Benowo memang ditakdirkan menjadi desa yang kaya sumber daya. Desa Wisata Benowo terlalu sayang untuk dilewatkan. Desa ini jauh dari hingar-bingar kendaraan yang memekakkan telinga. Perlulah orang kota sesekali datang menyambanginya. Bertukar pengalaman dengan mereka yang hidup harmonis bersama alam.
*****
Setengah perjalanan telah dilalui, melewati pepohonan lebat bak perkebunan yang menghampar luas. Nyanyian serangga pohon turut meramaikan jalanan malam. Saya mengamati mereka, yang tengah mendekap tas bawaan agar tak terguling jatuh. Sang juru mudi terlihat kerepotan pada medan yang makin menanjak. Jantung saya berdegup kencang ketika mesin mobil mati di tanjakan tinggi. Mujurnya, juru mudi terbiasa dalam keadaan seperti ini. Sigap ia menarik tuas remnya. Kemudian mengatur kembali kemudi, mengantar kami tiba di Desa Wisata Benowo.
Tiba di Desa Wisata Benowo
Sebagai tamu, tak elok jika saya menolak suguhan makanan lokalnya. Bajingan salah satunya. Ketela rebus yang telah dilumuri gula aren ini terasa nikmat diganyang dalam suasana lapar. Seteguk wedang baceng adalah pelepas dahaganya.
Baceng diramu dari air aren (badek) dan cengkeh. Rasanya yang hangat terasa pas di tengah suasana dingin khas pegunungan. Jelang tengah malam, sebagai hiburan, jathilan pun digelar di halaman rumah tempat saya menginap. Mungkin karena kenyang, usai pertunjukan kesenian jatilan, tanpa bercakap panjang saya langsung beristirahat. Saya melewati malam pertama dengan menempati ruangan yang menampung lebih dari 15 orang.
Menikmati pagi di Gunung Kunir
Celaka! Saya tidur terlalu nyenyak dan bangun paling terakhir. Pagi buta, sebelum fajar menyingsing, sekitar pukul lima, saya beranjak menikmati keindahan baskara pagi dari atas gunung. Desa Wisata Benowo adalah desa yang jauh dari bising. Terletak di Kecamatan Bener, Purworejo, kawasan ini belum tersentuh polusi seperti yang dialami kota-kota besar. Dengan menumpang ojek masyarakat lokal, saya diantar menuju puncak Gunung Kunir.
Tempat tetirah ini bagaikan pacuan adrenalin yang membuat jantung berdegup kencang. Jalan cor yang berlumut itu membentang jauh mengantar saya sampai lokasi parkir Gunung Kunir. Saya masih harus jalan menanjak, mengatur napas yang iramanya tak karuan. Sementara semburat mega mulai nampak merayu manja. Membuat langkah kaki saya tak bisa diajak rehat barang sebentar saja. Ah… Sampai juga di Gunung Kunir.
Perbukitan terbentang indah bukan kepalang. Kabut menggerayang lembah dan pepohonan. Ia bagaikan selimut raksasa yang menemani tidur malam makhluk hidup yang ada di sana. Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, empat kawanan gunung ini menjadi latar pelengkap pemandangan disilau matahari. Dibatasi rimbun pepohonan yang hijaunya menenangkan mata. Disuguhi suara alam yang mengalun bagai terapi indera yang mendamaikan suasana hati.
Saya duduk menghadap ke timur. Menyesap oksigen pegunungan dalam-dalam. Langit yang gelap perlahan menjelma cerah. Hamparan kabut masih enggan diusir pancaran mega. Momen seperti ini tentu yang dirindukan banyak orang. Siapa pun, pasti terpesona menyaksikannya.
Meski dihadapkan dengan keterbatasan memasarkan daerahnya, untuk mengenalkan potensi baru, masyarakat secara mandiri menyulap puncak Gunung Kunir menjadi tempat yang ramah wisatawan. Tidak seperti ruang publik yang terlalu banyak bangunan permanen. Cukup memanfaatkan sumber daya hutan yang ada, mereka menata apik membangun spot untuk berfoto. Sambil menanti mega beranjak tinggi, saya melihat Mas Badai sumringah merekam panorama. Maka, sempatkanlah berfoto ria bersamanya.
Saya kembali diajak menyambangi potensi lain dari Benowo. Dengan menumpang ojek yang sama, saya dipaksa harus mencicipi pacuan adrenalin dengan medan yang lebih ekstrim. Jalanan meliuk dan licin membuat saya harus mengatur gerak pangkal paha bagian belakang. Lagipula, tanpa ojek, mana mungkin saya kuat berjalan kaki?
“Kulo nuwun, Pak”, sapa saya ketika bertemu masyarakat lokal yang sedang beraktivitas di sana. Meski hanya beberapa kata, saya bisa sedikit berbincang dengan warga sebagai tuan rumahnya. Saya menjumpai warga dengan beragam aktivitas.
