No Result
View All Result
insanwisata
  • Tentang kami
  • Konsultan
  • Catatan perjalanan
    Praktisi pariwisata dan desa wisata

    Menjadi Pengajar

    Sunrise Candi Plaosan

    #KelanaKai: Sunrise Candi Plaosan yang Kesiangan

    Desa Muncar Moncer

    Sofiyudin Achmad, Sosok di Balik Desa Muncar yang Kian Moncer

    Monumen Plataran

    Mengenang Pertempuran Plataran

    Desa Tanjung Binga

    Tercurah Asa Teruntuk Tanjung Binga

    Sunset Candi Barong Yogyakarta

    Kembali ke Candi Barong

  • Foto & Cerita
  • Portofolio
  • Kontak
  • Tentang kami
  • Konsultan
  • Catatan perjalanan
    Praktisi pariwisata dan desa wisata

    Menjadi Pengajar

    Sunrise Candi Plaosan

    #KelanaKai: Sunrise Candi Plaosan yang Kesiangan

    Desa Muncar Moncer

    Sofiyudin Achmad, Sosok di Balik Desa Muncar yang Kian Moncer

    Monumen Plataran

    Mengenang Pertempuran Plataran

    Desa Tanjung Binga

    Tercurah Asa Teruntuk Tanjung Binga

    Sunset Candi Barong Yogyakarta

    Kembali ke Candi Barong

  • Foto & Cerita
  • Portofolio
  • Kontak
No Result
View All Result
insanwisata

Mengakrabi Romantisme Borobudur nan Penuh Teka-teki

by Hannif Andy Al - Anshori
Agustus 15, 2019
13 min read
14

Dikisahkan, pada pertengahan abad ke-8, hiduplah Rakai Panangkaran, penguasa Kerajaan Medang. Ia punya keinginan untuk membangun candi yang menggambarkan Dasabhumi Bothisattva, tempat peribadatan umat Buddha, sekaligus sebagai lambang kejayaan Wangsa Syailendra.

Ialah Gunadharma, perancang sekaligus arsitek Candi Borobudur. Dataran Kedu dipilih lantaran dekat dengan gunung dan sumber batu, tidak jauh dari tempat tinggal penduduk, juga memiliki tanah yang subur. Selama beberapa hari, Raja bersama Gunadharma bermalam untuk memastikan lokasi yang dipilih telah sesuai. Di atas langit, ia melihat bintang Ashwini, kediaman agung dewa kembar penguasa surga, yakni Nasatya dan Dasra.

Pembangunan candi melewati banyak suka maupun duka. Di era Raja Samaratungga, berselang 75 tahun, tepatnya pada tahun 825 M, pembangunan Candi Borobudur rampung. Bentang alam berupa dataran tinggi berbukit yang dikelilingi gunung tinggi Pegunungan Menoreh, Merbabu, Sumbing, Sindoro, dan Merapi menjadi latar pemandangannya. Tata ruang yang sudah disesuaikan dengan makna dari Syailendra, yakni ‘Penguasa Gunung’.  

Candi Borobudur

****

Sebagai UNESCO World Heritage Site dan ikon warisan budaya Indonesia kelas dunia, Borobudur menyimpan beribu teka-teki. Tumpukan batu-batu perkasa yang penuh dengan pahatan itu bukan hanya menjadi objek gambar yang menjadi hiasan unggahan media sosial. Bangunan yang sarat akan sejarah ini bak buku yang tak kunjung habis dibaca.

Semua berusaha meneroka lewat ramalan dan penerawangan, kajian-kajian arkeologis pun dikemukakan. Bagaimana, berapa lama, dan siapa yang membangun mahakarya semegah ini? Seakan-akan, Borobudur muncul secara mendadak.

Lima belas tahun silam adalah pertama kali saya mengunjunginya. Sampai sekarang, candi itu tetap tampak sama. Namun semakin dewasa, saya ingin lebih banyak mengakrabi sisi romantisnya.

Menyaksikan Matahari Terbit dari Punthuk Setumbu

Perjalanan mengakrabi sisi romantis Borobudur sudah saya rencanakan sejak jauh hari. Satu bulan sebelumnya, saya juga telah memesan satu kamar homestay di Dusun Ngaran, Desa Borobudur. Sistem pemesanannya pun digital. Saya juga dapat mengakses detail informasi kamar melalui website resmi Balkondes Borobudur atau langsung menghubungi Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS).

