Sudah pernah mendengar nama Raja Ampat? Sebuah pulau yang menjadi incaran pecinta bawah laut dari seluruh dunia. Mimpi berkelana ke timur Indonesia sudah menjadi bagian yang ditanamkan banyak traveler seperti saya. Tak heran kenapa banyak juga traveler yang rela merogoh kocek puluhan juta rupiah untuk bisa sampai ke tempat ini. Bayangan negeri yang dikuasai 4 Raja pun terlintas di bayangan saya. Betapa adilnya mereka berbagi kuasa di tanah seindah ini. Tak seperti dunia luar mereka yang mengoceh berisik ingin menguasai negeri ini dengan modus janji manis.
Jika New York memiliki WTC (World Trade Center) yang dengan megahnya berdiri bersama 110 gedung lantainya. Masyarakat Raja Ampat lebih cerdas menyulap bangunan tertinggi di dunia menjadi pantai yang menjadi kawasan perekonomian Distrik Waisai. Nelayan tak usah jauh-jauh melaut. Cukup melemparkan kail pancing di sembarang tempat, mereka akan dapati ikan-ikan. Adalah Pantai Waisai Torang Cinta yang sekaligus menjadi spirit masyarakat Distrik Waisai yang baru membangun kawasan pariwisata.
Pantai Waisai Torang Cinta terletak di Distrik Waisai. Dibutuhkan waktu 15 menit jika kita bergerak dari kantor Bupati. Cukup membayar tukang ojek dengan tarif Rp20.000,00 kita akan diantar cepat sampai tujuan. “Bisakah kita pelan-pelan sambil menikmati perjalanan?” bisikku kepada tukang ojek. Dan dengan logatnya mereka membalas, “Maaf pak, dikejar waktu”. Maka hanya butuh waktu beberapa detik untuk mengencangkan pegangan pada pinggang tukang ojek.
Rasa letih dan lapar sudah tak lagi menghantui ketika disambut dengan gapura bekas Festival Raja Ampat. Tak ada penarikan retribusi untuk masuk kawasan pantai WTC ini. Di kejauhan sudah terlihat beberapa orang sedang bersiap melemparkan kailnya. Waktu itu masih pagi, tampaknya saya bangun mendahului orang-orang Raja Ampat. Kami hanya mendapati bapak dan anak yang dengan akrabnya memainkan kailnya untuk mencari ikan. Perbincangan hangat mengalir begitu saja, entah kenapa di tempat-tempat seperti ini semua orang seperti keluarga. Sepi wisatawan membuat pantai ini hanya dinikmati oleh saya pribadi.
Tak banyak aktivitas yang saya jumpai di pantai ini. Seakan angin juga mengerti maksud kedatangan saya kemari. Sepoinya mengindahkan pepohonan kelapa di sekitar. Setiap perjalanan pastilah memiliki cerita tersendiri. Seperti bapak dan anak yang sejak tadi saya temui, ternyata mereka adalah pendatang yang juga mengadu nasib di Waisai. Hal ini sering saya jumpai ketika mampir di warung makan, di kios, bahkan tukang ojek di Waisai kebanyakan adalah pendatang yang semangatnya melebihi kita yang dimanjakan oleh teknologi dan materi yang berlimpah.
Sambil menghabiskan waktu dengan memotret WTC, saya dikagetkan dengan hasil tangkapan ikan si Anak tadi. Satu menit berlalu, satu ikan ditangkap. Begitu seterusnya. Decak kagum tiada henti-hentinya terdengar dari mulut bagaimana saya mengagumi Raja Ampat. Tak menggunakan pancingan mahal seharga jutaan ataupun ratusan ribu. Hanya bermodal kail dan senar mereka bisa mendapatkan banyak ikan. Saya penasaran dengan cara mereka memancing. Sepintas saya melihat mereka melemparkan kail. Beningnya air di pantai ini menampakkan pada kita bagaimana ikan-ikan mulai datang berebut makanan. Mengagumkan.
Selain ombaknya yang tenang dan cerah kebiruan, yang membuat WTC ini tak kalah dari pantai kebanyakan adalah hamparan pasirnya yang luas. Bisa saja kita bersantai bersama keluarga di bawah pepohonan kelapa sambil menyapa matahari yang perlahan naik. Atau sebagai lokasi foto bersama bangunan monumennya. Tak usah khawatir bagi wisatawan yang belum mendapatkan tempat bermalam. Sepanjang WTC telah disediakan banyak homestay, cottage, dan hotel melati seperti Waisai Indah. Nampaknya, pemerintah daerah sudah mulai memperhatikan pariwisata di Waisai.
Tanpa terasa, saya sudah mulai bosan dengan pantai WTC. Dan saya memutuskan melanjutkan perjalanan ke pantai Waieo, Orfur, dan sekitarnya atas rekomendasi si Bapak tadi. Sampai jumpa WTC. Seperti namamu, Waisai Torang Cinta. Kau telah membuatku jatuh cinta pada Raja Ampat, khususnya Waisai.














Ah kenapa pantainya dibangun tulisan abjad gede gede sih hehehe
Haha. iya bro. biar semua bisa membaca mungkin. terimakasih sudah berkenan mampir di tulisan saya 🙂
keep writing !