Curug Benowo
Bukan hanya Gunung Kunir yang dijadikan primadona. Pengunjung pun akan terkejut manakala menyaksikan panorama air terjun/curug yang menyejukkan indera. Pada bantaran Curug Benowo, saya sempatkan berfoto ria mengabadikan lanskapnya. Airnya masih keruh akibat diguyur hujan semalam. Hidangan sarapan ala pedesaan turut disajikan.
Pilihan saya jatuh pada pisang rebus. Saya juga berkesempatan mengecap seduhan kopi khas Benowo. Aromanya memang tak jauh beda dari kopi biasanya. Dari aroma dan rasanya, dapat ditebak kopi Benowo ini berjenis robusta. Saya tengah membayangkan bagaimana kopi ini diseduh tanpa gula. Tentu, akan lebih berselera saya nikmati kekhasannya.
Petilasan Bangeran Benowo
Puas dari Curug Benowo, saya diajak kembali bertualang. Jalanan menanjak desa yang berliku dihiasi deretan pohon jati dan buah-buahan. Saya diantar menuju tempat petilasan. Penggunaan nama Benowo memang tak sembarang pilih. Bersama Sang Juru Kunci, ihwal petilasan Benowo saya tanyakan. Lewat gawai pintar, penjelasannya saya rekam.
Penyematan nama Desa Benowo diambil dari kisah Pangeran Benowo (Prabuwijaya) yang pernah berjaya pada masa Kerajaan Pajang (1586-1587). Putera dari Hadiwijaya atau yang akrab dikenal Jaka Tingkir ini sempat mengaso di sini. Tepat di samping pesanggrahan, terdapat makam para pengawalnya yang kerap dipadati peziarah pada Selasa dan Jumat Kliwon.
Bagi para peziarah petilasan Pangeran Benowo, biasanya mereka datang dengan mengharap cipratan mukjizat dari banyak keinginan. Jabatan, kelancaran rezeki, kesehatan dan harap lainnya telah menjadi sugesti yang kerap mendatangkan banyak peziarah luar kabupaten. Sang Juru Kunci pun menambahkan, bahwa salah satu nazar KH Abdurrahman Wahid yang juga presiden RI ke-4 adalah berziarah ke petilasan eyangnya, yakni Pangeran Benowo (keturunan ke-12). Sebelum wafat, beliau menitipkan pesan agar masyarakat Desa Benowo rutin menyelenggerakan Merti Desa dengan membuat nasi tumpeng sejumlah Asmaul Husna. Pun syarat itu dilakoni dan rutin diselenggarakan setiap bulan Safar.
Curug Padusan
Tidak jauh dari Petilasan Benowo, terdapat satu curug lagi, yaitu Curug Padusan. Saya tertinggal satu babak dari Aya. Saat saya datang, ia telah beranjak dengan pakaian yang sudah basah. Jika perlu, mendongaklah ke atas langit. Pepohonan pinus menyertai keasrian Curug Padusan. Anugerah alam Desa Benowo melimpahi aroma kesejukan bagi para pelancong seperti saya.
Matahari nampaknya sudah merangkak naik. Tapi tak terasa panasnya. Kami akhirnya memutuskan untuk kembali ke penginapan. Di ruang makan, deretan nampan besar telah berisi lauk dan sayuran khas pedesaan. Dalam satu dulang nasi pecel sebagai santap siang sangatlah berselera. Antara rakus dan lapar, tak ada bedanya.
Rupanya, tak ada yang aneh dari orang yang jatuh cinta. Pada pandangan pertama, akan menentukan proses perjalanannya. Segalanya tiba-tiba berubah menjadi indah. Atau, adakah memang indah dari sananya? Saya mengambil kesimpulan, Benowo memang ditakdirkan menjadi desa yang kaya sumber daya. Desa ini jauh dari hingar-bingar kendaraan yang memekakkan telinga. Perlulah orang kota sesekali datang menyambanginya. Bertukar pengalaman dengan mereka yang hidup harmonis bersama alam.
Baca juga : Inspirasi yang Datang dari Hutan Bambu Andeman, Sanankerto
Catatan perjalanan ini merupakan catatan perjalanan dari salah satu rangkaian acara dari Familirization Trip: Explore Kebumen dan Purworejo yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah pada 15 s.d 17 Februari 2017.
Ya ampuuun lengkap banget. Aku tinggal nyontek aja ini mah. Bahahaha *keplakkk
heh. curang kamu. haha. Yang penting banyakin fotoku di webmu yaak
Wuih ada om gio.. Pemandangan di Gunung Kunir begitu syahdu banget mas. Apa lg ngopi di Air Terjun nya..
