Tepat dua tahun lalu, saya memiliki impian untuk bisa mengabdi di beranda negeri paling utara Indonesia, Kepulauan Talaud. Secara geografis, kepulauan ini dibatasi oleh laut Mindanao di sebelah utara, Selat Talise di sebelah selatan, laut Sulawesi di sebelah barat, dan laut Pasifik di sebelah timur. Talaud menjadi istimewa karena lokasinya berada di tepian tanah air Negara Kesatuan Republik Indonesia, juga berbatasan langsung dengan Filipina.
Pesona alam di bibir pasifik tersaji menawan di sini. Talaud juga dikenal sebagai Bumi Porodisa, bahasa yang diserap dari kata paradise yang konon selalu diungkapkan pelaut Portugis ketika melakukan pelayaran sepanjang Kepulauan Sangir – Talaud.
Banyak negara yang tertarik karena melimpahnya sumber daya alam di sana. Portugis telah menjadikan Talaud sebagai wilayah kekuasaan dan bersaing dengan pedagang Tiongkok, Persia, Gujarat, dan bangsa lainnya. Pada abad ke-17, angkatan perang di bawah panglima Pitugansa menyerang Kerajaan Kepulauan Sangihe dan Talaud yang tidak bersedia bernaung di bawah kekuasaan Kesultanan Ternate.
Hingga memasuki abad ke 19, perjuangan untuk mempertahankan kedaulatan wilayah Talaud masih berlangsung. Dan pada 1933, timbul perlawanan terhadap penjajah Belanda. Tak heran, tiap kunjungan ke beberapa desa, terdapat rekam jejak para raja dan peninggalan fisik bekas penjajahan. Saksi hidup dari generasi ke generasi masih sangat mudah ditemui.
Masyarakat Talaud pada umumnya adalah nelayan ulung. Nama Talaud diambil dari kata tau (orang) dan lauda (laut). Nenek moyang mereka dari Bangsa Sangir telah menurunkan kemahiran dalam melaut. Ikan diobral dengan harga murah di sini. Sudah tujuh hari ini, saya menyantap lezatnya ikan segar dengan berbagai macam olahan masakan. Nikmat sekali!
Pagi sekali, saya sudah beranjak dari kasur kamar hotel yang sangat sederhana. Saya menumpang bentor (becak motor) menuju Pelabuhan Melonguane. Jun Atang sudah siaga mengantar saya memetakan potensi wisata di Pulau Sara, Kecamatan Lirung.
Jun ini rupanya cukup fasih bercerita. Pengalamannya menjadi pemandu wisata adalah awal karirnya sebelum bergabung dengan pekerjaan plat merah. Meski tak banyak wisatawan yang menggunakan jasanya, sejarah tentang muasal Talaud dihafalnya di luar kepala. Pun, jika diperhatikan perawakannya, tidak jauh berbeda dengan orang Jawa. Kulit kuning langsat dengan badan yang tegap tinggi.
“Berapa lama menuju Pulau Sara?”, saya bertanya pada Jun yang membantu membawa barang bawaan saya.
“Sekitar tiga puluh menit, Mas”, jawabnya.
Untuk menyewa speedboat dari Melonguane menuju Pulau Sara dikenakan biaya Rp300.000,00–Rp400.000,00. Beruntung, saya mendapat hari ketika laut sedang teduh-teduhnya. Pukul delapan pagi kami sudah menjejakkan kaki di dermaga Kecamatan Lirung.
Menjelang pukul setengah sembilan pagi, kami sudah tiba di Pulau Sara. Pulau kembar ini dibedakan dengan nama Pulau Sara Besar dan Sara Kecil. Terlihat satu rombongan perahu tengah memanfaatkan waktu surut air laut untuk snorkeling. Saya tak mau ketinggalan. Setelah memasang tripod dan kamera dengan mode timelapse, saya lekas melepaskan pakaian, dan mengajak Jun untuk memandu ke spot terbaik snorkeling.

Cuaca kali ini cukup bersahabat. Langitnya dipoles awan yang cantik. Saya berteriak senang menunjuk pada elang yang terbang santai di langit. Kepakan sayapnya mengikuti angin yang bertiup sepoi.
“Elang, saya ingin menikah dua tahun lagi! “, teriak saya menunjuk elang yang terbang tinggi.
