Ajakan siang itu datang dari kawan blogger, Iqbal Kautsar. Ia yang tengah bersemangat blusukan sudut desa di Yogyakarta mengajak saya menyaksikan pertunjukan wayang di Dusun Pucung, Desa Wukirsari, Kabupaten Bantul. Saya pun tak menolaknya mentah.
Kami berangkat dengan banyak perbincangan di atas motor. Pengetahuan Iqbal tentang sejarah desa ini cukup mumpuni. Ia hafal setiap titik Wukirsari yang menjadi daya tarik wisata. Kawasan lestari ini menyimpan cerita dan ragam budaya yang belum banyak diwartakan. Di atas motor yang masih melaju pelan, kami pun bersepakat; Wukirsari memang kaya potensi wisata.
Para bintang pentas
Layaknya sebuah pesta rakyat, Dusun Pucung telah sesak penyewa wahana permainan odong-odong dan pedagang kaki lima. Sementara kursi tamu masih lengang, kami bergegas masuk ruang rias sebelum datang banyak orang.
Tak ada jasa rias yang didatangkan. Para bintang pentas merias wajahnya sendiri. Saya mencoba berbaur mengikuti kesibukan di antara mereka. Muhammad Zainudin salah satunya. Pemuda yang merias wajahnya di depan cermin ini akan berganti karakter menjadi sosok Punakawan Gareng.
Potensi Dusun Pucung, Wukirsari
Sejatinya, pendopo pertunjukan ini terhitung baru. Pendopo ini dibangun atas tanggung jawab sosial dari Bank Central Asia (BCA). Dusun Pucung dipilih tentu atas banyak pertimbangan. Saya mengira karena ada sekelompok pemuda desa yang sanggup menjamin keberlanjutannya. Ini pun saya lihat dari siapa di balik layarnya. Adalah Demy Raharja, kawan akrab Iqbal Kautsar semasa kuliah yang telah lama membaktikan diri untuk membangun kampung halamannya.
Saya memang tak lama berbincang. Berkenalan secara langsung dan dipersilakan menikmati sendratari wayang wong sudah membuat saya berpuas diri. Kapan lagi saya bisa menikmati pertunjukan gratis yang tidak bisa dinikmati setiap hari?
Pentas pun dimulai. Mengambil tajuk Gatotkaca Kalajaya, pertunjukan ini menampilkan mahakarya kreativitas masyarakat Desa Wukirsari. Awalnya saya mengira, pertunjukan akan terlihat membosankan.
Namun dugaan itu tak benar. Gamelan ditabuh apik, sinden beradu merdu, cahaya lampu mulai dimainkan. Detail suara pun tak pecah dan bergema. Arsitektur pendoponya mengikuti kearifan lokal masyarakat desa. Tak sempit juga tak terlalu lapang. Luas yang pas untuk ruang berakting masyarakat desa.
Pentas yang memukau ribuan mata
Puluhan pasang mata itu menikmati jamuan malam minggu di tengah desa. Tak ada polusi suara, pun polusi udara yang mengganggu. Panitia bersikap tegas menindak para penonton yang terlihat gaduh maupun merokok di ruangan ini. Sungguh, pesta rakyat yang dapat dinikmati semua kalangan. Dihelat secara sederhana, namun mendatangkan tamu-tamu istimewa.
Tak sulit untuk mengerti jalannya sendratari ini karena pertunjukan dimainkan menggunakan bahasa Indonesia. Melihat perangai punakawan Gareng dan Petruk yang tiba-tiba muncul di atas panggung menjadi salah satu rangkaian pertunjukan yang memecah hening suasana. Keduanya tampil di waktu yang tepat. Dengan durasi lelucon yang tak lama, penonton berhasil dibuatnya tertawa.
Jalan cerita Gatotkaca Kalajaya
Kayangan tempat para dewa bersemayam tiba-tiba geger karena serangan dari Kerajaan Giling Wesi yang dipimpin oleh Patih Kala Sekipu, atas perintah Prabu Kala Pracona untuk mempersunting bidadari kayangan bernama Bathari Supraba. Para dewa kalang kabut menghadapi serangan pasukan Giling Wesi yang membabi buta. Bathara Guru kemudian memerintahkan Bathara Narada agar menjemput Tetuka (nama kecil Gatotkaca) di Mayapada untuk dijadikan jago para dewa.
Bathara Narada menagih janji kepada Werkudara bahwa dewa menghendaki imbalan atas anugerah yang telah diberikan dewa saat bayi Tetuka yang dahulu tali pusarnya tidak bisa diputus apapun kecuali oleh senjata kunta.
Mendengar permintaan Bathara Narada, Werkudara menyatakan keberatannya. Namun, Bathara Narada berhasil membujuk dengan mengatakan bahwa semua yang terjadi pada kehidupan ini sudah kehendak dewata.
