Siang itu, aku mengekor Pak Sukis dan Mas Angga menuju sebuah pintu kecil di bawah permukaan tanah. Kulirik sebentar papan kecil penunjuk arah, bertuliskan “GOA GELATIK”. Belum masuk ke dalam, gerah sudah terasa. Aku bahkan tak sanggup membayangkan bagaimana jadinya aku di dalam sana. Sungguh baik Pak Sukis dan Mas Angga, mereka mengajak berdoa sejenak sebelum masuk gua. Yang aku minta ialah keberanian untuk berlama-lama di dalam sana demi mendapat pengalaman berharga. Dengan nyali ciut, kuberanikan melangkah lebih jauh menyongsong ruangan gelap.
Belum jauh, lorong gua sudah menyempit dan menanjak. Berbekal cahaya dari sebuah senter dan sebuah headlamp yang masing-masing digenggam Pak Sukis dan Mas Angga, aku berjalan membungkuk. Di balik lorong kecil, ada anak tangga dari kayu menyambut. Aw! Kepalaku terantuk stalaktit kering yang menggantung pada atap gua. Kalau saja tak ada helm yang terpasang, benjol kepalaku. Tak hanya sampai di situ, masih harus masuk jauh ke dalam untuk menyusuri sampai ruangan gua yang terakhir. Dengan hati-hati aku berjalan di atas tanah lembab. Bukan becek karena hujan, melainkan lembab oleh tetesan air dari stalaktit yang masih aktif.
Lagi-lagi aku berjumpa dengan lorong sempit. Yang ini lebih sempit dari sebelumnya. Jika tadi aku hanya perlu membungkuk, kini aku harus merangkak. Merangkak sejauh 15 meter bukan pekerjaan yang mudah. Kadar oksigen yang rendah membuatku sulit menghirup udara segar, serta ruang pengap membuatku semakin gerah. Namun aku tak boleh menyerah. Sudah sejauh ini, aku yakin pasti perjuangannya setara dengan apa yang akan kuperoleh. Aku terus merangkak di atas tanah lembab, membiarkan telapak tangan kotor kecoklatan.
Keluar dari lorong, batu kapur yang ukurannya amat besar menyambut dengan gagahnya. Ia memiliki kerlap-kerlip bak permata di sekujur badan. Rupanya ia masih aktif untuk tumbuh semakin besar. Ia menempel pada dua sisi gua, atap, dan alas. Ia juga yang jadi penyangga gua, layaknya pondasi pada sebuah bangunan. Belum selesai dibuat terkesima dengan batu besar, pemandangan di baliknya sontak membuatku ternganga. Tatkala mata senter diarahkan ke atap gua, ratusan kelelawar berterbangan sembari bercicit galak. Aku dibuat merasa bersalah telah mengganggu waktu tidur siang mereka. Hewan-hewan nokturnal itu segera berpindah ke tempat yang lebih gelap. Kubiarkan para kelelawar mungil mencari tempat aman untuk kembali mencengkeram atap gua dengan cakarnya, bergelantungan, dan melanjutkan mimpi indah. Sementara itu, Pak Sukis memulai ceritanya. Cerita rakyat khas Tanah Jawa.
Konon, Goa Gelatik merupakan tempat Prabu Anglingdarma bertapa. Nama Gelatik sebenarnya diambil dari dua kata dalam Bahasa Jawa, gela dan sithik. Kala Sang Prabu bertapa di Goa Gelatik, seseorang mengganggu ritualnya yang sakral. Prabu Anglingdarma–yang juga salah seorang keturunan dari Arjuna–pun geram. Ia kecewa, tapi hanya sedikit. Bagaimana ia bisa kecewa berlebihan jika yang mengganggunya seorang gadis cantik jelita? Berangkat dari kisah itu, gua tempatnya bertapa disebut Goa Gelatik. Prabu Anglingdarma gela (kecewa), tetapi hanya sithik (sedikit). Tak hanya Prabu Anglingdarma, hingga kini pun terkadang Goa Gelatik masih dijadikan tempat bertapa. Di waktu-waktu tertentu, khususnya pada tanggalan Jawa, akan ada seseorang bertapa di gua. Jika ada barisan kerikil di mulut gua, orang lain tak diperbolehkan masuk. Barisan kerikil itu merupakan tanda bahwa ada yang sedang menjalankan ritual pertapaan.
