Kecamatan Kebonarum, Kabupaten Klaten, tak disesaki bangunan tinggi berbeton dan berpagar besi. Bangunan yang paling mencolok bagi pelintas jalan raya sepanjang Deles Indah hanyalah gubuk besar yang memanjang. Bangunan yang selalu mengisi lahan-lahan kosong tanpa mengenal musim ini juga tergolong sebagai situs budaya di Kabupaten Klaten.
Bangunan yang mendadak menjadi rambu jalan raya dan pengingat kala sanak saudara hendak tersesat. “Sampai ketemu los di kiri jalan, belok kanan”, tulis saya tiap kali menjelaskan rute pada rekan yang hendak menyambung silaturahmi.
Gubuk yang bertiang ratusan bambu dengan atap rapak (daun tebu kering) ini lebih dikenal dengan sebutan Los Tembakau. Bangunan yang memantik para kawula muda untuk berfoto di depan pintunya. Tanpa narasi yang pas, tempat ini kemudian kondang sebagai spot foto instagramable. Mendadak lokasi los tembakau diburu para warganet.
Fajar mulai menyingsing kala itu. Hangatnya pancaran sinar mentari mengiringi aktivitas pagi para petani yang mengurus ladang. Udara segar dan suara gemericik riak anak sungai bagaikan terapi yang menyuntik semangat pagi. Jam belum genap menunjukkan pukul enam pagi. Namun sudah terlihat dua orang dewasa ditemani dua bocah yang membuka daun pintu sebelah utara dan selatan.
Saban Minggu pagi, bapak dengan sembilan anak ini mengajak kedua putrinya untuk bermain di los tempatnya bekerja. Mendapat posisi sebagai pedak (perawat los), Manto Rejo (51 tahun) atau yang lebih akrab disapa Bagong tak boleh absen di akhir pekan.
Gelap dan pengap. Itulah penilaian visual saya terhadap gubuk raksasa sebelum dibuka jendela-jendela kamarnya. Aroma harum begitu kuat tercium hingga menusuk hidung. Mendapati kedatangan saya dari pintu selatan, Bagong dan istrinya langsung menyambut ramah. Tak perlu banyak cakap untuk memantik Bagong memulai cerita.
Klaten termasuk daerah penanaman dan pengolahan tembakau cerutu yang dikenal dengan nama Vorstenlanden. Tembakau berkualitas tinggi yang ditanam di banyak kecamatan ini sudah populer sejak jaman tanam paksa era Van Den Bosch, tepatnya pada 1858, di mana lokasi tanam pertama adalah Desa Jetis (wilayah Klaten Tengah saat itu berada dalam kekuasaan Kasunanan Surakarta). Anehnya, Klaten tak menggelari dirinya sebagai Negeri Tembakau seperti Temanggung, maupun Kota Tembakau seperti Jember.
Vorstenlanden merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut daerah-daerah yang berada di bawah otoritas empat monarki (kerajaan dan kadipaten) asli Jawa pecahan Dinasti Mataram Islam, di antaranya Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaran, serta Kadipaten Pakualaman. Sedangkan dalam bahasa Belanda, Vorstenlanden berarti “tanah milik raja”.
Dalam perdagangan internasional, Indonesia masih menjadi penyuplai komoditas tembakau cerutu peringkat atas yang tak lagi diragukan. Keberadaan los juga tidak mungkin dilepaskan dari awal mula tumbuhnya perusahaan pada masa kolonial. Begitu pula Klaten yang menyandang slogan sebagai Kota Bersinar.
Jika merujuk pada angka yang diolah Badan Pusat Statistik, tembakau Vorstenlanden tersebar di 14 kecamatan di Kabupaten Klaten, di mana Kecamatan Kebonarum menjadi pemasok terbesar Vorstenlanden. Umunya, terdapat dua jenis tembakau Vorstenlanden yang ditanam. Pertama, Vorstenlanden Na-Oogst (NO). Jenis tembakau ini ditanam pada saat musim kering dan dipanen pada saat musim hujan dengan lokasi penanamannya tanpa rumah naungan.
