No Result
View All Result
insanwisata
  • Tentang kami
  • Catatan perjalanan
    Kampung Nelayan Tanjung Binga

    Buah Manis Pemberdayaan Kampung Berseri Astra di Bumi Malayu

    Monumen Plataran

    Mengenang Pertempuran Plataran

    Desa Tanjung Binga

    Tercurah Asa Teruntuk Tanjung Binga

    Sunset Candi Barong Yogyakarta

    Dolan Bareng Bojo Edisi Candi Barong

    Candi Kedulan Yogyakarta

    Cagar Budaya Indonesia: Menyelamatkan Warisan Peradaban Candi Kedulan

    DESA WISATA JARUM KLATEN

    Perjalanan Panjang Desa Wisata Jarum

  • Foto & Cerita
  • Portofolio
  • Kegiatan
  • Kontak
  • Tentang kami
  • Catatan perjalanan
    Kampung Nelayan Tanjung Binga

    Buah Manis Pemberdayaan Kampung Berseri Astra di Bumi Malayu

    Monumen Plataran

    Mengenang Pertempuran Plataran

    Desa Tanjung Binga

    Tercurah Asa Teruntuk Tanjung Binga

    Sunset Candi Barong Yogyakarta

    Dolan Bareng Bojo Edisi Candi Barong

    Candi Kedulan Yogyakarta

    Cagar Budaya Indonesia: Menyelamatkan Warisan Peradaban Candi Kedulan

    DESA WISATA JARUM KLATEN

    Perjalanan Panjang Desa Wisata Jarum

  • Foto & Cerita
  • Portofolio
  • Kegiatan
  • Kontak
No Result
View All Result
insanwisata

Bertemu di Klaten

by Hannif Andy Al - Anshori
November 8, 2018
13 min read
10

Barangkali nama Kabupaten Klaten tak terlalu kondang sebagai destinasi pariwisata nasional lainnya. Dikenal juga sebagai kantong lahirnya pengusaha kuliner hik (Hidangan Istimewa Klaten)/ angkringan, kabupaten kecil yang diapit dua kota budaya; Surakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta ini seringkali hanya menjadi destinasi yang hanya dilewati begitu saja. Padahal jika ditengok lebih jeli lagi, Kabupaten Klaten menyimpan potensi wisata yang cukup beragam dan tak biasa.

Bagi Anda yang ingin membuka kegiatan berwisata di Klaten, Anda dapat memulainya sejak matahari tebit.

Menyaksikan matahari terbit di Candi Plaosan

Romantis, adalah satu kata yang  dapat mewakilkan ekspresi ketakjuban manakala menyaksikan dua candi kembar berlatar sinaran baskara pagi. Betapa tidak, candi yang berada di antara persawahan ini menjadi persembahan cinta dua insan yang berbeda agama. Dikisahkan Pramudyawardani, anak dari Raja Samaratungga Wangsa Syailendra yang kecantikannya memikat hati Rakai Pikatan, Raja dari Wangsa Sanjaya. Meski telah mengetahui berbeda keyakinan, sementara Sang Putri menganut agama Budha, Sang Raja menganut agama Hindu, keduanya tak urung mengabadikan jalinan kasih ke jenjang pernikahan.

Tak cukup hanya di pelaminan, keduanya membangun candi sebagai bentuk representasi cinta dan keharmonisan dua agama. Dibangunlah Candi Plaosan yang kecantikannya kerap diburu wisatawan sebelum fajar menyingsing.

Semburat jingga yang menyebul di tengah bangunan candi kembar selalu tampak cantik diamati dari luar pagarnya. Disertai sapuan warna biru langit yang menaungi arsitektur dua kubah candi berwajah sama, Candi Plaosan menyampaikan pesan yang teramat romantis di pagi hari. Meskipun candi perwara banyak yang telah runtuh terkoyak bencana, dua candi utama yang terletak di Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan ini masih berdiri menyisakan kemegahan dan kecantikannya secara cuma-cuma.

