Siapakah Superman’s Big Sister? Hingga puluhan penyusur rela menerebos ruang tanpa cahaya dan bermandikan lumpur. Siapa dan di mana ia gerangan? Hingga mengundang decak kagum para pejalan yang menyambanginya.
****
Bagi orang Kebumen asli, sangat tidak mungkin mengatakan kampung halamannya tanpa potensi. Saya yang baru pertama kali menyambanginya pun telah dibuat jatuh hati. Sudah sejak lama saya ingin datang ke tempat ini. Tepatnya ketika tayang di kanal 1000 meter yang saya putar ulang, jiwa petualang ini dirayu untuk segera menyambangi. Ini merupakan salah satu pelancongan yang saya sukai lokasi ini. Itupun sebabnya, saya membawa perlengkapan sendiri, mulai dari penerangan, hingga pakaian coverall.
Kami mengantre. Memilih pelampung dan sepatu karet mana yang lebih pas dipasang di kaki. Dikomandoi oleh pemandu senior, sebelum penyusuran dimulai, kami diajak melemaskan otot kaki dan tangan. Kemudian dibriefing lengkap dengan berbagai aturan keselamatan.
Diawali dengan panjatan doa, penyusuran mengejar Superman’s Big Sister dimulai. Saya melangkah tertatih. Mungkin karena belum terbiasa mengenakan pakaian coverall. Tapi ada untungnya. Untuk mencari aman, minimal saya terjaga dari gigitan serangga, pun benturan pada batu tajam.
Saya berada tepat di depan sebuah lubang yang beratap tajam. Dari trek ini pula, Yudi, pemandu lokal yang cukup senior, berada paling belakang barisan para penyusur ruang alam yang gelap. Ia telah menyisir zona gelap abadi ini sejak tahun 90-an.

Dari kejauhan, terdengar bunyi deras air mengalir. Sorot cahaya dari karbit menerangi perjalanan kami. Saya berjalan dengan sangat hati-hati. Tertatih karena tinggi air telah mencapai mata kaki. Saya berada pada barisan paling tengah. Mengekor pemandu yang berada paling depan. Mujurnya, sepanjang jalur penyusuran terdapat pipa air besar sebagai pegangan. Pipa ini menjadi jalur tirta mata air hingga keluar menjadi sungai permukaan.
Pertama, melewati lorong yang sangat sempit. Membungkuk masih belum cukup untuk bisa melewatinya. Saya harus menenggelamkan badan. Kedua tangan dipaksa menjadi kaki. Merangkak menjadi pilihan yang lebih baik ditimbang harus tersandung batu lancip yang berserak di lantai dan dinding. Total kami ada sekitar 25 peserta dan 6 pemandu. Masing-masing pemandu bertugas mengawasi empat orang peserta.
Baru 100 meter, kami tiba di tempat yang cukup dalam. Terpaksa, pakaian kuyup sepinggang orang dewasa. Menyaksikan Ghana yang berkali-kali terpeleset karena tak imbang, akhirnya saya menuju barisan paling belakang. Ditemani Yudi, saya memandu Ghana yang juga tertatih berjalan dengan tinggi air sepinggang.

Ada kala cemeti yang tampak. Ia sedang sendiri meratap kesepian di kegelapan. Sementara para kampret tak mau melintas. Entah kemana mereka bermain. Mungkin mereka menunggu para penyusur ini berlalu. Ada pula yang sengaja melemparkan kotoran mengenai tangan saya. Ketika disorot dengan lampu cahaya, ia tak terlihat.
Saya kembali menenggelamkan badan. Kali ini setinggi dada. Kaki bahkan tak menyentuh lantainya. Ghana tetap dalam panduan Yudi. Hanya dengan tubuh melentang di atas air, Ghana dituntun Yudi layaknya tengah menyusuri sungai dengan cara body rafting.
Saya tertinggal jauh. Sorot cahaya lampu karbit dari rombongan depan tak lagi terlihat. Gelap menjadikan kontak visual saya menjadi sempit. Saya berteriak, menyuruh mereka pelan. Dalam kondisi seperti ini, saya tetap dihantui rasa takut yang berlebih. Saya jadi teringat pada cerita di film Sanctum. Bukan mustahil, hujan deras semalam bisa saja mengirimkan banjir saat penyusuran. Tak banyak yang bisa diperbuat misal bencana itu terjadi. Namun pikiran buruk itu menghilang manakala bayangan Superman’s Big Sister ada di depan mata.
Air semakin dalam dan saya tenggelam. Meski dibekali pelampung, tangan kanan saya masih sibuk menjaga drybag berisi kamera. Batu tajam dan lumpur bertebar di lantai bagaikan ranjau. Beberapa orang dari rombongan juga terkena sayat batu tajam. Ada juga yang tersandung. Meski jatuh berkali-kali, saya justru dikobar api semangat dalam pengejaran Superman’s Big Sister.
Gua dengan keajaiban 100 air terjunnya
Sensasi bertualang semakin terasa klimaksnya manakala melewati air terjun yang cukup deras. Bukan rasa takut yang menggerayangi suasana, namun kekaguman yang luar biasa. Derasnya memecah ruang gelap yang sunyi. Saya bertakzim pada kemolekan dinding dan plafon yang menghias seluruh lapis ruang gelap ini.
Derasnya air terjun kedua menyulitkan penyusuran. Tanpa ampun, arus derasnya terus mendorong saya ke belakang. Saya berpegang pada tali. Supaya tak meleset, saya mengalungkan kamera ke dalam drybag. Kemudian menerobos derasnya air terjun dengan tinggi satu meter lebih. Napas dan jantung semakin tersengal. Dan akhirnya, saya dan Ghana berhasil melewatinya.