Wah. Mas Gio emang kece badai ya. terkenal sejagad travel blogger nusantara.
Iya mas. Nyruput kopinya enak
mantab soul. itu fotonya mas penyiar ngapain dipajang di mari :’). Btw, yg caving itu beda lagi ya mas? Kirain juga dalam rangka famtrip jateng ini
biar insanwisata masuk net tv jg mas. barter. haha.
Yang caving jg famtrip mas. tunggu artikelnya ya
itu kenapa potoku yang di tukang ojek pas merem sik 🙁
fotomu selalu merem e Mas
*sad*
btw jenengku salah kuiiii. edit dong :3
Halah. sing bener ki kepie. jenengmu di ijazah koyo opo sih?
kayak yang diusername ini Nif 🙁
Gallant
duh repot rek. haha. wes tak ganti
Pagi-pagi pas hujan pula baca ini, mulai dari terbawa sama deskripsi tentang sejuk-sejuk terus kekhawatiran lewat jalan licin, liat kabut² tipis, mak krucuk² pas baca tentang pisang rebus dan menyeruput wedhang baceng.
Hanif kamu sekarang jadi doyan kopi tanpa gula? Benarkah itu? Apa cuma pencitraaan? Wkwk
haha. Enak ya? syahdu gitu. Kaya e kamu bakal suka dengan view di sini Mba Dwi. Apalagi kamu penggemar senja. Eaa. aku tau banget ya apa kesukaanmu.
Sebenernya aku doyan, sangat doyan. Cuma tidak terlalu sering minum kopi. Haha. Gaya ya
Dia lagi ngulik2 getah. haha.
Wew. Ternyata nama Benowo ada dimana2 ya. Memang, perjuangan benowo itu kalau dibaca2 mirip kaya seorang wali. bahkan Gusdur pun kabarnya keturunan ke12 dari pangeran Benowo
Lain kali harus kemping ceria nih sepertinya di Bukit Kunir, hahaha
Dulu pernah nulis juga sih tentang Curug Benowo, tapi yang di Semarang, hehehe
Lagian Curug Benowo yang ini itu ada di belakang rumah warga, hahah sangat ideal sekali menjadi rumah idaman asal jalannya gak harus ngebuat motor “ngeden”
Itu getah karet ya mas? yang sedang disentuh oleh Mas Aji Sukma?
ngomong-ngomong, di mana ini voucher umrohnya mas? kok saya gak nemu?
lhoh. iklan pop-upnya g muncul ya buat umroh? haha.
Oalah. Semarang juga punya yaa.
Itu yg dipegang Mas Aji getah pohon pinus 😛
Ayo kegunaannya buat apa? masih kita perdebatkan
aku ya sama, mampir sini mau cari voucher umroh 😀
selamat, anda mendapat balasan dari admin pemilik travel umroh terkenal di Yogyakarta. haha
Bajiangan, nama yang epik, bacanya pun penuh penekanan, eh, ternyata makanan.
Hahaa..pd suka bagian itu ya ternyata
Suasana paginya apikkkk
Iya mas.. sayang pas berawan
Menarik sekali mengetahui masyarakat di sana sudah lebih sadar akan bagaimana pariwisata yang bisa berjalan sejajar dengan kelestarian alam dan budaya. Semoga selalu bertahan wisatanya, ya. Menurut saya ini konsep wisata abadi, sebab lengkap, tak terbatas pada sejarah dan budaya namun ekonomi pun sudah masuk dan semua tidak didasari semangat eksploitasi. Keren banget Mas. Yang membuat penasaran sekarang justru apa arti “benowo” sehingga bisa ada nama serupa di beberapa tempat. Apa petualangan Pangeran Benowo ini sejauh itu? Hehe.
Haha. kenapa aku selalu menunggu komentarmu Mas Gara. karena komentarmu membuat aku ingin segera menambah dan memperbaiki tulisan.
Baik, menurut Sang Juru Kunci, makam Benowo masih menjadi perdebatan. Di Demak juga ada, di Solo juga ada. Tapi yang baru diyakini baru di Benowo ini, Mas. Tapi masih belum jelas. Terkait petualangannya, entah sudah sejauh mana ya Mas. Bahkan Pangeran Benowo juga pernah sanggrah di Kendal.
Sama kaya Brawijaya, yang semedinya berpindah2. Sengaja saya tak menuliskannya lebih dalam mas karena narasumber tak bicara banyak.
Hoo… fenomenanya mirip dengan Pangeran Jayakarta di Jakarta ini, makamnya ada beberapa dan masih jadi perdebatan. Tapi bagaimanapun diambil sisi positifnya saja dulu ya Mas, jadi ada banyak tempat untuk ziarah, tak harus satu… hitung-hitung bagi-bagi rezeki *apasih, haha.
