No Result
View All Result
insanwisata
  • Tentang kami
  • Catatan perjalanan
    Kampung Nelayan Tanjung Binga

    Buah Manis Pemberdayaan Kampung Berseri Astra di Bumi Malayu

    Monumen Plataran

    Mengenang Pertempuran Plataran

    Desa Tanjung Binga

    Tercurah Asa Teruntuk Tanjung Binga

    Sunset Candi Barong Yogyakarta

    Dolan Bareng Bojo Edisi Candi Barong

    Candi Kedulan Yogyakarta

    Cagar Budaya Indonesia: Menyelamatkan Warisan Peradaban Candi Kedulan

    DESA WISATA JARUM KLATEN

    Perjalanan Panjang Desa Wisata Jarum

  • Foto & Cerita
  • Portofolio
  • Kontak
  • Tentang kami
  • Catatan perjalanan
    Kampung Nelayan Tanjung Binga

    Buah Manis Pemberdayaan Kampung Berseri Astra di Bumi Malayu

    Monumen Plataran

    Mengenang Pertempuran Plataran

    Desa Tanjung Binga

    Tercurah Asa Teruntuk Tanjung Binga

    Sunset Candi Barong Yogyakarta

    Dolan Bareng Bojo Edisi Candi Barong

    Candi Kedulan Yogyakarta

    Cagar Budaya Indonesia: Menyelamatkan Warisan Peradaban Candi Kedulan

    DESA WISATA JARUM KLATEN

    Perjalanan Panjang Desa Wisata Jarum

  • Foto & Cerita
  • Portofolio
  • Kontak
No Result
View All Result
insanwisata

Terpikat Pesona Negeri Laskar Pelangi

by Hannif Andy Al - Anshori
Agustus 13, 2019
6 min read
2

Dari jendela burung besi, Belitung sudah memamerkan pesonanya. Dalam perjalanan menuju pulau ini, saya terkesima dengan pesisir pantainya. Begitu pula penumpang lainnya. Mereka berebut untuk bisa melihat Belitung dari balik jendela.

Nama Belitung telah masyhur sejak dahulu, khususnya saat pulau ini dinobatkan sebagai penghasil timah terbesar di Indonesia. Namun, siapa sangka? Saya yang hanya membacanya lewat buku-buku sekolah, kini telah menginjakkan kaki di sana.

Untuk pertama kalinya saya berkunjung ke Negeri Laskar Pelangi, julukan atas keindahan Belitung yang diperkenalkan lewat karya Andrea Hirata. Tasya Hadi, pegiat pariwisata Belitung yang berkantor di Dinas Pariwisata menemani saya berkeliling kota.

Di jalanan sore yang lengang, mobil melesat membawa saya menuju destinasi pertama, Pantai Tanjung Pendam. Lokasinya yang tak jauh dari pusat kota menjadikan destinasi ini cukup digemari para kawula muda untuk mengantar matahari pulang ke peraduan. Bangku dan meja kecil pun sudah ramai dipesan. Kami mengaso dan mengobrol santai, mengisi tenaga sejenak dengan sepiring kudapan ringan dan kopi hitam.

Pantai Tanjung Pendam
Pantai Tanjung Pendam
Para kawula muda Belitung menikmati matahari terbenam di Pantai Tanjung Pendam. Lokasi ini selalu ramai dikunjungi wisatawan lokal.

Pantai Tanjung Pendam bukan saja digemari oleh para penikmat senja. Turis lokal menjadikan Tanjung Pendam sebagai pusat olahraga. Jika lapar datang, deretan rumah makan siap menyajikan masakan laut yang lezat. Saya pun berkesempatan mencicip Gangan Ketarap; sup ikan dengan kuah kuning khas Negeri Laskar Pelangi.

Sebagai salah satu situs geopark nasional dan tengah bersiap menuju UNESCO Global Geopark, Belitung lengkap menyuguhkan kekayaan alam, masyarakat, dan budayanya. Namun, bukan perkara mudah menjaga keberlanjutan destinasi geopark. Pemerintah daerah pun menjadikan pariwisata sebagai prioritas pembangunan daerah. Meski alam Belitung lebih terkenal, bukan berarti ia tak cocok untuk penggemar sejarah dan budaya.

Kunjungan saya berlanjut menuju replika rumah adat Belitung yang berada di Tanjung Pandan. Kendati sebuah replika, rumah adat ini dibangun sebagai komitmen pemerintah daerah untuk mempertahankan sekaligus mempromosikan kearifan lokal di Negeri Laskar Pelangi.