Ya, kebiasaan ini ada pada orang Talaud yang secara kebetulan melihat sesuatu yang jarang, seperti elang dan bintang jatuh contohnya. Mumpung di bibir pasifik, semesta akan ikut membawa doa kita sampai ke langit, ujar Pak Abner Tindi.
Byurrr… Arus laut di sini cukup kencang. Saya cukup kesulitan untuk tenang dalam mengambil gambar. Karena cukup dalam, saya tak berani jauh-jauh dari Jun. Lahir dan besar di kepulauan, Jun lincah menyelam meski tanpa peralatan snorkeling yang sesuai standar. Kacamata renangnya buatan tangan para nelayan penombak ikan. Perih mata saya mengenakan kacamata renang miliknya. Kami bertukar kacamata renang. Agar memudahkan Jun menyelam lebih dalam.
Saya mendengar teriakannya. Jun telah menemukan spot cantik dengan Kima yang bersarang di terumbu karang. Saya berenang cepat. Meninggalkan pelampung yang sudah dibawa ombak, kemudian mengoper kamera ke tangan Jun. Ia kembali menyelam. Meski sudah berada di kedalaman lebih dari dua meter. Saya beranikan diri untuk mengekor di belakangnya dan memastikan Jun tak salah menekan tombol kamera. Napas saya tak sekuat Jun. Nyali saya ciut ketika ingin menyelam sampai dasar lautan.






Terumbu karang Pulau Sara cukup indah dan beragam. Namun sayang, di beberapa titik, banyak saya temui terumbu karang yang rusak. Bom ikan menjadi salah satu penyebab kerusakan mereka. Ah… Sayang sekali. Sudah lewat hampir dua jam kami berenang di sana. Karena ritme berenang yang tak karuan, saya menyerah duluan.
“Mas, kameranya! Di sini bagus!”, teriak Jun pada saya yang sedang berbaring di lautan pasir.
Melihat saya tak sanggup lagi berenang menuju lokasinya, ia menghampiri saya dan membawa kamera menuju tengah laut. Meski napasnya tergopoh-gopoh, Jun tetap antusias dan tampak gembira menyelami alam bawah laut Pulau Sara. Diabadikannya sekumpulan ikan-ikan kecil yang berjaga di pelataran rumah karang-karangnya. Cantik sekali!
Lepas istirahat sejenak, Jun mengajak saya berpindah tempat. Kali ini menuju Pulau Sara Kecil. Ia beristirahat merebahkan badan di lautan pasir yang putih halus. Sambil tersenyum ia bercerita. Selama berkantor di Dinas Pariwisata, tak pernah ia melihat langsung keindahan bawah laut Pulau Sara. Senyumnya merekah ketika saya tunjukkan hasil rekaman dari kamera. Diputarnya berulang-ulang ketika ia sedang menyelam.
“Wih. Bagus sekali e. Bening lautnya”, Jun takjub. Rasa syukurnya telah memupuk kecintaannya pada pekerjaannya, juga pada tanah kelahirannya yang menawan.
*****

Sangat disayangkan, bila kesan dari Pulau Sara ini berhenti hanya lewat suguhan pemandangan bawah lautnya. Sara telah menjadi candu. Sebelum pulang ke Yogyakarta, saya menyempatkan lagi untuk berpuas hati menikmati pesona Pulau Sara. Berangkat dari pelabuhan rakyat Melonguane, Jun masih setia menemani. Namun kali ini saya membawa drone pinjaman dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kepulauan Talaud. Andai tak ada saya, mungkin drone hanya dipajang manis di almari dinas.
“Kenapa nggak dari kemarin minjemin drone-nya, Mas?”, saya bertanya kesal.
“Iya, ya. Saya lupa. Ini drone kalau nggak ada Mas Hanif cuma disimpan sama orang kantor”, balasnya.
Incaran saya adalah Pulau Sara Besar dan Sara Kecil sekaligus. Inilah persembahan pesona Talaud di bibir Pasifik. Langit cerah dan angin sepoi memberi sensasi wisata petualangan yang berbeda. Sulit menguraikan keindahan saat menyaksikan langsung dua pulau habitat burung Maleo yang berjejer apik.