Salah satu tujuan saya adalah Punthuk Setumbu, bukit yang berada empat kilometer dari penginapan. Punthuk Setumbu telah menjadi primadona bagi turis yang bermalam di lingkar Borobudur. Dengan harga terjangkau, bisa dengan puas menikmati baskara terbit dengan latar Candi Borobudur dan perbukitan.

Jam lima pagi, saya berjalan ditemani cahaya senter pada smartphone. Udara dingin saat trekking seakan ingin menembus jaket yang saya kenakan. Aroma gorengan dan seduhan kopi menyeruak dari lapak-lapak pedagang yang bermalam di lereng bukit. Mereka saling menjajakan dagangan kepada setiap wisawatan yang berangkat maupun turun dari puncak.

Meski bukan momen libur panjang, Punthuk Setumbu cukup ramai wisatawan. Beberapa dari mereka telah menyiapkan peralatan fotografi. Saya pun memasang dua kamera sekaligus agar tak ketinggalan pemandangan indah ini. Mumpung cuaca cerah bersahabat, kesempatan yang tak boleh disia-siakan.

Semburat warna jingga menyembul apik dari balik perbukitan. Kabut pun mulai tampak membawa embun membasahi kamera. Perlahan, udara yang tadinya dingin berubah hangat. Sang Surya terbangun dari peraduannya. Pendar matahari pagi pun menyinari kawasan sekitar Punthuk Setumbu. Dari kejauhan, stupa tertinggi dari Candi Borobudur menyembul di antara kabut.  

Puntuk Situmbu
Semburat warna jingga menyembul apik dari balik perbukitan. Sang Surya terbangun dari peraduannya. Pendar matahari pagi pun menyinari kawasan sekitar Punthuk Setumbu.

Suara riuh wisatawan terdengar. Mereka memuji keelokan dari pemandangan yang terpampang di depan. Tampak pula pesona Gunung Merapi dan Merbabu yang gagah berdiri di sana. Betapa magisnya bercengkrama bersama alam.

Puntuk Situmbu
Wisatawan masih betah bersantai dan mengabadikan matahari terbit dari Punthuk Setumbu. Dari sini, wisatawan dapat melihat gagahnya Gunung Merapi, cantiknya Candi Borobudur, dan Gereja Merpati di Bukit Rhema.

Mengungkap teka-teki Candi Borobudur

Bisa terbayang wajah terkejut Sir Thomas Stamford Raffles (Gubernur Jenderal Inggris Raya di Jawa) yang waktu itu menerima laporan terkait temuan batuan di wilayah Kedu. Diutuslah H.C. Cornelius, seorang insinyur Belanda yang berhasil menyingkap keberadaan salah satu Candi Budha terbesar di balik semak belukar. Perlu waktu 45 hari dan upaya 200 orang untuk menguak bangunan apa yang terkubur di bukit ini.

Belum lagi rumitnya proses restorasi untuk menyatukan puing batuan andesit yang banyak terserak. Lebih dari 55.000 meter kubik batu andesit dikumpulkan untuk membangun candi ini. Batu-batu itu dipotong dan disusun tanpa perekat, sistem kunci pasak yang dahulu dimanfaatkan. Sebanyak 1.460 panel relief tersusun mengitari candi. Teknologi arsitektur nenek moyang bangsa ternyata mampu membuat kita terpana. Beribu terima kasih pada para arkeolog yang susah payah membangkitkan kembali Borobudur yang sempat mati.

Candi Borobudur bukanlah daya tarik wisata semata. Ia adalah kitab yang menunjukkan jalan menuju nirwana bagi para peziarahnya. Ia memaparkan sepuluh tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan. Kamadhatu, Rupadhatu, Arupadhatu, adalah jalan manusia untuk melepaskan keinginan nafsu dan duniawi.

Mujur, hari itu langit sangat cerah. Bersama istri, saya menantang diri untuk kembali membaca relief Borobudur dengan cara “Pradaksina”, mengitari candi searah jarum jam. Namun, ternyata tak mudah dalam membacanya.

Stupa tertinggi Borobudur
Bagian keamanan mengawasi wisatawan yang berkunjung ke Borobudur. Sebagai tempat ziarah yang masih aktif digunakan sebagai tempat ibadah, kita harus bisa menjaga sikap dan menaati aturan. Terlihat di sana stupa tertinggi Candi Borobudur.
Candi Borobudur
Wisatawan sedang memanjatkan doa di Candi Borobudur

Relief Karmawibhangga yang masih penuh misteri

Setiap kali bertemu dinding relief dengan gambar yang unik, kami berhenti untuk saling menguji kesanggupan dalam membacanya. Salah satunya relief dengan gambar manusia dan binatang.