Sementara jenis kedua, yaitu Vorstenlanden Bawah Naungan (VBN). Jenis tembakau ini ditanam dan dipanen pada saat musim kering. Penanaman tembakau ini merupakan hasil rekayasa tradisional Vorstenlanden di mana terjadi penambahan rumah naungan dan spraying sebagai pengganti hujan.
Bagong melanjutkan aktivitas. Sinaran matahari yang sudah naik agak tinggi menembus jendela kamar los tembakau yang terbuka. Gubuk yang memiliki dua pintu ini memiliki puluhan kamar tanpa dinding di dalamnya. Seluas mata memandang, setiap kamar los disesaki dedaunan tembakau hijau dan kuning yang menggantung. Sebagai pedak los tembakau KM 10, Bagong adalah buruh kontrak yang serba bisa. Pekerjaan yang ditekuni lebih dari puluhan tahun membuatnya terbiasa dalam berbagai urusan.
Tak berselang lama dari obrolan panjang, suara gemuruh truk pengangkut tembakau datang. Dua petugas pengiriman barang, Supriyanto dan Harsono turun dari kemudinya. Dengan menggunakan pranggarangan/ rak (umumnya berisi 100 dolok), Supriyanto memboyong tembakau siap olah untuk dibawa menuju gudang milik PTPN X yang berada di Kecamatan Wedi.
Lain cerita di malam hari. Tembakau Vorstenlanden akan mendapat perlakukan khusus mulai pukul 20.00 hingga 23.00 WIB. Malam yang gelap disertai suara serangga hutan beradu merdu dengan lagu campursari yang diputar petugas keamanan. Di atas pukul delapan malam, tak akan ada lagi pelintas jalan raya selain orang-orang yang bekerja dan membuat aman perkampungan.
Bagian yang paling menyita perhatian adalah ngomprong atau menyalakan tungku api. Tepat pada hari ke 6 hingga 25, Vorstenlanden akan memasuki masa pengeringan lamina (penguningan) di mana puluhan omprong api akan dinyalakan. Terdapat tiga macam omprong yang fungsi penggunaannya dibedakan; omprong keluk, omprong api kecil, dan omprong api besar. Ketiganya digunakan untuk penguningan dan pencoklatan (pengeringan gagang) dengan sempurna.
Saat omprong mulai dinyalakan, semua makhluk hidup di sana layaknya telah sepakat untuk diam sejenak. Kini, giliran percik api yang bernyanyi. Sementara asap dari api omprong yang terus meninggi membuat Vorstenlanden menari melenggak-lenggokkan batang daunnya.
Aroma daun tembakau yang harum bercampur asap api menjadi bau yang khas selama putaran jarum jam tengah malam. Daun yang mulanya bertekstur lembut mendadak menjadi keriput dan kasar. Pertanda ia tengah memasuki masa untuk semakin menguning kecoklatan.
Baca juga : Bertemu di Klaten
Menjaga Vorstenlanden setiap malam bukanlah perkara yang mudah. Saat ditanya, Bagong mengaku ada beberapa masalah yang kerap membuat kesal. Seperti daun hijau mati, daun berjatuhan, serangan ulat, daun kropos/ rapuh, gagang rusak, dan lainnya.
Menjaga Vorstenlanden setiap malam. Dalam kamar-kamar sebuah los tembakau yang dibangun menggunakan sumber daya lokal. Dan meninggalkannya membuat saya harus memuji diri mengakui potensi tanah sendiri. Bangunan yang jika diamati amat ringkih, namun kokoh menopang ekonomi masyarakat lokal yang bersandar di dalamnya.
daun tembakaunya dipanasi secara buatan ya? nggak dijemur di bawah matahari.
dedikasi bapaknya luar biasa!
Beda Om sama model Temanggung. Proses pascapanen vorstenlanden beda perlakuan. Ini belum seberapa. Masih harus dibawa ke pabrik lagi
Gambar dan kisahnya sangat membekas dalam hati. Memukau, sepertinya itu kata yang tepat untuk cerita dan gambar yang juga bercerita banyak. Ini yang ada di dekat rumahmu ya, Mas?
Betapa tembakau punya perjalanan panjang sebelum sampai ke tangan-tangan penikmatnya. Kalau tak ada kerja keras Pak Bagong, Pak Pri dan Pak Har, mungkin tak bisalah nama vorstenlanden itu bisa bertahan ketersohorannya. Tapi teknis sedikit, bisakah dibilang los tembakau ini usaha terpisah dari perkebunannya? Jadi tembakau segar dari para petani dibawa kemari dulu sebelum dikirim gudang?