Pasir putih dan birunya laut telah menghipnotis indera untuk berkunjung lebih lama. Semakin tinggi drone terbang, semakin membuat saya terlihat kerdil didekap keelokan alam. Tabir keindahan Pulau Sara sudah lengkap. Pulau Sara akan terus menanti orang-orang yang menaruh rindu padanya.
Baca juga : Bertualang di Pulau Kabaruan, Kepulauan Talaud


Talaud, Bumi Porodisa Tropis, beranda paling utara Indonesia. Salah satu keindahannya telah tampak di Pulau Sara. Matahari kian meninggi dan kami berdua segera pulang. Menjelajah Kepulauan Talaud idealnya membutuhkan waktu berhari-hari di musim yang tepat, yaitu pada Bulan April-Juni. Sayangnya saya datang pada bulan November, ketika ombak masih tinggi, dan kapal kecil tak berani berlayar menuju Pulau Nanusa.
Sepanjang perjalanan pulang menuju Kota Melonguane memunculkan imaji luar biasa tentang keindahan pulau-pulau lain yang belum sempat dikunjungi. Tentang Maleon (Karakelang) yang memesona, Sinduane (Salibabu) yang unik, Tamarongge (Kabaruan) yang subur, Batunampato (Nanusa) yang asri, dan Tinonda (Miangas) yang bersejarah, teramat sayang untuk dilewati keindahannya.
Cara menuju Pulau Sara
- Penerbangan menuju Bandar Udara Melonguane, Kepulauan Talaud (penerbangan hanya sekali dari sehari)
- Menuju Pelabuhan Melonguane (sekitar 10 menit dari Bandar Udara) menggunakan Becak Motor, Rp 10.000,00-Rp20.000,00.
- Dari Pelabuhan Melonguane menggunakan speed boat menuju Pulau Sara. Biaya Rp300.000,00 – Rp400.000,00 (pulang pergi). Waktu tempuh 30 menit.
- Jika membutuhkan pemandu, dapat menghubungi Jun Atang (081355671566)
- Selamat menikmati pesona bibir pasifik
Cantik… cantik… cantik! Ini salah satu bucket list aku, tapi masih mikir biayanya yang gede banget buat kesana dari tempatku. Padahal masih Indonesia juga ya. Huhuhu.
semoga bisa kesampaian ke sini ya Mba.
Sampai Nanusa dan Miangas kalau bisa hehe
Iya e. biaya mahal kalau mau ke sini
Terumbu karang nya bagus banget mas. Pantai yg bisa dsebut masih perawan nih.. *Mupeng
Iya mas. Masih perawan..
Akhii diam2 fotonya menggemaskan ya (:
makasih Ukhti. Semoga kamu makin jatuh hati
Kereeen bangetttt! Pengin ikutan nyebur liat terumbu karang & ikan2 secantik itu… 😀
ayo mas nyebur ke layar leptop. wkwkw
waah. makasih banyak Mas e. Baru belajar bikin video e. mohon bimbingannya
Aseli saya baru tau kalo ada pulau yang begitu kece bernama Talaud, 🙁
pas pelajaran sejarah saya malah tidur sih, hahaha
haha. kamu sih. sering tidur di kelas. Sebelumnya aku jg g pernah denger kok mas. dan baru tau kecenya ketika tahun 2014
Za…. janji hanif kepada elang: ingin menikah 2 tahun lagi kui :p
Terus mana poto-potomu menyelam nif? karena no pict: hoax.
Poto yang dari atas bagus banget e
Kan kamu tau sendiri mba. aku emang g doyan narsis depan kamera. selalu di balik layar. Halah
WKwk. Elangnya g menjawab aaminn e.
Ayo peknek rene traveler gosip
“…Saya lekas melepaskan pakaian dan mengajak Mas Jun (beep) (beep).” Hehehe 😀
Keren, bro! Mengunjungi pelosok negeri memang ada kepuasannya sendiri. Teruskan langkahmu.
“…Saya lekas melepaskan pakaian dan mengajak Mas Jun (beep) (beep).” Wah Bahasa ini ternyata bisa membuat pembaca berpikir negatip ya wkwkw
Terimakasih Om Nugi. Semoga dirimu bisa ke pelosok negeri juga
luar biasa, tempat yang anti mainstream cakep lagi
Iya Mba Winny. Tempat ini memang keren banget kok 🙂 yuk ke sini 😀
Pemandangannya kenapa itu bikin mupeng sangaaaat. Duh kalo ke daerah pulau dan pantai itu kebayang makan ikan atau seafood lain yang masih segar, yummy..
iya mba. Pemandangannya cakep. ini baru pulau Sara. belum lagi kalau ke Nanusa.