Tetuka dibawa naik ke kayangan dan dimasukkan ke kawah Candradimuka. Bukannya binasa, Tetuka justru tumbuh menjadi satria gagah perkasa dan sakti mandraguna. Nama Gatotkaca diberikan oleh para dewa kepada Tetuka yang kemudian didaulat untuk memukul mundur Kala Sekipu dan bala tentaranya. Pertempuran sengit tak terelakkan. Berkat kemampuan Gatotkaca yang tiada tanding, Sekipu berhasil dibinasakan bahkan Gatotkaca memenggal kepala Prabu Pracona.
Seiring berjalannya waktu, Gatotkaca tumbuh dewasa. Ia dilanda kegelisahan akan cintanya kepada Pregiwa yang dihalangi pamannya, Raden Arjuna. Pregiwa hendak dijodohkan dengan Lesmana oleh Arjuna. Gatotkaca mencoba bunuh diri namun tidak pernah berhasil karena dirinya terlalu sakti.
Melihat kesempatan tersebut, Arjuna terjerumus ikut mencoba membunuh Gatotkaca. Pada saat genting tersebut, Prabu Kresna datang melerai mereka dan memberikan nasihat kepada Arjuna. Akhirnya Gatotkaca menemukan cinta sejatinya dan hidup bahagia bersama Pregiwa.
Antara Gatotkaca dan Pregiwa
Pentas wayang ini makin genap saat adegan Gatotkaca memeluk Pregiwa. Disinari sorot lampu yang pas semakin menambah nuansa romantis malam minggu di desa. Aktingnya tak perlu diragukan lagi. Mereka memainkan peran dengan cukup baik. Mata kami terbelalak. Saya pun tak henti-hentinya menekan tombol shutter pada kamera.
Menyaksikan hajatan Dusun Pucung sabtu malam kemarin, seperti melihat harapan baru wisata wayang di Nusantara. Bahwa sejatinya pertunjukan wayang saat ini belum ditinggalkan pemirsanya. Pewaris budaya negeri ini masih ada yang mau menekuninya.
Lihat saja! Kawula muda Dusun Pucung masih sudi memainkan peran sebagai dalang, penari, penabuh gamelan, penyinden, dan profesi lainnya. Saya ikut mengapresiasi untuk mereka para kawula muda yang melakoni seni. Tentu penonton lain sependapat. Bahwa ikhtiar menghidupkan tradisi bermula dari sini. Dari Dusun Pucung, Desa Wukirsari.
Baca juga : Maestro Wayang Sada: Rubrik NG Traveler Sentra Budaya
Lokasi : Desa Wisata Wayang Wukirsari, Nogosari , Wukirsari, Imogiri, Kabupaten Bantul
Narahubung : 081804377252
elvaniusbrilliant@gmail.com
Bagus sekali, Mas. Kagum dengan pertunjukan yang dipersiapkan dengan sangat matang sehingga apa yang ditampilkan begitu megah. Salut dengan permainan cahaya yang modern dan penggunaan bahasa yang adaptif sehingga tidak terkesan membosankan dan menjangkau seluas mungkin kalangan masyarakat. Mudah-mudahan semakin banyak kaum muda yang menekuni kesenian tradisi seperti ini. Dengan demikian, bangsa Indonesia tidak kehilangan identitasnya yang sejati. Kapan-kapan saya jadi ingin juga menyaksikannya. Semoga bisa, hehe.
Aamiin mas. Makasih Mas Gara sudah berkenan mampir di blog yang sudah mulai banyak sarang laba-labanya ini. Saya sedang berusaha membuat blog saya hidup lagi. hehhe
Sesuk yen rene maneh aku dikandani, kayake apik iki 🙁
wah. ga tentu e jadwal e
Sampaikan salamku ke Mas Dermy yah bos.
Jarang – jarang lho ada orang seperti beliau yang begitu perhatian dengan kampung halamannya sendiri. Akuuh mau diajakin kesiniii dong kalo kamu tau jadwal mereka pentas.
kalau mau ke sini, harus nemui aku dulu. hahaha
Anti mainstream bgt nonton kaya begini,jika keseharian asyik nonton bioskop. Belum tentu bisa nonton wayang seperti ini..
Pengen ….
Yuk, rencanakan ke sini
wah ini keren sekali ay, mempertahankan budaya daerah
ini kok keren banget sih, perpaduan wayang orang dan wayang wong. Pertunjukan berkelas ini mas.
Iya mba. benar sekali. Keren pokoknya tampil perdananya
Wayang dahulu sebagai sarana pendidikan politik.. Sekarang pendidikan politik sudah banyak bergeser ke sosmed mas… perlu upaya keras menjadikan wayang diminati anak muda lagi sepertinya..
Yups. benar sekali Mas
Salah satu budaya yang perlu di lestarikan, karena jaman now udah hampir punah
Wayang wukirsari memang nggak asing ditelingaku, bahkan waktu itu sempat membantu membuat poster jasa travell gitu dan salah satunya ada agenda main ke tempat ini. Next pengen deh bisa lihat langsung pertunjukan wayang ini.
wah.. berarti sudah punya pasar wisata yang cukup bagus ya. sudah ada travel yt menjualnya soalnya
wow sangat bermanfaat
terimkasih ,Artikelnya sangat bermanfaat, dan jangn lupa kunjungi