Superman’s Big Sister tak akan berpindah. Ia masih menunggu kedatangan kami. Saya mengajak Ghana mengaso sebentar. Menikmati kucuran deras air terjun yang mengalir jauh sampai ke pintu masuk lubang penyusuran. Air terjun ini seolah menggoda mata untuk mencuri pandang agar kami berdua betah mengaso lama. Tapi penyusuran harus cepat berlanjut. Setelah menguji kaki berjalan di kedalaman air setinggi pinggang, saya pun mulai terbiasa dengan medan seperti ini.
Saya sedikit bisa menikmati embus angin yang menerpa. Sesuai nama dan karakternya, Gua Barat. Dinamakan demikian karena adanya angin kencang dari arah dalam gua yang menghembus ke mulut gua. Angin kencang ini dalam bahasa Jawa dinamakan angin barat. Saat musim tertentu, angin barat sangat kencang sehingga menimbulkan suara berisik bahkan membuat pohon bambu di depan mulut goa meliuk tiada henti.
Tak seperti saudaranya; Gua Jatijajar. Gua Barat masihlah alami tanpa ada pemanis sorot lampu warna-warni. Meski berada dalam satu desa, yaitu Desa Jatijajar, Gua Barat hanya diminati para petualang minat khusus yang bernyali tinggi.

Di Gua Barat, batu terus bertumbuh karena permukaannya terus meneteskan air. Bagi para penggiat susur gua, tempat ini dikenal juga dengan keajaiban 100 air terjunnya. Julukan itu menyimbolkan bahwa Gua Barat memiliki jumlah air terjun yang banyak. Meski jumlahnya tak genap, Superman’s Big Sister telah menjadi ikon Gua Barat yang wajib disambangi.
Ia adalah air terjun tertinggi dalam tingkatan 100 air terjun di Gua Barat, tepatnya setinggi 32 meter. Tak hanya Superman’s Big Sister yang terlampau indah, ada juga Jump Ulysess (8 meter), Takatsavone (8 meter), dan Sister Morphine (5 meter) yang telah disematkan dalam ekspedisi gabungan Indonesia-Perancis pada 1996.

Sayangnya, penyusuran ini dilakukan pada bulan Februari, waktu yang tak tepat dalam penyusuran gua karena curah hujan cukup tinggi. Normalnya, jika ingin terus menerobos dan mencapai lokasi Superman’s Big Sister, penyusuran akan menghabiskan waktu lebih dari enam jam.
Rombongan di depan sudah tak lagi terdengar suaranya. Mereka meninggalkan saya dan Ghana cukup jauh. Yudi terlihat agak panik. Ia terus melihat putaran jarum jam yang ada di gawai cerdas milik Ghana.
Saya berharap dapat menyelesaikan perjalanan ini sebelum masuk waktu kumandang adzan salat Jumat. Yudi tak berani memastikan. Capaian terakhir kami barulah sepertiga perjalanan. Belum ada apa-apanya. Dengan perhitungan sederhana, tak mungkin kami bisa mengejar Superman’s Big Sister. Tak ada bekal makan siang. Seluruh peserta tak pernah mendulang pengalaman. Itu yang wajar dikhawatirkan.
“Di mana Superman’s Big Sister?”, tanya saya.
“Saya mau adzan, Mas”, kata Yudi dengan raut wajah yang terburu-buru.
“Di dalam lebih bagus lagi, Mas. Stalaktit sama stalagmitnya lebih cantik-cantik”, tambahnya.

Yudi menawarkan pilihan. Ingin rasanya merayu Yudi untuk mengantar saya dalam pengejaran Superman’s Big Sister. Namun saya tahu batasannya. Tak perlu paksakan ego dan menghalangi niatan baik Yudi tunaikan kewajiban solat Jum’at. Ghana pun ikut sepakat. Kami berdua memupus harapan. Dengan perut yang mulai kelaparan, saya mempercepat langkah mengejar waktu agar Yudi tak terlambat tunaikan kewajiban. Tak lama, rombongan penyusur gua menampakkan batang hidunya. Lengkap, kami pulang dengan selamat.
Perjalanan yang tak kalah indah menemani jalan pulang. Di perjalanan menuju pulang, saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk memotret stalaktit dan stalagmit sekitar. Begitu pula pilar-pilar yang terserak di dindingnya laksana permadani yang telah berumur purba. Butuh jutaan tahun memang, agar Gua Barat mencipta keindahan seperti ini. Betapa luasnya ayat-ayat Tuhan. Betapa kecilnya manusia dibanding semua yang terhampar sepanjang perut bumi Kebumen. Berbagai puja-puji terucap saat menyaksikan kemolekan ornamennya.