Dibangun di atas tanah seluas kurang lebih 500 meter persegi, replika rumah adat ini menjadi destinasi wajib kunjung bagi turis yang datang ke Belitung. Tidak cukup hanya mengangumi interior ruangnya, pramuwisata akan membawakan cerita yang lengkap tentang fungsi setiap ruang dan adat istiadat masyarakat Belitung.

Rumah Adat Belitung
Replika rumah adat Belitung yang berada persis di samping rumah dinas Bupati Kabupaten Belitung
Rumah Adat Belitung
Saya berfoto bersama wisatawan asal Sukabumi dengan mengenakan pakaian adat bergaya Belitung. Oh, ya. Saya baru saja kenal dengan mereka. Kami pun langsung akrab.

Salah satunya ada pada replika kamar pengantin beserta mahar pernikahannya. Replika rumah adat ini membuat saya semakin antusias. Rasanya, tentu akan berbeda jika saya melihat langsung bangunan asli yang masih ditinggali masyarakatnya.

Tujuan saya pun berpindah menuju Desa Sijuk. Saya pribadi menobatkan Sijuk sebagai Desa Pusaka dari Negeri Laskar Pelangi. Pasalnya, desa ini memiliki puluhan bangunan heritage bergaya Melayu yang usianya mencapai ratusan tahun.

Cerita tentang budaya dan kehidupan masyarakat Belitung terdahulu tersingkap di desa ini. Sijuk juga menjadi tengara dari kerukunan umat beragama sejak ratusan tahun lalu. Tak ada narasi ataupun cerita visual yang bisa saya dapatkan, melainkan langsung melalui obrolan bersama Kelompok Sadar Wisata Desa Sijuk. Sayang, banyak bangunan rumah tua yang tak terawat.

Desa Heritage Sijuk, Belitung
Pemilik rumah tua ] di Desa Sijuk mempersilakan kami untuk melihat isi ruangan di dalamnya. Rumah ini tidak lagi ditinggali oleh pemiliknya.

Tak jauh dari deretan rumah berdinding kayu di Desa Sijuk, berdiri rumah ibadah Masjid Al Ikhlas yang dibangun pada 1817. Riwayat pembangunan Masjid Al Ikhlas bermula dari warga Tiongkok bernama Tuk Dong. Meski sedikit mengalami renovasi, bangunan masjid ini memantik saya, Panji Kusumah (Yayasan Dewa Nusa), dan Vitria Ariani (Kementerian Pariwisata) untuk singgah dan mengabadikan corak bangunannya.

Sebanyak empat tiang soko guru atau tiang penyangga menjadi saksi atas tuanya usia masjid ini. Konon, kayu tiang ini dibawa menggunakan rakit dari Desa Sungai Padang selama berbulan-bulan. Disebutkan pula bahwa tak jauh dari masjid ini, terdapat Kelenteng Sijuk yang dibangun oleh Tuk Dong. Cerita itu tersingkap dari poster sejarah yang menghiasi dinding masjid. Sungguh, Sijuk telah mengetuk rasa penasaran saya akan cerita kerukunan umat beragama di Negeri Laskar Pelangi.

Heritage Sijuk Belitung

Pantai Tanjung Tinggi, Satu dari Puluhan Situs Geopark di Belitung

Harus diakui, angka kunjungan wisatawan Belitung memang meledak sejak ditayangkan film Laskar Pelangi. Tentu yang paling memikat dan menjadi destinasi primadona adalah Pantai Tanjung Tinggi. Tempat di mana Ikal, Mahar, Lintang, dan kawan-kawannya saling berkejaran dengan latar pantai dan batu alam yang besar.

Jujur, saya pun merasa pantai ini memiliki daya pikat yang kuat. Daya tarik pantai ini bukan saja pada bentang alam dengan deburan ombak yang bersih nan tenang. Ingatan saya seolah mengajak kembali pada cerita inspiratif anak-anak Belitung yang dikisahkan oleh Andrea Hirata lewat novelnya.

Saat saya melangkahkan kaki, spontan saya menyanyikan lagu Laskar Pelangi. Saya merasa tak peduli lagi pada terik matahari pukul dua belas. Berjalan menyisiri Pantai Tanjung Tinggi adalah cara saya membangun ikatan kuat dengan Negeri Laskar Pelangi.

