayaan tahun baru dengan pesta kembang api adalah kebiasaan masyarakat kota, tentu warga Desa Ngalang punya cara sendiri untuk merayakannya. Ada yang masih mengenakan blangkon, simbah berjarik, menyesap rokok lintingan, tak tersemat rasa gengsi walaupun tak mengikuti tren masa kini. Kami pun mengabadikan foto di depan tenda sembari membawa pernak-pernik wisata Gunung Tunggak. Semua orang terlihat ceria. Ada asa milik mereka bersama, membangun pariwisata bersama masyarakat.
Baca juga : Catatan Pendaki Pemula. Ke Merbabu, Apa yang Kau Cari?
03.00 WIB : Menghabiskan malam bertabur bintang
Di bawah langit Jogja Lantai Dua, malam itu Gunung Tunggak bertabur cahaya bintang. Sementara yang lain tertidur lelap dalam tenda, juga bernyanyi melingkar di api unggun, saya menyempatkan waktu memotret jalur susu gugusan bintang.
Jika sebelumnya bintang masih enggan tampak, seiring beranjaknya waktu yang semakin gelap dan dingin, mereka bergerombol memenuhi angkasa terbuka. Menyinari puncak Gunung Tunggak yang hanya ditemani temaram api unggun dengan kayu-kayu sisa.
Saya begitu kagum pada rupa milky way waktu itu. Meski belum mahir memotret, saya hanya mengandalkan tripod dan pengalaman sebagai gurunya. Mondar-mandir saya mengitari area puncak, berharap menemukan sudut yang tepat. Segerombolan pemuda tanpa kantuk berdendang diiringi petikan gitar. Puluhan lagu sudah yang mereka nyanyikan. Bagi mereka, taburan bintang maha karya Sang Pencipta Alam terlihat biasa. Sementara kawan-kawan yang lain, khususnya para perempuan, telah terlelap dalam tenda. Maka, alangkah afdhalnya saya saja yang menjadi bintang di antara gugusan bintang.

04.30 WIB : Momen sunrise dan lautan kabut di pagi yang cerah
Tak lama dari istirahat, adzan subuh berkumandang disusul dua alarm handphone. Suara-suara itu memaksa saya untuk segera memenuhi panggilan adzan. Bekal air minum yang masih tersisa saya gunakan untuk berwudhu, menyucikan diri sebelum menghadap yang mencipta alam raya. Digelar sajadah menghadap kiblat. Dua rakaat salat ditunaikan, di bawah angkasa luas, membelakangi langit jingga. Ketika terucap salam yang terakhir, pandangan yang tersaji ialah lautan awan memayungi desa di kaki perbukitan.
Udara pagi di Gunung Tunggak saya rasakan sangat segar di paru-paru. Rasanya perlu terbiasa untuk sesekali menetap di desa agar bisa membersihkan paru-paru dari udara kotor perkotaan. Sementara itu, baskara tak malu-malu menampakkan dirinya.

Hati tertambat pada dua pemandangan yang berbeda. Di sebelah timur, pancaran baskara menyibak paduan warna elok pada langitnya. Di sebelah selatan, lautan kabut menyelimuti seluruh kawasan pedesaan. Bersambut suara burung hutan, suasana seperti ini tidaklah mengecewakan.
Ini adalah tempat yang luar biasa! Beberapa waktu lalu, Ketika ada kesempatan memetakan potensi wisata di sana, saya tak mengira akan ada pemandangan indah seperti ini. Ya, tepat pada bulan Mei 2015 saya mengerjakan desain pengembangan wisata kawasan ini. Dan akhir tahun 2016, saya bisa menikmati separuh keelokannya.
Baca juga : Harmoni Pagi Desa Wisata Banjaroya



Ada rasa bangga karena pernah andil dalam pengembangannya. Sungguh ini adalah hadiah terbaik yang pernah ada. Terima kasih teruntuk Karang Taruna Desa Ngalang dan warga sekitar yang telah berbagi tempat dengan kami untuk turut merayakan pergantian tahun.
Ada asa bersama di antara kita, semoga kawasan wisata ini makin lestari dan membawa kesejahteraan bagi masyarakat Desa Ngalang. Teruslah menjadi pejuang insan wisata yang sadar wisata, yang memberikan manfaat, hingga anak cucu dapat menikmatinya.

