Saya tercengang, tak percaya melihat jalanan yang tak beraspal sedikitpun. Sederet mobil yang melintas bukanlah mobil biasa, bukan juga mobil keluarga layaknya kendaraan orang-orang di Kota Sorong. Mobil yang melewati jalan ini adalah Toyota Hilux. Mobil ini memiliki kelebihan dalam menaklukkan tanjakan cukup dengan posisi gigi 3 atau 4 karena mobil ini memang dirancang sebagai mobil double cabin untuk kebutuhan jelajah menaklukkan medan-medan berat. Khususnya di Papua yang aksesnya masih kurang bagus. Pantas saja harga sewanya cukup mahal. Tak main-main, saya dan tim harus keluar puluhan juta rupiah untuk mengendarainya. Selama tujuh hari, kami harus bergerilya di dalam Hilux demi mengeksplor potensi wisata yang tersembunyi di Kabupaten Tambrauw, Papua Barat.
Perjalanan kami dimulai dari Sorong dengan mengambil rute yang belum saya hafal meskipun pernah dua kali melintasi jalan Sorong dengan mengendarai sepeda motor. Butuh nyali besar untuk sanggup mengikuti road trip ini, badan harus siap terbanting-banting di dalam mobil. Tak lama, mobil mulai masuk ke jalan yang berlubang dan digenangi air hujan, serta saling berpapasan antara Hilux yang mengambil rute Tambrauw – Sorong maupun sebaliknya.
Perjalanan Sorong – Tambrauw memang tak selalu lancar. Tujuh hari menyusuri medan berat. Kami pun selalu mendapati banyak rintangan. Pertama, di saat menuju Distrik Sausapor, mobil kami hampir terpleset ke jurang. Untunglah driver kami telah terbiasa melintasi jalan rusak seperti ini. Banting setirnya membuat saya gugup saat itu. Pijakan kaki-kakinya kuat, tanpa menginjak rem, ia hanya memainkan setir di tangannya. Parit di sini memang tak beraturan letaknya. Di kanan kiri maupun tengah jalan pastilah ada parit. Sulit untuk menghindar. Selincah apapun driver yang berkendara di sini, pastilah roda-roda mobilnya akan masuk ke salah satu parit.
Selesai melewati Sausapor, kami mendapati rintangan lagi di rute menuju Distrik Kebar. Kami harus membuang waktu lebih dari dua jam untuk menunggu jalan dibuka oleh traktor. Traktor yang dioperasikan seorang diri harus membuka jalan sepanjang 200 meter lebih agar bisa dilalui Hilux kami. Ini bukan lagi memicu adrenalin, tapi sudah melebihi itu. Nyawa jadi taruhan dengan berada beberapa jengkal saja dari jurang curam maupun tanah longsor.
Dibalik segala kengerian, pasti ada setitik keindahan yang tersimpan. Biarpun perjalanan dipenuhi momen menegangkan, keindahan alam Papua berhasil menghibur saya. Sejauh yang saya lewati, pemandangan hutan di Papua sangat menarik perhatian saya. Banyak burung-burung langka yang terbang ke sana kemari. Rangkok, kakak tua, bahkan cendrawasih melintas begitu saja dengan asyiknya.
Lain cerita pada siang hari, lain pula pada malam hari. Kami yang sedang dalam perjalanan menuju Distrik Kebar belum menemukan kampung yang dapat disinggahi. Tanpa penerangan selain lampu yang melekat pada mobil, kami terus melaju. Bruk! Hilux kami terpeleset ke parit. Driver kami berusaha membanting setir, menginjak gas cukup dalam, namun nihil. Ban kiri belakang sudah masuk parit yang cukup dalam. Gelisah diantara kami melihat driver yang bermandi keringat.