Menyaksikan matahari terbit di Candi Plaosan
Menyaksikan matahari terbit di Candi Plaosan
Menyaksikan matahari terbit di Candi Plaosan

Menyaksikan kemeriahan Klaten Lurik Carnival

Sebagai kabupaten yang turut menyinari peradaban Jawa dan Nusantara pada zamannya, Kabupaten Klaten memiliki warisan budaya adiluhung yang tak kalah menariknya dengan kota tetangga.  Sebutlah Klaten Lurik Carnival, festival akbar yang diselenggarakan dalam rangka menyambut dan memeriahkan umur kota yang semakin dewasa. Di festival ini, wisatawan akan melihat beragam desain dan warna-warni lurik dari masa dulu hingga sekarang.

Menyaksikan kemeriahan Klaten Lurik Carnival

Dengan diikuti sejumlah profesi dan kelas sosial, Klaten Lurik Carnival mempertontonkan bahwa lurik telah mewarnai jalan panjang kemerdekaan dan kesejahteraan masyarakat Klaten, khususnya di Kecamatan Pedan. Karena jika menengok kembali sejarahnya, tenun lurik Pedan pernah berjaya di tahun 1950an dimana terdapat 500 lebih pengusaha dengan 60.000 tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya dari membuat lurik.

Jika Anda ingin menyaksikan kemeriahan Klaten Lurik Carnival, datanglah di bulan Juli bertepatan saat hari jadi/ hari ulang tahun Kabupaten Klaten. Festival ini biasa diselenggarakan di sepanjang Jalan Pemuda, Kota Klaten.

Menyaksikan kemeriahan Klaten Lurik Carnival
Menyaksikan kemeriahan Klaten Lurik Carnival

Upacara Melasti di Umbul Geneng

Melasti merupakan salah satu rangkaian acara ibadah umat Hindu dalam menyambut Hari Raya Nyepi sebelum pelaksanaan Tawur Agung di Candi Prambanan. Khususnya di Kabupaten Klaten, upacara Melasti ini dilaksanakan dengan cara mengarak puluhan gunungan sesaji/ jempana maupun perlengkapan rohani dari Pura Tirta Buwana menuju Umbul Geneng yang berada di Kecamatan Kebonarum. Umbul ini dipilih karena telah menjadi sumber mata air yang dipercaya sebagai tempat untuk mensucikan diri.

Upacara Melasti di Umbul Geneng
Upacara Melasti di Umbul Geneng

Memandangi Merapi dari Kalitalang

Meski kadang terlihat menakutkan karena aktivitas vulkaniknya, Merapi telah menjadi daya tarik yang membuat banyak orang datang penasaran. Berada di Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, ekowisata Kalitalang termasuk destinasi wisata baru yang belum cukup ramai.

Berwisata ke Kalitalang seolah membuat wisatawan berdiri sangat dekat dengan Gunung Merapi. Hasil muntahannya meninggalkan jejak yang sangat jelas jika disaksikan dari sini.

Baca juga: Ekowisata Kalitalang dan Ingatan Masa Kecil 

Memandangi Merapi dari Kalitalang
Memandangi Merapi dari Kalitalang

Memasuki gapura selamat datang, wisatawan akan disambut pada udara segar khas pegunungan. Tak hanya itu, suara burung Kutilang (Pycnonotus aurigaster) yang bertengger di pepohonan beradu merdu menarik hati para pasangannya. Sebaiknya, datanglah ke sini sebelum pukul 09.00 WIB supaya dapat mengabadikan kemolekan Gunung Merapi tanpa ditutup kabut.

Mencari ketenangan dan kedamaian di Gir Pasang

Kampung ini menjadi terkenal saat pemberitaan media yang mengabarkan bahwa terdapat kampung yang terisolir dan kesulitan air di Klaten. Faktanya memang demikian. Anak-anak usia sekolah harus menempuh perjalanan selama 45 menit untuk bisa sampai ke sekolahnya. Para warga pun masih mengandalkan air tadah hujan untuk kebutuhan sehari-hari.

