No Result
View All Result
insanwisata
  • Tentang kami
  • Catatan perjalanan
    Desa Muncar Moncer

    Sofiyudin Achmad, Sosok di Balik Desa Muncar yang Kian Moncer

    Kampung Nelayan Tanjung Binga

    Buah Manis Pemberdayaan Kampung Berseri Astra di Bumi Malayu

    Monumen Plataran

    Mengenang Pertempuran Plataran

    Desa Tanjung Binga

    Tercurah Asa Teruntuk Tanjung Binga

    Sunset Candi Barong Yogyakarta

    Dolan Bareng Bojo Edisi Candi Barong

    Candi Kedulan Yogyakarta

    Cagar Budaya Indonesia: Menyelamatkan Warisan Peradaban Candi Kedulan

  • Foto & Cerita
  • Portofolio
  • Kegiatan
  • Kontak
  • Tentang kami
  • Catatan perjalanan
    Desa Muncar Moncer

    Sofiyudin Achmad, Sosok di Balik Desa Muncar yang Kian Moncer

    Kampung Nelayan Tanjung Binga

    Buah Manis Pemberdayaan Kampung Berseri Astra di Bumi Malayu

    Monumen Plataran

    Mengenang Pertempuran Plataran

    Desa Tanjung Binga

    Tercurah Asa Teruntuk Tanjung Binga

    Sunset Candi Barong Yogyakarta

    Dolan Bareng Bojo Edisi Candi Barong

    Candi Kedulan Yogyakarta

    Cagar Budaya Indonesia: Menyelamatkan Warisan Peradaban Candi Kedulan

  • Foto & Cerita
  • Portofolio
  • Kegiatan
  • Kontak
No Result
View All Result
insanwisata

Terlambat Datang ke Goa Batu Cermin

by Hannif Andy Al - Anshori
April 3, 2016
5 min read
16

Masih segar dalam ingatan pertama kali mengunjungi tempat-tempat menarik di Flores. Flores tak hanya dikenal dengan Komodo yang perkasa, juga Pulau Rinca dan Padar yang memesona. Selain menyimpan keindahan alam, Flores juga memiliki nilai historis yang unik. Goa Batu Cermin salah satunya. Gua yang terletak di Desa Wae Sambi, Labuan Bajo, Flores ini banyak menarik perhatian para arkeolog dan komunitas pecinta alam. Bayangan tentang gua pastilah tempat dengan lorong yang sempit, gelap, pengap, dan hanya dihuni sekumpulan kelelawar. Meskipun demikian, gua merupakan tempat yang penuh dengan tantangan, uji keberanian, dan petualangan.

DSC00754-01

Rupa stalaktit dan stalakmit sudah nampak saat saya memasuki pintu gua. Tentunya dengan dibekali senter dan pemakaian helm sebagai peralatan safety, saya mulai menaiki anak tangga. Tinggi gua yang hampir 75 meter ini beratapkan batu-batu raksasa yang menjulur ke tanah. Akar-akar pohon pun ikut merambat di antara dinding-dinding gua. Rupanya, Goa Batu Cermin lebih dulu ditemukan oleh bukan orang pribumi. Adalah Theodore Verhoven, seorang arkeolog dan juga pastor Belanda yang menemukan gua ini pada tahun 1951. Setelah itu, pada tahun 1986, gua ini diresmikan menjadi objek wisata. Biasanya, gua juga dihubungkan dengan cerita sejarah umat manusia, entah itu tempat persembunyian dari masa penjajahan, tempat peribadatan, ataupun cerita proses pembentukan gua yang dikaitkan dengan sebuah mitos yang sulit dipercaya. Saya semakin penasaran. Adakah Goa Batu Cermin dibumbui dengan cerita rakyat?

DSC00744-01

DSC00780-01

DSC00763-01

DSC00769-01

Dengan dikawal pemandu lokal, saya mulai memasuki mulut gua mengikuti rombongan. Nasib kurang baik pada saya, tak tersisa pemandu lokal untuk diajak masuk menyusuri gua. Karena dikejar waktu dan penasaran, mulailah saya masuk mengikuti rombongan yang sudah dulu menyusuri gua. Lubangnya yang sempit mengharuskan saya membungkukkan badan, lantas terpaksa merangkak agar muat masuk ke mulut gua. Beberapa meter kemudian, saya bisa bernapas lega karena telah memasuki ruangan yang cukup besar untuk kembali menegakkan badan. Lantas, saya dan rombongan bertanya-tanya, di mana cermin yang dimaksud? Karena minimnya informasi dan tanda interpretasi, saya berusaha mencari-cari, batu bagian mana yang dapat digunakan bercermin. Hasilnya nihil.