Saya udah nyobain ikan segar di sini. mantap banget
Aaahh melihat postingan ini jadi semakin YAKIN bahwa Indonesia itu cantik dan kaya banget ya. Kereenn postingannya mas.
terimakasih Mba Prima.
salam merajut cinta tanah air nggih
Belakangan saya sering mendengar soal Talaud ini, selain di jingle iklan *nd*mie beberapa tahun yang lalu. Kalau dilihat dari atas, pulau Sara ini cantik ya, cuma memang kalau diamati sekilas karang-karang di bawah lautnya tampak sedikit mengalami kerusakan. Apakah ada program daerah yang ditujukan untuk perbaikan dan perawatan ke depannya? Karena saying sekali kalau misalnya rusak begitu saja. Mengingat wilayah Talaud ini masuk ke dalam segitiga terumbu karang dunia.
O iya, pertanyaan penasaran nih … Bagaimana caranya menuju ke situ ya? Siapa tau kapan-kapan ada rejeki main ke ujung utara negeri.
Terimakasih dan salam kenal 🙂
Terimakasih sudah mampir ya 🙂
wah, banyak pertanyaan nih. Untuk program dari daerah, sudah ada, namun belum dimaksimalkan. Seperti regulasi konservasi, pelarangan bom ikan, itu sudah ada. Cuma ada oknum saja yg lewat dari pengawasan.
Kalau mau ke Talaud. Dari Surabaya penerbangan ke Manado, lalu ke Melonguane (pesawat ATR hanya sekali penerbangan dalam sehari). Nah, dari Melonguane pulau sara ini cukup dekat. Kalau dari pelabuhannya hanya butuh waktu 30 menit dengan biaya paling mahal 400rb (PP).
Wow, gila keren banget. Semakin yakin bahwa Tuhan memberikan hadiah permata-permata terbaiknya bagi bumi Nusantara. Bahkan di ujung utara negeri pun perpaduannya bisa demikian menghilangkan kemampuan untuk berkata-kata. Keren banget! Soal karang yang rusak, ya, memang keadaannya sekarang demikian, tapi mudah-mudahan dengan berkembangnya pariwisata dan disebarkannya info soal pulau ini bisa membuat semua orang lebih sadar dan lebih menjaga. Sumber daya yang ada di sana kan mesti dimanfaatkan secara bijak, soalnya tidak cuma untuk memberi makan generasi ini saja, hehe.
Wah. di komen panjang terus sama Mas Gara. hehe.
Iya Mas. Bibir pasifik sangatlah menggoda. Tapi wisatawan kesulitan aksesnya. Bupati skrg sangat gencar dan giat membangun industri pariwisata. semua jadi ladang utk menyejahterakan masyarakat di Talaud sana.
Cakep banget ya pulau Sara ini. Juga lautnya masih jernih sekali. Semoga pulau dan lautnya tetap lestari.
aamiin. keindahan bibir pasifik memang menggoda
pemandangan alam laut dan pulaunya keren mba
Talaud memang menggoda
foto-fotonya asik. Aku kemarin gagal pas snorkeling, karena baru pertama kali juga. hehe hampir kelelep sama air laut.
wah. padahal raja ampat syahdu buat snorkeling. ayo kapan2 kita snorkeling d misool
iya mas. ini belum seberapa. ada yg kebih cakep lagi di ujung utara
wow…. keindahan bawah lautnya masih sangat terjaga dengan baik, ekosistemnya juga pasti terjaga dengan baik pula.
Aamiin. Semoga tetap terjaga ya Bang!
Indah 🙂
bibir pasifik memang menggoda
Untuk kesini butuh biaya juga ya haha tapi sebanding sama terumbu karangnya yg ciamik 😀
iya Mas. Semua memang butuh biaya
Selamat siang kak, saya Berli dari Mahitala UNPAR. Boleh minta kontaknya, saya perlu info2 Kepulauan Talaud untuk keperluan ekspedisi. Terima Kasih
Halo Mas Berli. Bisa hubungi saya via email ya
Indahnya Negri Talaud
Talaud memang memiliki pesona luar biasa