Terdapat beberapa versi yang menerjemahkan asal-usul nama Kampung Gir Pasang.  Pertama, diambil dari kata Gligir Pasang. Gligir yang berarti pinggiran atau pinggir jurang, dan Pasang yang berarti sepasang. Versi lain menyebutkan bahwa Gir Pasang diambil dari kata Gligir yang artinya jurang dan Pasang yang berarti pohon Pasang (Quercus sundaica) yang merupakan tumbuhan asli Gunung Merapi.

Sejauh mata memandang, hanya rimbun pepohonan yang terlihat jelas di sekeliling. Suara tongeret –serangga pohon– menyertai perjalanan saya menembus hutan Gir Pasang. Belum lagi suara burung dan perkelahian kera yang berebut makan.

Keunikan lain yang dimiliki Gir Pasang adalah arsitektur rumahnya. Tak ada bangunan modern dan bertingkat di sini. Dari 12 Kepala Keluarga yang menempati 9 rumah, beberapa rumah masih beralas tanah dan berdinding anyaman bambu. Sangat sederhana. Namun memberi kenyamanan saat bersantai di pelatarannya.

Baca juga : Mencari Ketenangan di Gir Pasang

Girpasang Klaten
Girpasang Klaten

Baca halaman berikutnya

Page 1 of 2
12Next
Previous Post

Seri Foto: Para Inspirasi Asian Para Games 2018

Next Post

Blusukan Kuliner Yogyakarta

Hannif Andy Al - Anshori

Hannif Andy Al - Anshori

Suka bertualang untuk menikmati peninggalan sejarah, budaya, dan berinteraksi dengan masyarakat lokal. Sangat senang jika bisa berbagi cerita dan informasi kepada orang lain.

Related Posts

Kampung Nelayan Tanjung Binga
Catatan perjalanan

Buah Manis Pemberdayaan Kampung Berseri Astra di Bumi Malayu

Desember 31, 2020
Monumen Plataran
Catatan perjalanan

Mengenang Pertempuran Plataran

Januari 8, 2020
Desa Tanjung Binga
Catatan perjalanan

Tercurah Asa Teruntuk Tanjung Binga

Desember 16, 2019
Sunset Candi Barong Yogyakarta
Catatan perjalanan

Dolan Bareng Bojo Edisi Candi Barong

November 23, 2019
Next Post
Sate Kere Mbah Mardi

Blusukan Kuliner Yogyakarta

Comments 10

  1. Avatar Halim says:
    2 tahun ago

    Seumur-umur urung tahu ning Rowo Jombor. Apik ndi karo Rawa Pening? Iki jadi PR e bosque kudu anter diriku nih… 😀

    Balas
    • insanwisata insanwisata says:
      2 tahun ago

      menurutku apik Rowo Jombor. Hahaha. lebih syahdu

      Balas
  2. Avatar Gallant Tsany Abdillah says:
    2 tahun ago

    Kalau menghadiri acara seperti upacara Melasti butuh waktu khusus, sementara tidak semua orang suka mengunjungi Los Tembakau, berwisata ke Sojiwan, Ponggok, dan Plaosan ini yang paling logis dan bisa dikunjungi setiap hari.

    Balas
    • insanwisata insanwisata says:
      2 tahun ago

      Yoi broh. Monggo disesuaikan pilih mana. haha

      Balas
  3. Avatar Hendi Setiyanto says:
    2 tahun ago

    salah satu yang pengin didatangi selain candinya ya itu bangunan gudang tembakau yang sangat ikonik banget

    Balas
    • insanwisata insanwisata says:
      2 tahun ago

      harus ke sini bung

      Balas
  4. Avatar Rifqy Faiza Rahman says:
    2 tahun ago

    Keren! Kakak idola!

    Balas
    • insanwisata insanwisata says:
      2 tahun ago

      kerenan kamu dah

      Balas
  5. Avatar lombokwander says:
    2 tahun ago

    Kerajinan Batik nya yang sangat menarik. Soalnya di tempatku tidak ada

    Balas
    • insanwisata insanwisata says:
      1 tahun ago

      Mari min, main ke Klaten

      Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

© 2021 a storyteller

No Result
View All Result
  • Tentang kami
  • Catatan perjalanan
  • Foto & Cerita
  • Portofolio
  • Kegiatan
  • Kontak

© 2021 a storyteller