DSC00803-01

DSC00794-01

Beruntung salah satu orang dari rombongan saya sudah pernah membaca beberapa referensi tentang Goa Batu Cermin. Dijelaskannya dengan bahasa yang mudah dimengerti dan masuk akal. Ternyata, saya masuk di waktu yang tidak tepat, atau mungkin terlambat. Jam yang sudah menunjukkan pukul satu lebih bukanlah waktu yang pas untuk melihat cermin di dalam gua ini. Ah, sayang sekali. Lantas, tak ada cara yang bisa saya lakukan untuk membuktikan benar adanya cermin pada gua ini. Saya pun berjalan keluar dan bingung pada jalurnya. Gua dengan luas 19 meter dan panjang sekitar 200 meter ini ternyata memiliki banyak pintu lorong. Aneka rupa stalaktit dan stalakmit juga masih terpelihara dengan baik dan nampaknya masih terus mengalami pertumbuhan. Tanpa corat-coret (vandalisme) maupun kerusakan akibat benturan benda keras.

Di bagian lain saat menuju lorong keluar, saya menemukan ruangan yang cukup luas. Di sela-sela dindingnya masih menempel kotoran kelelawar. Saya sengaja mengarahkan sorot senter ke atas, namun tak satu kelelawar pun saya temukan. Hanya terdapat kilauan pada stalaktit dan stalakmit yang disebabkan adanya kandungan garam di dalam air yang mengalir saat turun hujan.

DSC00819-01

DSC00808-01

DSC00842

Tentang bagaimana Goa Batu Cermin ini terbentuk, barulah saya temukan jawabannya ketika bertemu pemandu lokal yang berjaga di lorong pintu keluar. Dalam penelitiannya, Theodore Verhoven menyimpulkan bahwa Pulau Flores dulunya berada di dasar laut. Faktanya, di beberapa dinding gua terdapat fosil-fosil binatang laut seperti ikan dan kura-kura. Fakta lain tentang penamaan Batu Cermin akhirnya juga saya dengar langsung dari pemandu lokal. Hal ini disebabkan oleh cahaya matahari masuk melalui salah satu lubang gua. Namun biasanya, sinar matahari dapat masuk tepat pada pukul 12.00 WIT karena pada waktu tersebut kemiringan sinar matahari akan masuk ke area celah langit-langit gua dan memantul ke dalam, kemudian direfleksikan oleh dinding gua yang berkarakter memantulkan kembali cahaya sehingga area dalam gua menjadi terang. Itulah sebabnya kami tak melihat sedikitpun cahaya matahari yang masuk pada celah lubang gua pada pukul satu lebih. Fenomena ini juga dapat dilihat dengan jelas ketika saat terjadi hujan. Dimana ketika air hujan menggenang dan terkena sinar matahari, konon dapat membuat kita melihat wajah sendiri di air hujan yang menggenang.

DSC00862
Fosil ikan yang menempel di dinding Goa Batu Cermin

Berbeda jika harus percaya pada mitos Gua Batu Cermin. Menurut mitos yang beredar, sejarah Gua Batu Cermin berhubungan dengan bidadari atau yang biasa disebut ‘Darat’ oleh masyarakat Manggarai. Setiap bulan purnama, para bidadari berkumpul di Batu Cermin untuk prosesi ritual tolak bala.

Memahami asal-usul keduanya sungguh membingungkan. Namun petualangan di Gua Batu Cermin sungguh mengesankan. Di antara gelap dan terang, akan mendapatkan pengetahuan yang berbeda. Begitu pula ketika saya melihat fosil di antara dinding-dinding gua. Adanya fosil ikan dan kura-kura bukanlah sesuatu yang biasa. Adakah peradaban manusia purba yang ikut campur tangan pada peletakan hewan laut berupa ikan dan penyu? Akhirnya, mau tidak mau, memasuki Gua Batu Cermin kembali membawa saya pada imajinasi bayangan masa purba dan bentukan alam. Tatkala Flores dulunya berada di dasar lautan yang kemudian terangkat ke permukaan.

