Pukul 04.30 WIB ketika kupandang semburat mentari terbit bersamanya. Disini, di tepi lembah bukit Pananjakan di dusun Seruni aku berdiri. Ini kali kedua kami berjumpa, dan aku masih jatuh cinta padanya. Sama seperti sebelumnya, ia tak sendirian, beberapa kawan mengiringinya. Tampaknya ia masih terlelap berselimut putihnya kabut. “Selamat pagi, gunung Batok,” sapaku, tak lupa sembari tersenyum.
Hari semakin terang, ia mulai memamerkan lekukan tubuhnya yang hijau subur. Aku tak sabar untuk segera menghampirinya. Juga tak ingin berlama-lama menatapnya dari kejauhan. Saking riangnya, terkadang aku berlari-lari kecil selagi menuruni bukit. Segera aku melompat ke atas Jeep dan berdiri sambil berpegangan pada tiang atapnya yang dibiarkan terbuka. Semakin mendekatinya, ia malah semakin tak tampak karena kabut masih bercengkrama dengannya.
Kini, yang kuinjak bukan lagi jalanan berbatu, melainkan hamparan pasir hitam yang entah seberapa luasnya. Pura Luhur Poten menyambut kedatanganku, “apakah kau menjaganya dengan baik?” tanyaku dalam hati. Di sebelahnya kutatap gunung Batok yang seakan mengangguk mengiyakan. Senyumku mengembang, ada rindu yang pecah terbawa udara pagi. Lagi, dipeluknya aku oleh lekukan hijau yang berbaris rapi mengitari permukaan tubuhnya.
“Kenapa namanya Gunung Batok, hayo?” tanya Mbah Mat, pemanduku.
“Karena bentuknya kayak batok kelapa,” jawabku yakin. Ya, amarah Resi Bima membuat batok kelapa yang dilemparnya berubah menjadi gundukan indah yang dikagumi banyak orang. Bukan salah Resi Bima dan kawanan iblisnya jika mereka tak bisa menyelesaikan galian seluas laut dalam satu malam. Rara Anteng punya akal curang demi menggagalkannya. Ia palsukan pagi sebagai bentuk kesetiaannya pada pemuda segagah Jaka Seger, bermaksud untuk menolak lamaran Si Perampok Sakti.
Tak heran jika aku bukan satu-satunya manusia yang terkagum-kagum pada pesona gunung Batok. Ada cinta dua sejoli yang terpancar abadi disana. Dua sejoli, Rara Anteng dan Jaka Seger, yang menjadi asal-usul hadirnya masyarakat Tengger saat ini. Lantas, Resi Bima dengan perannya sebagai Si Perampok Sakti? Berjuta terimakasih untuk ia dan cangkul batok kelapanya. Andai ia tak marah, mungkin tak akan ada gunung Batok yang berdiri gagah disana. Yang kutahu, begitulah legendanya.