Kami berhamburan keluar mobil, melihat kondisi, dan berusaha mencari solusi. Bayangkan saja, kami berada di tengah belantara hutan yang jauh dari kampung. Ini adalah Papua! Saya mulai berpikir macam-macam. Jika nanti ada harimau datang menerkam dari belakang. Atau python yang melilit kami berenam. Atau mahkluk lainnya yang tak kami kenal. Itu bisa saja terjadi. Tapi untunglah nyali kami cukup berani. Kami berpencar mencari sebongkah batu yang bisa membuat rata antara parit dan jalan. Satu jam berlalu, tak ada pergeseran ban. Justru putaran ban membuat parit semakin dalam. Akhirnya driver kami mendongkrak ban belakang mobil. Kemudian diganjal batu besar agar rata. Berhasil! Kami berenam bermandikan keringat. Berlumur lumpur di tangan.
Di perjalanan menuju Distrik Kebar pula, mobil kami menabrak rusa jantan besar. Sering memang rusa berkeliaran di malam hari. Driver kami mengajarkan bagaimana memancing (mencuri perhatian) rusa. Cukup dengan mengarahkan lampu senter, rusa akan mengikutinya. Entah sudah berapa rusa yang kami temui, tak satupun yang berhasil dipotret.
Jika berharap banyak untuk fasilitas wisata di sini, sulit rasanya. Belum ada satupun hotel maupun penginapan yang berdiri. Untungnya, masih ada sedikit kepedulian dari masyarakat pendatang yang mau menyediakan markasnya untuk kami singgahi. Seingat saya, waktu itu kami menumpang di markas polisi daerah. Cukuplah beralaskan matras kami beristirahat setelah melewati hari yang panjang. Saya pun melemaskan otot-otot yang tadinya kencang. Ah, leganya. Tidur saya pulas.
Jika dibayangkan, memang sangat sulit untuk menuju Tambrauw melalui jalur darat. Apalah arti medan berat tanpa pemandangan? Boleh jadi Tambrauw kurang fasilitas maupun akses darat, namun di sisi lain, Tambrauw menyimpan banyak potensi dan keunikan yang berbeda dari Raja Ampat.
Road Trip Sorong – Tambrauw bagi saya merupakan petualangan yang seru. Kadang, hal seperti ini banyak dihindari wisatawan karena faktor keselamatan. Tapi bagi saya pribadi, jika dilihat dari sudut pandang berbeda, saya bersyukur memiliki pengalaman ini. Entah berapa tahun lagi, Tambrauw akan berubah, dikemas secara apik untuk keperluan wisata. Biarpun ini adalah pengalaman bertaruh nyawa, justru ingatan itu masih hangat lewat tulisan.
Aku bahkan gak tau itu kabupaten yg kamu maksud ada di sebelah mana. Setelah sorong selatan kah?
Iya mba. tujuh jam dari Sorong. Ah keren lah disini kalau pengen tau. wkwk
7 jam apa 7 hari gaes…kok tdk sesuai di judul atas.
Mobil nya tangguh yaaa, aku blm pernah menginjakan kaki di papua. Semoga secepat nya bisa ke papua biar klop
Tangguh, setangguh hatiku Om. Aamiin. Buat om cum mah ga perlu waktu lama untuk bisa kesampaian ke sini. Pasti bentar lagi bakal diundang ke Papua.
wuuhhhh sekali seumur hidup mas…. negeri cendrawasih hemm,,, kira” bakal pisah dari Indonesia g ya mas?? kalo penduduknya makin pinter??? melihat dinamika kayaknya sih…… hehe tapi tau deh entar hehe… bisa jadi cerita anak cucuk kelak semangat menjelajah mas mantap… moga Presiden selanjutnya gak mudah melepas bagai timor leste… smga segera merata deh pembangunan indonesia mantap.. mobilnya keren” y mas di sana besar” badannya…
wah jangan sampai lepas dahh.. iya. mobilnya khusus menyesuaikan medan
Hanif keren.. Dah sampai di papua. Btw, kapan dirimu ke sono emangnya?
-__- udah lama keless.