Mendengar kisah yang dituturkan Pak Sukis di ruang utama gua yang gelap sembari diiringi cicit kelelawar merupakan pengalaman tak terlupakan. Meskipun samar-samar aku bisa mengendus bau kotoran kelelawar, sama sekali tak jadi masalah. Ruangan utama di ujung gua ini memang yang paling luas dan sangat tertutup dari dunia luar, paling cocok untuk kelelawar bermukim di dalamnya. Selain disambut kelelawar yang berterbangan, aku juga bisa langsung menyaksikan proses menetesnya air dari stalaktit yang masih hidup. Aku tak berani memegangnya, bahkan mendekatinya. Terlalu sayang, juga terlalu takut untuk merusaknya.
Semakin lama berada di sana, semakin wajah dan punggungku mandi keringat. Aku tak mau tenagaku habis untuk berebut oksigen di dalam gua yang gelap, sementara aku masih harus membungkuk dan merangkak menuju jalan keluar. Ornamen gua karst memang indah dipandang, tapi kadar karbondioksida tinggi yang dihasilkannya membuatku tak bisa terlalu lama berada di dalam. Mas Angga pun mengarahkan senternya dan memandu rute keluar.
Aku mengekor setelah memastikan para kelelawar kembali pulas dalam tidurnya. Prabu Anglingdarma memang tak salah memilih tempat bertapa. Meskipun Goa Gelatik gelap dan sunyi jauh di bawah tanah, keindahan yang tersimpan sungguh memesona. Mengeksplor Goa Gelatik merupakan perjalanan wisata petualangan yang terbalut sejarah lokal. Semoga kalian yang mengunjunginya esok juga sadar bahwa Goa Gelatik harus tetap terjaga alam dan sejarahnya, sehingga kehidupan di sekitarnya pun senantiasa seimbang.
P.S : Kami (insanwisata) sudah tiga tahun lebih mengenal Dewa Bejo. Dan kami selalu merekomendasikan, jika berwisata ke kawasan Bejiharjo, mampirlah di sekretariat Dewa Bejo. Gunakan peta di bawah ini untuk memudahkan perjalanan menuju sekretariat Dewa Bejo.
Informasi dan Pemesanan
Wisata Offroad Gunungkidul
Lokasi: Dewa Bejo, Karangmojo, Gunungkidul
Harga: Rp30.000,00
Contact Person: Arif Sulistyo (085741973511)
Twitter: @goapindul_GK – IG : @goapindul
Informasi : desawisatabejiharjo.net
Tips: Perlu diketahui, sepanjang jalan akan banyak jasa antar yang menawarkan paket wisata di kawasan Bejiharjo. Sebaiknya konfirmasi terlebih dahulu dengan pihak Dewa Bejo agar tidak kebingungan saat ditawari oleh jasa-jasa lain selama perjalanan menuju Bejiharjo. Jika sudah konfirmasi kedatangan, Mas Arif dan kawan-kawan akan senang menjemput wisatawan di titik lokasi terdekat.
Lokasi Goa Gelatik
Ngerasain blackout yg bener benerr gelaps bzanget ya baru pas di gua ini
Ngerasain ditiup naga merah ga?
Oke fix kunjungan berikutnya di Yogya kudu mblusuki goa-goa 😀
Btw ini lokasinya deket ama Goa Pindul, bisa seharian dari body rafting lanjut susur goa nggak ya?
Bisa banget mas Halim. Pake temen2 Dewabejo aja yang menyediakan paket wisata ini
kok yang cerita itu nggak diceritain hahahaa
Cerita apa? Cerita ttg renungan?
Wisata ke sini kalau cuma sendirian kayaknya agak2 merinding juga yak. Eh, tapi kalau namanya bertapa masa mau ramean yak. Jogja ternyata masih punya banyak tempat wisata yang tersembunyi yak.
Haha, kalau bertapa ramai2 juga asik kok mbaa. Ini sebenarnya sudah lama dipromosikan, cuma belum ramai aja sih yg datang ke sini. lebih pada milih gua pindulnya
Wahhhhh,, kren goanya,, Pengen liat langsung juga jadinya..:)
Yuk kesini, hubungi DewaBejo yak
Itu kelelawarnya sama namanya “kampret” kayak di goa sebelah kah? Kayaknya aku butuh wangsit mau semedi di sana 😀
Iya mas.. ayok sini semedi. biar enteng jodoh