Pepatah bijak pun berpesan, ‘Jangan meninggalkan apapun kecuali jejak kaki kita. Jangan mengambil apapun kecuali gambar. Dan jangan membunuh apapun kecuali waktu’. Pun ini berlaku selama penyusuran gua.
Saya juga tak mau melewatkan pemandangan yang terserak di teras Gua Barat. Batuan lancip menggantung indah. Mulut gua ini dapat dimasuki semua kalangan meski tak bisa bertemu ikon primadona, Superman’s Big Sister. Karena tak perlu lagi berbasah-basahan, juga melewati jeram yang membahayakan.
Baca juga : Telusur Goa Tanding dan Kisah Sumur Ajaib
Mau tak mau saya harus memupus keinginan mengejar Superman’s Big Sister. Namun, selalu ada yang bisa disyukuri meski pencapain tak sampai memenuhi hasrat bertualang. Penyusuran Gua Barat sukses membuat saya terkesan. Perut bumi Kebumen sentuhan Maha Karya Tuhan sangatlah membuat saya jatuh hati. Saya akan selalu mengingat tiga jam penyusuran yang penuh perjuangan. Kegiatan susur gua telah menjadi jalan untuk mengenalkan, juga menyelamatkan lingkungan.



Tips fotografi gua
- Berhubung pengelola tidak menyediakan pakaian coverall dalam penyusuran Gua Barat, sebaiknya kamu dapat membawa pakaian susur gua sendiri. Perlengkapan susur gua diantaranya adalah: coverall, sepatu boat, helm speleo, sarung tangan, drybag, dan lampu senter/ karbit.
- Gunakan tripod jika ingin mendapatkan hasil foto yang maksimal. Namun saat penyusuran Gua Barat, saya tidak menggunakan tripod karena alasan ingin membawa peralatan foto yang ringkas. Saat itu, saya menggunakan kamera Olympus OMD-5 yang sudah dibekali fitur stabilisasi gambar.
- Cahaya akan sangat dibutuhkan dalam proses mengambil gambar di dalam gua. Bawalah senter/headlamp yang terang serta flash eksternal kamera bila diperlukan.
Catatan perjalanan ini merupakan catatan perjalanan dari salah satu rangkaian acara dari Familirization Trip: Explore Kebumen dan Purworejo yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah pada 15 s.d 17 Februari 2017.
PERTAMAX! Loh ada orang yang mirip saya!? Btw jadi penasaran sama Superman’s Big Sister
lhoh. itu siapa yaa.
Sudah lama aku rindu untuk telusur goa Nif. Begitu baca yang ini, hasrat untuk berpetualang di perut bumi bergelora lagi. hahahaha. Aku taruh di bucket list ah goa ini 😉
ayo mba. sebelum ke goa ini, mampir dulu ke Jogja. haha.
Goa nya sangat” mahakarya banget mas. Apik banget dah pokok nya..
iya mas. baru sepertiganya nih
Hannif jago tenin motret e, goa yang biasanya gelap minim cahaya bisa seapik itu ya poto-potonya?
Pak Yudi pastine sabar tenan memandumu :p
itu gegera siapa kameramannya. haha.
pak yudi meski sabar.
Sip. Semoga bisa ke sini
Tulisan yg bagus. Aku jd baper pengin ksana lg… *pdahal utang aja blm dibayar* x_x
Thanks mas Aji Sukmana.
Lunasi. haha
Koe kok ora tau ngoneke tulisanku bagus???
nah. tengkar
wih sekarang komennya langsung. nggak kayak dulu pake isi nama dll wkwkw. asik nih
haha. berkat Mas Alid Abdul, si blog hits asal Jombang
eh ini biaya masuk susur goa-nya berapa, Nif?
300 ribu untuk 6 orang mas
Ayokk… Remidi yok..
ah. kamu kan balek duluan. ga kuat uji nyali di gua
Hmmm Ujinyali.
Harus join saya kalau yang begini
Niatt juga ya bawa coverall dewe hahaha. Dannn gugling gambar SUperman Big Sister’s yang dimaksud, Njirrrr uapikkk ada lubang cahaya jadi semacam air terjun gitu. Yen mengagendakan mrono maneh, daku melu ya, Nif.
Emak apik mas. air terjun tertinggi. 32 meter je.
Aku emang niat. soale diundang. haha
ayok mas. nunggu tuan rumah mas Iqbal Kautsar
Goanya keren yaa.
apalagi masuknya basah2an gitu..
dingin dah pastinya.. *siap2 masuk angin kayaknya tuh*
alhamdulillah. aman dr masuk angin
wah, iya mas. Gua Barat cukup terbilang ekstrim mas.
Nyesel kmrn ga ikut masuk goa…tks hanif..tulisan dan fotomu super keren..terlebih goa nya uiiinndah bgt ya
terimakasih Mba e. Hehe. Wah, serius., sayang banget kalau g masuk gua ini