Pantai Tanjung Tinggi Belitung
Pantai Tanjung Tinggi Belitung
Foto udara Pantai Tanjung Tinggi, Belitung di siang hari

Negeri Laskar Pelangi memang kaya akan potensi pantai dengan batuan yang eksotis. Bongkahan batu berukuran raksasa yang dikelilingi lautan luas itu menjadi ikon perburuan para turis yang berkunjung ke Belitung. Melansir hasil publikasi penelitian, usia batu-batu di pantai ini hampir sama dengan umur fosil dinosaurus pertama di dunia, Nyasasaurus parringtoni yang dinyatakan berusia 240 juta tahun.

Hammock terpasang di antara pohon pantai. Dengan pemandangan seperti ini, tentu akan membuat wisatawan betah bersantai

Kaolin, Bekas Tambang Aktif dengan Daya Tarik Wisata

Betapa menderitanya sebuah kawasan terdampak tambang. Ia menjadi kawasan yang gersang, tanpa kehidupan. Kadang, bekas ceruknya melahirkan keajaiban. Jika bukan gas beracun, ceruk bekas aktivitas penambangan akan berubah menjadi kolam raksasa. 

Bekas galian ini membentuk sebuah kolam dengan warna hijau dan biru tosca mengikuti arah sinar matahari. Kendati masih aktif dikelola sebuah pabrik tambang, lokasi ini justru menjadi tujuan wisata sebelum turis meninggalkan Belitung. Danau Kaolin atau disebut juga Kolong Kaolin menjadi lawatan sebentar para turis untuk menggali pengetahuan tentang aktivitas tambang. Saya pun berkesempatan untuk mengabadikannya melalui foto udara.

Danau Kaolin
Danau Kaolin : bekas galian tambang di Belitung
Danau Kaolin
Aktivitas penambangan yang masih beroperasi di Danau Kaolin, Belitung

Makan Bedulang, Kehangatan dalam Santap Siang

Tak terasa waktu makan siang tiba. Mobil membawa saya berpindah menuju Desa Wisata Kreatif Terong, Air Rusa’ Berehun. Nampan besar berisi makanan khas Belitung mulai dihidangkan.

Makan Bedulang. Itulah tradisi masyarakat Belitung yang menjadi bagian dari paket wisata yang ditawarkan Desa Wisata Kreatif Terong. Disajikan di hadapan saya gangan ikan, cumi goreng tepung, jantung pisang, dan ikan bakar sebagai menu santap siang. Ditutup dengan secangkir kopi hitam, betapa hangat momen makan siang di sini.

Makan Bedulang Belitung
Makan Bedulang, makanan khas Kabupaten Belitung. Tersaji di sana gangan ikan, cumi goreng tepung, jantung pisang, ikan bakar beserta sambal terasinya.
Previous Post

48 Jam Berkeliling Yogyakarta

Next Post

Dolan Bareng Bojo Edisi Cirebon

Hannif Andy Al - Anshori

Hannif Andy Al - Anshori

Suka bertualang untuk menikmati peninggalan sejarah, budaya, dan berinteraksi dengan masyarakat lokal. Sangat senang jika bisa berbagi cerita dan informasi kepada orang lain.

Related Posts

Kampung Nelayan Tanjung Binga
Catatan perjalanan

Buah Manis Pemberdayaan Kampung Berseri Astra di Bumi Malayu

Desember 31, 2020
Monumen Plataran
Catatan perjalanan

Mengenang Pertempuran Plataran

Januari 8, 2020
Desa Tanjung Binga
Catatan perjalanan

Tercurah Asa Teruntuk Tanjung Binga

Desember 16, 2019
Sunset Candi Barong Yogyakarta
Catatan perjalanan

Dolan Bareng Bojo Edisi Candi Barong

November 23, 2019
Next Post
Wisata di Cirebon

Dolan Bareng Bojo Edisi Cirebon

Comments 2

  1. Avatar Lombok Wander says:
    2 tahun ago

    Mantap betul pulau Belitung ini !

    Balas
    • insanwisata insanwisata says:
      2 tahun ago

      Benar, min! Tak kalah dengan Lombok

      Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

© 2019 a storyteller

No Result
View All Result
  • Tentang kami
  • Catatan perjalanan
  • Foto & Cerita
  • Portofolio
  • Kontak

© 2019 a storyteller