Sip Mas, terima kasih banyak. Tulisan Mas bagus dan menarik, pemilihan katanya juga apik. Saya pun belajar banyak dari tulisan-tulisanmu, hehe.
Benar Mas. Karena para Pangeran jawa terdahulu memang seperti Ibn Batutta ya. Berkelana meskipun hanya di Jawa. Kayanya perlu membedah buku babad tanah jawi. haha.
Terimakasih banyak, Mas. Saya masih harus terus belajar. Beruntung kenal dirimu. Jadi saya bisa nambah referensi dalam pengayaan kosa kata. Apalagi tulisanmu tematik heritage. Btw, aku lagi banyak ingin belajar heritage. Karena Jogja bagiku kota pusaka. Tapi masih sulit menuliskannya.
Nanti kalau saya ke Yogya kita jalan yuk Mas hihi. Sudah lama tidak ke Yogya, dan belum ada satu pun tulisan saya tentang kota itu. Kita sama-sama belajar yak :)).
Pokoknya siap Mas. Japri aja kalau jenengan mau ke Jogja. Aku ajak ke Kota Gede. Hehe
Dua kali saya melihat foto-foto ini, pertama gegara teman famtrip, dan kedua karena temanku naik sepeda ke sini hari Minggu kemarin. Duh Gusti kok ya lokasinya asyik banget buat dikunjungi sepedaan.
yakin nih mau sepedaan? haha.
Emang lokasinya asik bener kok. adem dan tenang. syahdu lah pokoe
Bajingan, bagaimana rasanya? Enak? Di sini apa ya namanya, dulu simbok suka bikin gituan, sekarang jarang digantikan burger dan fitsa #halah
Byuh rasanya pengen nyebur aja lihat blumbang begitu 😀
aku suka sih mas. karena dibalut dengan kemanisan. ea
Masing2 daerah emang bedo. nek gonku yo telo manis. haha.
Halah, Jombang ono burger ta?
Cocok buat pacaran, thanks infonya mas
asem. kamu yo ikut kok
aku penasaran sama minuman dr aren itu aakk..
kemarin pengen bisa gabung tripnya tapi apalah daya daku masi KKN .
Si kunir emang sejuk banget udaranya, Ini benowonya pas gak rame ya.
2 tahun lalu pas ke curugnya rame banget hari minggu sih
*lidia
wah. Lidia sudah sempet ke sini ya? sayang sekali ya pas masih KKN. ku kira udah kelar.
Minumannya enak, anget
Daerah Purworejo memang banyak yg masih hijau kayak Benowo, apalagi dikelilingi perbukitan, save ah buat wishlist Piknik
Iya. apalagi banyak duren
wah perjalananya keceee suka ama pegunungannya serta naik motor lagi
penuh adrenalin mba
Aku baru dengar lho soal Desa Benowo ini dan terlihatnya menarik. Aku kepengen banget coba Bajingan dan Baceng itu. Enak ya Nif? xD
Enak Mba. Anget gitu. hahha.
Ayo ke sini. jangan main di laut aja
Keren! Ini wisata yang memorabilia banget. 😀
Pegunungannya sangat menarik, cakep sekali.
Alam pegunungan betapa suegernya menghirup udara bersih gratis.
alhamdulillah. memang nikmat tinggal di sini
Pemandanganya keren mas,
air terjunya juga indah banget 🙂
Wah ada foto kita berdua, bikin segar ya! Hahaha… *kemudian ditimpuk bajingan*
Menarik nih ternyata ada acara Merti Desa, aku malah ketinggalan info ttg Pangeran Benowo karena cuma diantarkan sampai curug Padusan, mana sendirian..
wkwkw. padahal dari Curug Padusan tinggal jalan kaki.
Foto kita berdua makin banyak dapat komentar btw. sebagai penglaris. haha
kaaaan, saya yg warga purworejo juga belum pernah kesini hehe ._.
kemarin ikut daftar yg famtrip ini juga, tapi apa daya kalah sama blogger-blogger yg lebih kece 🙂
di purworejo diajak muter kemana aja mas? goa seplawan? pantai?
Wah. Sy g kece mba. Semoga lain waktu bisa ikutan trip ya..
Seplawan, rafting bogowonto, sama benowo aja mba. Purworejo cakep ya!
Kalau Pangeran Benowo nya sendiri dimakamkan di situ atau cuma petilasannya saja yang diabadikan jadi nama desanya Nif? Selain memang tempatnya yang asik, aku tertarik juga dengan kisah sejarah di balik namanya.
Baru makam prajuritnya aja yang ziarah sudah banyak. Apalagi kalau Pangeran Benowo nya yang dimakamkan di situ ya? 🙂
Antara makam dan petilasan bro.. masih belum pasti.