No Result
View All Result
insanwisata
  • Tentang kami
  • Konsultan
  • Catatan perjalanan
    Praktisi pariwisata dan desa wisata

    Menjadi Pengajar

    Sunrise Candi Plaosan

    #KelanaKai: Sunrise Candi Plaosan yang Kesiangan

    Desa Muncar Moncer

    Sofiyudin Achmad, Sosok di Balik Desa Muncar yang Kian Moncer

    Monumen Plataran

    Mengenang Pertempuran Plataran

    Desa Tanjung Binga

    Tercurah Asa Teruntuk Tanjung Binga

    Sunset Candi Barong Yogyakarta

    Kembali ke Candi Barong

  • Foto & Cerita
  • Portofolio
  • Kontak
  • Tentang kami
  • Konsultan
  • Catatan perjalanan
    Praktisi pariwisata dan desa wisata

    Menjadi Pengajar

    Sunrise Candi Plaosan

    #KelanaKai: Sunrise Candi Plaosan yang Kesiangan

    Desa Muncar Moncer

    Sofiyudin Achmad, Sosok di Balik Desa Muncar yang Kian Moncer

    Monumen Plataran

    Mengenang Pertempuran Plataran

    Desa Tanjung Binga

    Tercurah Asa Teruntuk Tanjung Binga

    Sunset Candi Barong Yogyakarta

    Kembali ke Candi Barong

  • Foto & Cerita
  • Portofolio
  • Kontak
No Result
View All Result
insanwisata

Anak Mami Jalan-jalan Sendiri

by Reza Nurdiana
Januari 5, 2014
2 min read
0

Judul Buku : Para Pemuja Matahari
Penulis : Lutfi Retno Wahyudyanti
Penerbit : Kotak Permen
Cetakan : Pertama, Juni 2011
Tebal Halaman : + 260

sumber : kotakpermen.wordpress.com

“Kalau bukan sekarang, kapan lagi?” Kalimat itulah yang selalu ada di benak Naia, seorang mahasiswi asal Yogyakarta yang merupakan anak semata wayang pingitan. Semua sudah diatur oleh orang tuanya. Kuliah, teman, bahkan penampilan. Siapa sih yang tidak risih ketika mendapat perlakuan seperti itu? Ditambah lagi, karena hal tersebut Naia tidak bisa ikut berpetualang bersama teman-temannya. Mereka men-cap Naia sebagai anak rumahan yang lemah. Tapi Naia punya rencana lain. bertahun-tahun sudah ia menabung demi menjelajahi Pulau Jawa. Petualangan Naia pun dimulai.

Berawal dari kunjungan Naia ke rumah Pamannya di Jakarta. Dari sana, ia tak segera pulang ke Jogja. Ia rela memangkas rambut panjangnya sependek dan seberantakan mungkin. Ia punya rencana besar dengan menggunakan identitas Nanang, seorang mahasiswa yang mengunjungi tempat-tempat eksotis di Pulau Jawa sendirian. Selain mengeksplor keindahan Pulau Jawa, ia juga ingin bertemu orang-orang baru dengan ragam cara hidup mereka. Tujuannya yaitu, Baduy, Gunung Salak, Kampung Laut, Karimun Jawa, Semarang dan Kawah Ijen.

Perasaan takut, gelisah dan bersalah karena kabur dari rumah selalu menghantui Naia. Tapi tekadnya sudah bulat karena ada surga dunia yang menantinya. Perjalanan Naia pun dimulai dari Stasiun Jakarta kota yang kemudian berakhir di Banyuwangi. Bukan sekedar pemandangan cantik yang ia dapatkan, tapi juga teman baru dan orang-orang yang mengajarkannya untuk lebih bersyukur atas hidupnya selama ini. Ya, perjalanan 20 hari yang tak bisa ia lupakan.

Novel yang dikemas dalam sebuah catatan perjalanan ini mendeskripsikan objek wisata dengan detail. Petualangan yang digambarkan pun terasa nyata, mengajak pembaca untuk ikut menikmati suasana dalam novel ini. Siapa yang tidak kepincut saat membaca tentang damainya kehidupan di Baduy, liarnya alam Gunung Salak, ramahnya penghuni Kampung Laut di kawasan Nusa Kambangan, cantiknya sunrise dan serunya bermain-main di pantai Karimun Jawa, asyiknya jalan-jalan di Semarang juga serunya petualangan demi mencapai Kawah Ijen?

sumber : http://kotakpermen.wordpress.com/2011/07/08/para-pemuja-matahari/

Bagi traveler maupun backpacker, kalian pasti akan merasa kalau novel ini, “Gue banget!”. Ternyata jalan-jalan di negeri sendiri tidak kalah serunya dengan jalan-jalan ke luar negeri. Novel ini juga mengajarkan kita agar kita lebih menghargai alam. Selain itu, masih banyak hal yang perlu diperbaiki demi pariwisata Indonesia yang lebih maju, khususnya di daerah terpencil.

Sayang, alur cerita dalam novel ini terlalu cepat sehingga cerita perjalanan Naia dirasa masih kurang. Namun, tidak mengurangi keindahan objek–objek wisata di Pulau Jawa yang diceritakan penulis.

Tags: catatan perjalananindonesianovelresensirezawisata
Previous Post

Tiga Benua, Satu Malang

Next Post

Kentang Krawu, Santapan Juara Khas Gubugklakah

Reza Nurdiana

Reza Nurdiana

Suka bertualang untuk menikmati pemandangan alam, peninggalan sejarah, budaya, dan mencicip kuliner. Sangat senang jika bisa berbagi cerita dan informasi kepada orang lain.

Related Posts

Desa Wisata Kebonagung Bantul
Catatan perjalanan

Membangun Desa Wisata, Memperhatikan Nilai Lokal

Maret 12, 2019
Desa Wisata Kebonagung Bantul
Catatan perjalanan

Salah Kaprah Desa Wisata

Maret 6, 2019
Para Inspirasi Asian Para Games
Catatan perjalanan

Seri Foto: Para Inspirasi Asian Para Games 2018

Oktober 6, 2018
Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN)
Catatan perjalanan

Kalah Menang, Tetap Teman

September 24, 2018
Next Post
Kentang Krawu, Santapan Juara Khas Gubugklakah

Kentang Krawu, Santapan Juara Khas Gubugklakah

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

© 2023 a storyteller

No Result
View All Result
  • Tentang kami
  • Konsultan
  • Catatan perjalanan
  • Foto & Cerita
  • Portofolio
  • Kontak

© 2023 a storyteller