Terimakasih Mas Gara atas kunjungannya.
Saya perlu banyak menggali cerita sebenarnya. Tulisan ini belum sepenuhnya matang kalau dijadikan kajian. Namun kalau dijadikan artikel informasi memang sudah cukup lah.
Kalau secara birokrasi, los tembakau ini milik PTPN mas. Masing2 kebun sudah ditentukan akan dibawa menuju Los dan pabrik mana. Di Klaten sendiri, ada 3 pabrik olah tembakau: di Kecamatan Wedi, Kebonarum, dan Gayamprit.
Tembakau jenis ini punya perlakuan beda dengan tembakau di Temanggung. Kalau di Klaten, dibawa ke los dulu. Pascapanennya cukup panjang dan penuh tantangan.
Mudah-mudahan sewaktu Mas Hanif mau jelajah ke sana lagi, saya bisa ikutan, hehe…
yuk Mas. jangan sampai tahun depan pas musim panen habis. hehe. Kalau kawasan Kebonarum sudah panen. Yang belum tuh di Wedi. Masih musim tanam
Aku penasaran, gimana sih rasanya ngisap tembakau yang memang kualitas terbaik di dunia ini? Akankah sama.seperti tembakau aceh? #eh
aku baru mengendus kopi aceh. haha. belum tembakaunya. coba dong bawain :p
Bisa mabok kalau terlalu lama menghisap 😀
wkkkk gw bangga klo ada yang minta dibawain.. jadi bersyukur kalau dulu pernah ngerasain tembakau nikmat ini wkk
wkwkw.. udah kaya pengalaman ya soal tembakau Aceh
Udaaah jangan dipancing
Waaah kereeen! seharusnya yang kaya gini diperbanyak di Indonesia, termasuk di semua sektor biar semua produk gak usah impor dan bisa berdiri dengan sendiri bangsa ini.
di Indonesia sudah cukup banyak mas. Cuma kualitas harus kita jaga supaya mampu bersaing dan punya nilai jual yg tinggi.
Seperti biasa tulisan dan foto-fotomu selalu apik Hanif. Suka sekali! Aku pernah ke kebun tembakau di Lombok dan aku suka baunya. Jadi penasaran juga pergi ke Klaten dan lihat proses pengeringan tembakau nya. Pun tempatnya memang instagramable ya! xD
Wah.. terimakasih Mba Satya. Mba juga punya tulisan yg asik dgn foto yg bikin kece abis.
yg di Lombok pas acara Negeri Tembakau itu ya? yg sama Mas Syukron bukan?
Ayo mba, ke Klaten. Promosiin klaten juga dong. hehe
aku baru tau kalau Kebonarum penghasil tembakau besar.
tapi untuk tembakau ini apak ditanam terus sepanjang tahun kah? setau aku kalau di kebayanyak daerah (yang bukan penghasil tembakau) lahan tembakau gantian dengan tanaman lain saat musim penghujan
Ga Mba. Ga sepanjang tahun. Giliran. Tapi kasian juga tanahnya ga ada peremajaan karena dituntut produksi terus.
Kebonarum gitu lhoh! Kan keren
Ya iyalah. Klaten gitu lhoh. Hits. wkwkw
Pada ngira itu rumah ternak sih. Coba tanya orang Jerman, pada tau cerutu ga? pasti melekat kuat dengan Klaten
Membaca kata “Vorstenlanden” langsung teringat sama bukunya Pramoedya 🙂
saya malah belum sempet baca nih
ini daun yang di olah jadi srutu kah??
yes kak. cerutu
Sering diceritain bapak dulu kalau Klaten sama Temanggung itu pada bertanam tembakau. Ternyata pengolahannya beda, ya. Di Temanggung waktu itu liat dijemur gitu diluaran. Tapi ngga ngeh sih itu prosesnya gimana soalnya memang hanya lewat. Di Klaten kalau lewat malah ngga kelihatan ya prosesnya soalnya di dalam.