Mulanya, saya mengira relief ini bercerita tentang kehidupan manusia yang hidup serasi berdampingan dengan binatang liar. Ternyata saya salah fatal. Binatang digambarkan sebagai bentuk kelahiran kembali dari orang-orang yang berdosa. Oleh karenanya, pada tingkatan pertama atau Kamadhatu ini, relief akan banyak bercerita tentang hukum sebab-akibat atau karma.

Candi Borobudur
Seekor babi, gajah, kuda, rusa merupakan kelahiran kembali dari orang-orang yang berdosa.
Selain membaca relief, saya berusaha membaca sikap Buddha melalui posisi tangan atau disebut dengan Mudra. Terlihat di sana sikap Bhumi Sparsa Mudra (memanggil bumi sebagai saksi). Sementara pada tingkat atasnya adalah patung Buddha dalam relief.

Terik matahari semakin menyengat, tapi saya masih enggan untuk pulang. Kami hanya sanggup menuntaskan satu putaran secara pradaksina pada tingkat pertama candi. Masih seperti mengganjal dalam pikiran, bagaimana para arkeolog memecahkan muasal cerita Borobudur?

Meskipun pemugaran Candi Borobudur telah memasuki usia ratusan tahun, Candi Buddha ini tetap saja misterius bagi para ahli arkeologi. Meski banyak cerita yang sudah dipatahkan dan terus diperdebatkan, ada satu yang paling menarik dari candi ini. Bahwa Borobudur mengajarkan manusia tentang kedamaian dan kebahagiaan.

Kedamaian dan kebahagiaan akan dicapai ketika manusia berbuat baik pada sesama. Belas kasihan, cinta kasih, dan memperlakukan orang dengan baik tanpa pamrih akan menghasilkan karma yang baik. Perbuatan di masa lalu akan menentukan nasib manusia di masa depan. Itulah kepercayaan yang disampaikan oleh candi ini.

Tak cukup hanya mengitari candi, saya dan istri terus menggali misteri Borobudur melalui museum arkeologi. Papan interpretasi telah habis dibaca dan dipahami. Fasilitas perpustakaan mini pun menahan kami agar tak segera pergi. Ternyata, masih banyak cerita yang belum tuntas kami temui selama berada di candi. Salah satunya memecahkan misteri tentang relief Karmawibhangga. Mungkin inilah cara Borobudur, supaya kami tertarik untuk kembali.

Baca juga : Menyelamatkan Warisan Peradaban Candi Kedulan

Foto ini menunjukkan lokasi relief tersembunyi di Candi Borobudur. Lokasi relief Karmawibhangga ini dikenal sebagai ’kaki tertutup’ Candi Borobudur.  Relief ini secara tidak disengaja ditemukan pada 1885 saat sedang membongkar sudut di bagian bawah. Dapatkah kamu melihatnya?
misteri candi borobudur
Wisatawan mancanegara sedang membaca panel relief yang terukir di batu candi tingkat pertama (Kamadhatu).
Selfie di Borobudur
Milenial! Jangan lupa swafoto dengan latar Candi Borobudur, ya!
Smartphone sangat praktis dibawa ke mana-mana untuk berswafoto ria dan mengunggahnya langsung di media sosial.
Dolan Bareng Bojo Borobudur.jpg
Saya bersama istri berfoto di antara panel relief Candi Borobudur.
Relief Candi Borobudur dapat dibaca layaknya buku. Untuk memulainya, kamu dapat berkeliling dimulai dari sisi timur. Gerbang Timur mewakili kelahiran Buddha. Selatan mengenai pencerahannya. Barat mengenai doktrin dan ajarannya. Sementara Utara mengenai pembebasan akhir.

Berkeliling Desa Wisata di Lingkar Candi Borobudur

Bagi yang menganggap wisata Borobudur hanya sebuah candi, tengoklah pengalaman kami. Borobudur adalah satu dari beberapa desa dan kecamatan di Kabupaten Magelang yang kaya potensi. Informasi itu saya dapati melalui hasil riset di internet. Berbeda dengan dulu. Di mana informasi mengenai Borobudur hanya bisa didapat melalui buku pelajaran atau peta dunia.