DSC00832

DSC00830

Lokasi Gua Batu Cermin

Tags: pesona indonesia
Previous Post

Berkeliling ke Negeri Atas Awan, Dieng

Next Post

Goa Gelatik: Indahnya Tempat Bertapa Prabu Anglingdarma

Hannif Andy Al - Anshori

Hannif Andy Al - Anshori

Suka bertualang untuk menikmati peninggalan sejarah, budaya, dan berinteraksi dengan masyarakat lokal. Sangat senang jika bisa berbagi cerita dan informasi kepada orang lain.

Related Posts

Desa Muncar Moncer
Catatan perjalanan

Sofiyudin Achmad, Sosok di Balik Desa Muncar yang Kian Moncer

Desember 31, 2021
Kampung Nelayan Tanjung Binga
Catatan perjalanan

Buah Manis Pemberdayaan Kampung Berseri Astra di Bumi Malayu

Desember 31, 2020
Monumen Plataran
Catatan perjalanan

Mengenang Pertempuran Plataran

Januari 8, 2020
Desa Tanjung Binga
Catatan perjalanan

Tercurah Asa Teruntuk Tanjung Binga

Desember 16, 2019
Next Post
Goa Gelatik: Indahnya Tempat Bertapa Prabu Anglingdarma

Goa Gelatik: Indahnya Tempat Bertapa Prabu Anglingdarma

Comments 16

  1. Aqied says:
    6 tahun ago

    Kirain cerminnya gak mau nongol karna takut kamu selfiin.

    Tp goanya keren ya bisa ada fosil ikan dan kura kura. Kalo flores dulunya di dasar laut, kira kira pulau mana lagi ya yg sama sama dulunya di dasar laut

    Balas
    • insanwisata says:
      6 tahun ago

      Cerminnya sudah pecah duluan sebelum aku ngaca. Takut kegantengannku membuat para “Darat” jatuh cinta. Haha. Pasti adalah gua di dasar laut, tanya Pak Cahyo coba

      Balas
  2. Nasirullah Sitam says:
    6 tahun ago

    Mau ke sana ahhh, mau semedi, siapa tau dapat wangsit kakakkakakak

    Balas
    • insanwisata says:
      6 tahun ago

      Pake sepeda ke sananya mas, baru nanti dapat wangsit. Biar greget

      Balas
      • Nasirullah Sitam says:
        6 tahun ago

        Baiklah ke sana aku naik kuda saja, biar lebih terasa 😀

        Balas
        • insanwisata says:
          6 tahun ago

          kuda laut mas? haha

          Balas
  3. Hastira says:
    6 tahun ago

    aduh goanya keren banget ya

    Balas
    • insanwisata says:
      6 tahun ago

      makasih Mba. Iya. emang keren pake banget. Jangan lupa mampir sini yakk

      Balas
      • insanwisata says:
        6 tahun ago

        Sini mas semedi.. biar enteng jodoh

        Balas
  4. budy | www.travellingaddict.com says:
    6 tahun ago

    wah tempatnya epic buat foto di instagram, hehehe

    Balas
    • insanwisata says:
      6 tahun ago

      Haha. iya mas, epic banget juga buat prewed

      Balas
      • insanwisata says:
        6 tahun ago

        Sama blogger kece kaya yuki, mba sat, sefiin. pilih mana ya. hahaa

        Balas
  5. evi says:
    6 tahun ago

    Saya waktu masuk ke sini juga telat. Menurut teman yg tinggal di sana sebaiknya memang di bawah pukul 11. Tapi masih beruntung masih melihat sisa ROL nya

    Balas
    • insanwisata says:
      6 tahun ago

      Wah berarti g tentu y waktunya.. harus nongkrong dr jam 10an kalau gt. Hehe

      Balas
  6. angkisland says:
    6 tahun ago

    wah flores memang sesuatu yang perlu dijamah lebih banyak ya mas mantap dah…

    Balas
    • insanwisata says:
      6 tahun ago

      Iyes, kapan2 kamu kudu ke sini

      Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

© 2022 a storyteller

No Result
View All Result
  • Tentang kami
  • Catatan perjalanan
  • Foto & Cerita
  • Portofolio
  • Kegiatan
  • Kontak

© 2022 a storyteller