Jadi ngerti tentang isi dalam spot foto instagramable Klaten ini. Terima kasih mas Hanif 😀
Kalau Temanggung itu tembakau srintil. Beda pascapanen dengan tembakau Vorstenlanden. Kalau mempelajari tata cara tanam dan olah tembakau memang unik sih. Semua punya perlakuan yg beda. kalau yg Klaten, ini rata2 dikirim ke Eropa sbg cerutu
Kalau yang di Temanggung buat pabrik rokok begitukah? Thanks infonya 😀
buat rokok lebih tepatnya. Tembakau srintil namanya
Ini baru satu tahapan ya, belum lanjut ke pabrik dan disortir. Kok tempat ini jarang terdengar, tidak seperti temanggung atau daerah lain yang menghasilkan tembakau melimpah. Apa karena aku sendiri yang belum membaca sepenuhnya tentang tembakau 😀
Sebenernya kalau mau lengkap, yang mulai dari garap lahan, ada dua jenis NO dan VBN. Kemudian petik, satu batang yg dari bawah sampai atas punya nama sendiri. Dipetik dipisah dan dikirim ke Los terpisah. Kemudian digantung utk masuk ke masa penguningan di los. Setelah itu dibawa ke pabrik sampai tahap fermentasi. Arrggh ribet deh pokoknya.
Klaten jos je. Akan aku kabarkan lewat insanwisata 😀
Alhamdulillah mas humas mulai konsen dengan Klaten, aku ikut bahagia jika ini persiapan untuk Klaten 1 haha. Aku mendukungmu untuk menulis segala hal tentang Klaten yang nyatanya belum banyak diketahui oleh orang-orang. Jadi ketika ada atau muncul foto instagramable berlatar Los itu, jadi paham semua gambaran di dalamnya seperti apa 🙂
Oh ya, total sekali ya berkunjung ke sana sampai jam 22.00 WIB? huhu paginya juga syahdu.
Demi menarik massa agar menang. Saya tuliskan potensi Klaten yang luar biasa dan belum banyak diketahui orang. Salam!
Yo ndene Mba. Ngendus tembakau.
Wah, kudu totalitas. Bahkan aku ditinggal sendirian menjaga los tembakau saat itu. Pas Mas Bagong pergi nyari abu.
Penasaran dengan rasanya, cerutu langsung dari pabriknya.
nyoboo. Suk mrene dewe
aroma pengasapan tembakau gak bikin mabok mas?
Ga mas. aman
Foto-fotonya hidup banget! AKU MAU BANGET DIAJAK KE SINI.
*capslock melotot hehehe.
Yok mampir Klaten Om!
Saya pikir selama ini tembakau hanya dikeringkan oleh sinar matahari. Kalau seperti ini ada perbedaan wangi dan kualitas gak dengan yang dikeringkan oleh sinar matahari?
beda proses pengeringan, itu beda jenis tembakau. kalau yng dikeringkan sinar matahari, biasanya untuk rokok. kalau ini, untuk cerutu.
Terimakasih Hanif, narasi dan visual yang kuat, membuatku merasa cerdas satu level setelah baca ini. Banyak info baru yang didapat. Aku awalnya agak mengernyitkan dahi saat kau bilang baunya harum, sebab di Temanggung saat musim menjemur tembakau itu aromanya terkadang kecut. Aku lupa, bahwa ternyata mereka beda cara. Ditunggu ulasan menarik lainnya ya.
Terimakasih Maknya Bre.
Aku malah belum pernah mengendus tembakau Temanggung.
Beda cara pengeringan dan pascapanen ya. Ini baru yang di los lho. Kalau sudah melalui tahap fermentasi. Aromanya lebih kuat lagi. Dari jarak beberapa meter sudah tercium enak. Tapi awas mabok. hehe
Tunggu ulasanku tentang vorstenlanden pascapanen ya!
Pak Hanif bolehkan kalayak masyarakat umum beli langsung tembakau dari Los Mbakonya langsung?, klo untuk pelayanan pembelian per gram tembakau cerutu bisa menghubungi siapa ya saya mau cari untuk kebutuhan riset Pak?
Untuk itu sepertinya tidak diperbolehkan pak. karena ini milik PTPN. mungkin bisa ditanyakan langsung ke PTPN-nya