Sejauh mata melepas pandang, di luar kompleks Candi Borobudur, saya dapat melihat desa-desa penyangga yang subur. Desa-desa ini kini berstatus sebagai desa wisata. Menariknya, kami bisa berkeliling desa sambil mengendarai mobil antik VW (Volkswagen). Penyedia paket wisata ini adalah VW Tour Borobudur. Saya memesannya lewat Kelompok Sadar Wisata di Desa Wisata Borobudur dengan paket rute panjang. Paket yang ditawarkan pun sebenarnya beragam, mulai dari Rp 250.000 hingga Rp 600.000.

“Ya, desa kami sebenarnya memiliki potensi besar, Mas. Candi memang sebagai magnetnya. Tapi sekarang, Borobudur ini benar-benar digenjot pembangunannya. Nanti Mas Hanif bisa lihat sendiri akan banyak Balkondes dan taman hiburan di sekitar desa ini. Monggo muter-muter pakai mobil VW kami.” Muslih mengenalkan juru mudinya pada kami, sementara ia bergegas menuju Balkondes tempatnya bekerja.

Baca juga : Cagar Budaya Indonesia: Menyelamatkan Warisan Peradaban Candi Kedulan

Mobil antik Volkswagen milik Muslih, ketua kelompok homestay Desa Wisata Borobudur yang saya gunakan mengitari desa penyangga Candi Borobudur.

Belakangan ini, Kementerian Pariwisata membidik wisatawan milenial atau kerap disebut sebagai wisatawan zaman now untuk berkunjung ke berbagai destinasi di Indonesia, salah satunya destinasi super prioritas Borobudur. Fakta menunjukkan bahwa peran kaum milenial ini juga semakin penting bagi kepariwisataan dunia, khususnya bagi Indonesia. 

Ciri atau gaya berwisata wisatawan milenial yang paling mencolok adalah tidak bisa jauh dengan internet, memikirkan objek gambar saat berwisata, dan mudah berinteraksi dengan masyarakat lokal di destinasi. Untuk itu, konsep yang dibangun Muslih dan rekan-rekannya adalah membuat kawasan Borobudur semakin dekat dan digemari oleh wisatawan milenial dengan rentang tahun lahir 1980-an hingga 1990-an. Salah satu kemasan paket wisata menarik untuk milenial adalah berkeliling desa wisata menggunakan mobil antik VW.

Dengan model tur ini, wisatawan akan semakin dekat dan dapat berinteraksi langsung dengan masyarakat lokal. Saat mengambil paket ini, diajaklah saya menilik budidaya lebah madu, Balai Ekonomi Desa (Balkondes), Bukit Rhema, juga Candi Mendut dan Candi Pawon yang berada satu garis lurus dengan Candi Borobudur.

Qozin (35 tahun), warga Dusun Brongkol, Desa Tanjungsari menunjukkan sarang lebah madu yang siap dipanen. Kunjungan wisata ini merupakan rangkaian dari rute jelajah lingkar desa Candi Borobudur menggunakan mobil antik VW.
Desa WIsata Borobudur
Saya berfoto memegang sarang lebah madu di Ashea Madu, Desa Tanjungsari.

Mengendarai mobil antik dan tua VW berkeliling desa penyangga Borobudur sungguh mengasyikkan. Jauh dari hiruk pikuk kota, desa kecil sekeliling Candi Borobudur ini berhawa sejuk dan damai. Sepoinya angin kadang membuat kami betah dan enggan turun dari mobil.

Drone melesat jauh mengikuti laju mobil. Dari layar kendali, lokasi yang kami lewati sangatlah asri. Ladang pertanian yang hijau dan menguning digarap para petani yang melempar senyum ramah kepada kami.