Hanif tulisanmu asyik!
Bahasamu woh 😀 padahal baru kemarin eh udah bisa posting tulisan se…… ini 🙂
Penuh petualangan dari motor macet sampaiii milky way dannnn sunrise kabutnyaaa…
Kapan-kapan ajakin ke gunung tunggak dong.
Aku masih ngefans sama Gedangsari, makanya selalu ingin kembali. Suasananya, keramahan penduduknya, sawah-sawah berdampingan sama kali derasnya :’)
makasih Mba Dwi.
Kalau lagi suka ya bisa nulis asyik. tapi tep finishingnya ada d tangan editor reza ebret. wkwk
tapi rekor lah kali ini, bisa 1600 kata. haha.
ayok kapan? sunset e cakep serius. masih ada banyak spot d gedangsari yg menawan
Foto-fotonya cakep, mas.
Saya menghabiskan tahun baru dengan setengah tugas. Masih gawe di pergantian tahun.
wah. saya harusnya juga menyelesaikan laporan Mas. tapi apa boleh buat. saya butuh liburan. hehe
makasih mas apresiasinya 😀
asik ada kutipan lirik lagunya Monita. kayak tau aja koe Nif :p
kasian itu princess reza kakinya kepentok ya pas mau turun 🙁
Aku taunya..kan pernah liat konsernya..haha.
Iya princes kasian..tp biarlah
Cita-cita pingin motret milky way belum pernah kesampaian nih. Mau nyari tempat super gelap kayaknya kudu maksa aku buat naik gunung, Nif. Duh, entah kapan!
g perlu ke gunung Mba e. ayo mari ke jogja. saya antar ke tempatnya
Pergantiaan tahun yang istimewa. . Beratapkan langit dan bintang yg memesona ah bikiiin envy
Pagi di tahun 2017 juga disambut langsung dengan cantiknya matahari terbit. Semogaaa tahun 2017 secantik dan seistimewa momen pergantian tahun yaa mas. . Suksess terus. Aamiin. .
terimakasih mba.
Semoga Mba juga sukses! Aamiin
Memang langit kemarin sedang syahdu2nya
Ah jogya sekarang banyak tempat wisata baru ya mas. Sunset dan sunrise nya dapat smua nih. Ah keren” foto ny mas hanif
makasih mas Fajrin. Iya mas, ini terhitung baru. makanya mas, ayo ke Jogja :p
Syahdu dan rasanya pasti luar biasa ya..menikmati pergantian tahun dari ketinggian alam
benar sekali Mba. Di puncak ini, sangat cocok merayakannya
Waaaah keren kak! Bisa nih bt camping ala ala 😀
ayo mas Aji. agendakan segera. bawa pacal barunya. eh
Dia mau jomblo seumur hidup kak
kasian Mas Aji didoain jomblo seumur idup
Besok mau ngecamp ke sana ah, siapa tahu ada yang ngajakin hahahahahah.
bawa sepeda sampai puncaknya lebih jos Mas haha
Bawa sepeda sama teman cewek ya? Kakkakaka kan asyik buat model foto.
asik banget. cobain deh. g tinggi2 banget kok. tapi motorku nyerah e. g kuat
Wah seru nih tahun baruan di alam.
Salam kenal mas dari saya.
salam kenal!
Iya. setiap tahun saya selalu tahun baru d alam
Waaahh… negeri di atas awan. Awan nya ada di bawah.
benar sekali mas. lautan kabut ini. hehe
iya. masyarakat desa punya tradisi asik sambut tahun baru. wayangan biasanya
pas tanggal 1 januari kemarin juga ada yang naik ke omben gagak buat ritual. sayang ga kepotret e
Langit senja mmg takkan pernah lagi sama, apalagi sejak kau pergi meninggalkan ku #EhGimana
lagu apa itu btw? haha
Bukit bintangnya bikin baper kak
Uhukk.. cantik kan
cantiknya merayakan pergantian malam tahun baru di puncak gunung,,,
gimn ya rasanya,,
karena saya takut akan ketinggian jadi mungkin bisa saya rasakan di dalam khayalan,,
jika ada kesempatan esok,,berkunjunglah ke gunung rinjani yang terkenal akan kemegahannya,,
mudah2an bisa ke sana ya Min. pengen juga bisa sampai Rinjani nih
wah asik banget tahun barunya di puncak gunung, pemandangannya sangat indah
terimakasih
Keren banget ini mah.
Jadi pengen mendaki lagi.
Menikmati sunrise dari puncak gunung.
Iya.. viewnya cakep. Sini yok
Makasih kakk
Sampean tahu Mas, yang pertama kali saya lakukan setelah membaca ini adalah cari dan dengerin lagunya Monita Tahalea yang liriknya ditaruh di muka tulisan ini baru tahu soalnya hahahaha.
Wah wes fix iki nek aku dolan jogja sepertinya dalam itinerarynya wajib camping ceria di Gunung Gentong 🙁
wkwkw. aku doyan banget mas sama lagunya. albumnya kece2 eui. keren lah lirik2nya.
indah suaranya kan ya?
Ayo Mas, agendakan. Karangtaruna di sana akan sangat bahagia menyambut Mas Rifqy dkk
ayo mesra berkelana juga ikut
ini enak banget ya cuma 15 menit kita sudah mencapai puncak
Ini perlu masuk ke daftar Jogja selanjutnya.
Ayo.. kita kemping di sini..
Rencanakan..mas rifqy punya tenda toh
next destinasi nih kalo ke jogja. nice info gan
spam link idupnya ku hapus ya. Mangap 😀
asyik ya mas merayakan tahun baru di puncak .. kalo saya di rumah aja hehe
iya, mas. alhamdulillah. dapat tempat yg bagus buat menyambut tahun baru
wah…. nggak kebayang aku asyiknya ngerayain tahun baru di puncak ..
Asik mas. Ramai2 bareng warga soalnya. Pemandangannya lengkap
aku malah belum pernah mendaki mas, hehe.
Ayo mas. jawil aku ya