Keliling desa wisata Borobudur menggunakan VW
Berkeliling Borobudur menggunakan VW
Foto udara saat kami berkeliling mengitari desa-desa di sekitar Candi Borobudur menggunakan mobil antik VW.
Balkondes Sakapitu
Balai Ekonomi Desa (Balkondes) Sakapitu di Desa Tegal Arum, Kecamatan Borobudur yang dibangun melalui bantuan dana dari PT Angkasa Pura II.
Balkondes Borobudur
Istri berfoto di depan bangunan joglo Balkondes Wanurejo di kawasan Borobudur. Arsitektur bangunan Balkondes menjadi bagian dari daya tarik berkeliling desa wisata menggunakan mobil antik VW.
Gereja Ayam Bukit Rhema
Banyak yang menyebut gereja ini dengan nama Gereja Ayam. Meski begitu, bangunan tersebut bukanlah menyerupai ayam, melainkan burung merpati. Gereja Ayam atau Bukit Rhema merupakan sebuah tempat ibadah yang terletak tidak jauh dari Candi Borobudur. 
Bukit Rhema
Pemandangan dari puncak kepala Gereja Merpati, Bukit Rhema
keliling Borobudur menggunakan andong
Andong sebagai salah satu moda transportasi alternatif untuk berkeliling desa di sekitar Candi Borobudur.
Candi Mendut
Candi Mendut, candi bercorak Buddha yang didirikan pada masa pemerintahan Raja Indra, Wangsa Syailendra. Candi ini terletak sekitar 3 kilometer dari Candi Borobudur.
Kerajinan tangan Borobudur
Produk lokal seni pahat kayu dari kawasan wisata Candi Borobudur.

Romantisme Khidmat Waisak

Salah satu hari penting umat Buddha yang dapat disaksikan langsung oleh masyarakat umum di Candi Borobudur adalah perayaan Waisak. Perayaan ini biasanya diselenggarakan pada bulan Mei atau Juni, mengikuti bulan purnama.

Dua kali saya datang ke prosesi ini. Terakhir, bertepatan dengan bulan suci Ramadan pada Mei lalu. Lagi-lagi saya terbantu banyak oleh Muslih. Darinya, saya mendapatkan informasi detail mengenai prosesi perayaan Waisak.

Mengingat kegiatan ini adalah rangkaian dari ibadah umat Buddha, saya pun harus tahu diri. Sebenarnya, panitia yang dibentuk oleh WALUBI, atau organisasi yang menaungi umat Buddha Indonesia telah menyediakan tempat untuk masyarakat umum yang ingin menyaksikan langsung prosesi Waisak. Namun, saya mendapatkan kesempatan langka berkat kebaikan salah satu peserta. Saya pun mendapatkan akses untuk ikut khidmat mendengarkan Dhamma Biksu.

Waisak di Borobudur
Para Bhiksu dari berbagai negara khidmat mengikuti doa bersama saat perayaan Hari Besar Waisak di Candi Borobudur pada Mei 2019 lalu.

Jelang pukul 12.00 malam, perayaan Waisak di Candi Borobudur terasa lebih ramai. Puncak acara ditandai dengan menerbangkan ribuan lampion menuju langit lepas. Momen ini akan berlangsung syahdu lantaran diiringi lantunan parita suci yang dibacakan para Biksu dari berbagai negara .Satu kata untuk perayaan ini. Romantis!

Harus diakui, Borobudur adalah kawasan luas yang memiliki kekayaan potensi yang tak cukup diselesaikan dalam satu hari. Borobudur lebih apik jika diakrabi dengan ritme yang santai, tanpa harus terburu-buru pada waktu. Bahkan, tak cukup satu kali untuk disambangi. Borobudur, satu dari sekian destinasi super prioritas yang akan kami kunjungi lagi!

Baca juga : Dolan Bareng Bojo Edisi Candi Barong

Waisak Borobudur
Wisatawan milenial menerbangkan lampion saat perayaan hari besar Waisak pada Mei 2019 lalu.
Waisak Borobudur

Catatan perjalanan :

  • Untuk proses pemesanan homestay maupun akomodasi melalui Balkondes dapat melalui balkondesborobudur.com atau melalui https://homestay-zahira.business.site/
  • Untuk trip mobil antik VW dapat dipesan melalui pintu keluar Candi Borobudur atau menghubungi Kelompok Sadar Wisata Desa Wisata Borobudur +6285228211594 (Muslih) atau Desa Wisata Candirejo, +6281328808520 (Tatak)
  • Untuk tiket wisatawan domestik di perayaan Waisak adalah gratis. Namun untuk mengikuti prosesi pelepasan lampion dikenakan biaya Rp 100.000 (data tahun 2019).
  • Harga tiket domestik Candi Borobudur Rp 40.000, Puntuk Setumbu Rp 15.000, Candi Pawon dan Mendut Rp 3.500.
Tags: Borobudur
Previous Post

Daya Tarik Cirebon

Next Post

Mengisi Hari Merdeka Lewat Geliat Lomba

Hannif Andy Al - Anshori

Hannif Andy Al - Anshori

Suka bertualang untuk menikmati peninggalan sejarah, budaya, dan berinteraksi dengan masyarakat lokal. Sangat senang jika bisa berbagi cerita dan informasi kepada orang lain.

Related Posts

Praktisi pariwisata dan desa wisata
Catatan perjalanan

Menjadi Pengajar

Juni 19, 2023
Sunrise Candi Plaosan
Catatan perjalanan

#KelanaKai: Sunrise Candi Plaosan yang Kesiangan

Maret 5, 2023
Desa Muncar Moncer
Catatan perjalanan

Sofiyudin Achmad, Sosok di Balik Desa Muncar yang Kian Moncer

Desember 31, 2021
Monumen Plataran
Catatan perjalanan

Mengenang Pertempuran Plataran

Januari 8, 2020
Next Post
lomba panjat pinang

Mengisi Hari Merdeka Lewat Geliat Lomba

Comments 14

  1. Bara says:
    6 tahun ago

    masih penasaran, itu dulu tertutup sempurna oleh tanah atau sebagian sudah terlihat bentuknya ya? Bayanganku, seluruh bagian candi tertutup tanah sehingga jadi sebuah bukit, lalu ada sebagian kecilnya yang terlihat yang kemudian ditemukan.

    Pembangunannya lama banget ya, sejak Indonesia merdeka sampai sekarang belum rampung juga .. 🙂

    -Traveler Paruh Waktu

    Balas
    • Hannif Andy says:
      6 tahun ago

      Kalau dalam cerita yang saya dapatkan, bentuknya berupa gundukan bukit yang diselimuti semak belukar mas. Bisa jadi terlihat hanya sebagian saja. Terus mulai digali dan akhirnya diketahui ada bangunan candi.

      Balas
  2. Adie Riyanto says:
    6 tahun ago

    Gak sabar main ke sini lagi November nanti pas Borobudur marathon. Sudah tiga tahun ini tiap November keliling desa di sekitar Borobudur dengan berlari, belum pernah sih naik VW begini hehehe.

    Salam kenal mz Hanif 🙂

    Balas
    • Hannif Andy says:
      6 tahun ago

      Harus nyobain mas. nanti hubungi saja Pak Muslih supaya dipandu keliling desa wisata
      Salam kenal juga Mas Adie

      Balas
  3. adi pradana says:
    6 tahun ago

    Buat wisata keluarga cocok nih, sekarang fasilitas di Borobudur makin lengkap, ada mobil vw, ada andong, ada mobil kereta juga…

    Balas
    • hannif andy says:
      6 tahun ago

      benar, mas. Pas banget buat wisata keluarga. tapi milenial juga. hehe

      Balas
  4. Lombok Wander says:
    6 tahun ago

    Borobudur sangat mempesona di hati ! Salah satu warisan nenek moyang !

    Balas
    • hannif andy says:
      6 tahun ago

      iya min 😀

      Balas
  5. leli says:
    6 tahun ago

    Huaaa mauu kesana lg sama bojo nanti kalo udah nikah. (nantii kalo udah nikah) wkwk

    Aku baru tauu cerita borobudur euy, selama ini cuma liat keindahannya aja . Ternyata begitu yaaa

    Balas
    • hannif andy says:
      6 tahun ago

      Semoga bisa segera ke sini ya Mba Leli. Hhee. Kalau udah nikah sama bojo

      Balas
  6. Ibadah Mimpi says:
    6 tahun ago

    Wahhh… Borobudur itu buku sejarah yang tebal… Ada begitu banyak misteri yang belum terkuak dan menjadi pertanyaan juga di kepala kami…

    Balas
    • hannif andy says:
      6 tahun ago

      benar Min 😀

      Balas
  7. Muslich says:
    6 tahun ago

    Borobudur bisa juga ibaratksn perpustakaan dalam bentuk pahatan batu relief. Di relief tersebut terpahat tuntunan hidup agama Budha, peradaban dan budaya pada masa itu.

    Balas
    • hannif andy says:
      6 tahun ago

      benar sekali Pak Muslih. Selalu terpukau dengan mahakarya Borobudur

      Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

© 2023 a storyteller

No Result
View All Result
  • Tentang kami
  • Konsultan
  • Catatan perjalanan
  • Foto & Cerita
  • Portofolio
  • Kontak

© 2023 a storyteller