Perihal keris, aku tak banyak tahu. Pun pada jenis dan filosofi yang tertoreh di dalamnya. Selayaknya awam, sejauh yang kumengerti keris ialah benda teramat sakral, antik, juga ‘berpenghuni’. Benda yang kerap menyandang sapaan ‘Ki’ maupun ‘Mbah’ ini kabarnya dibandrol sangat mahal, bahkan hingga tak ternilai. Masyarakat Jawa pastilah mengenalnya dengan akrab.
Padepokan Brojobuwono terletak di Desa Wonosari, Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Komplek yang dilengkapi dengan museum keris dan fosil ini berdiri di tengah pemukiman warga. Suasana desa yang jauh dari bising kota amat terasa di padepokan ini. Kami yang berkendara dengan bus harus berjalan kaki menuju padepokan, sesekali melewati hutan jati di kanan-kiri. Jalanan desa yang sempit, beraspal sekadarnya, dipenuhi daun-daun jati kering. Tak jarang, kawanan cengkerik menyapa orang-orang lewat.
Di padepokan, Pak Kristanto menyambut dengan senyum ramahnya. Tubuhnya dililit kain putih, kepalanya ditutup sorban. Gaya busana Empu (ahli pembuat keris) yang dikenakan menjadi keunikan tersendiri ketika memijakkan kaki di Padepokan Brojobuwono. Memasuki ruang pertama, langsung tertuju pada museum keris yang sukses membuatku berdecak kagum. Ratusan koleksi keris dipajang di lemari-lemari kaca, ditata sedemikian rupa. Dan dari sini pula, Pak Kristanto mulai berkisah.
Padepokan Brojobuwono didirikan oleh seorang Empu bernama Basuki Teguh Yuwono, yang telah tenar sampai kancah internasional. Padepokan Brojobuwono pun sebenarnya merupakan rumah Sang Empu. Didampingi para panjak (asisten), Empu memroses keris pesanan dengan melewati berbagai proses dan ritual.
Sementara keris yang dipajang di museum merupakan koleksi dari Sang Empu, didapatnya dari berbagai penjuru negeri dan berbagai zaman. Keris tertua yang dimiliki museum ini datang dari abad ke-7. Serombongan sontak terkejut mendengarnya.

Selain keris tertua, Padepokan Brojobuwono juga punya keris termahal, keris kebanggaan. Di salah satu sudut ruangan, ia gagah berdiri sendirian. Bersarung warna perak keemasan, dihiasi bebatuan warna-warni yang cantik dipandang. Dipajang pula sertifikat dan keterangan tentangnya. Ki Naga Minulya namanya. Materialnya berasal dari lahar Gunung Merapi.
Lahar menjadi material pembuatan keris ini karena memiliki kandungan logam yang sangat padat. Ki Naga Minulya, keris yang tak ternilai harganya. Meskipun telah ditawar hingga milyaran rupiah, keris ini akan tetap terpatri gagah di Padepokan Brojobuwono. Tak hanya lahar, material keris pada zaman dahulu bahkan berasal dari batu meteor.
Melangkah menuju bagian belakang museum, terdapat besalen (studio atau bengkel pembuatan keris). Di sana telah menanti para panjak berbusana serupa yang dikenakan Pak Kristanto. Busana putih yang membawa kesan tengah berada pada suasana lampau di Tanah Jawa. Di dinding besalen banyak terpajang supit, alat sejenis tang yang panjangnya berbeda-beda, digunakan untuk mengapit bongkahan besi bakal keris saat dibakar.
Para panjak bertugas menempa bilah besi. Setelah dibakar, sesekali bilah keris diangkat, diletakkan di atas alas tempa. Para panjak dengan sigap mengayunkan palu besar dan mengarahkan pukulan pada bilah keris yang membara. Percikan api pun memenuhi sudut besalen, aku mundur teratur.



Pak Sardi, panjak yang bertugas membakar bilah keris tak henti mengondisikan besar bara api. Tempat pembakaran berhias ukiran kepala Kala membumbungkan bara api yang membuat seisi ruangan gerah, serta melontarkan abu bekas pembakaran arang. Setelah membolak-balik bilah keris dalam bara api, sesekali dicelupkannya supit ke dalam mangkuk batu berisi suatu cairan. Berulang-ulang gerakan itu dilakukannya. Mandi peluh terasa sudah biasa baginya. Garis wajahnya bersahaja, penuh pengabdian.

Pak Pande Subrata, atau yang lebih akrab disapa Pak Subrata. Jauh-jauh ia datang dari Bali. Ia yang juga seorang seniman keris banyak tersenyum saat bertemu kami. Meski tak sekekar Pak Sardi, tangannya terampil menempa bilah keris, mengayun palu besar. Seusai menempa bilah keris, ia kenakan kembali kacamatanya, berinteraksi ramah dengan pengunjung. Dari semua penempa keris yang kami temui hari itu, Pak Subrata yang paling tua.
Penempaan keris dilakukan untuk menghasilkan pamor. Pamor merupakan warna putih yang membentuk pola tertentu pada bilah keris. Motif yang terlihat berbeda-beda, mencerminkan ciri masing-masing pada setiap keris.
Setelah ditempa, bilah keris juga menjalani proses pelipatan sebanyak ratusan hingga ribuan kali. Tak heran jika pembuatan satu keris saja bisa membutuhkan waktu sangat lama, hingga bertahun-tahun. Proses terakhir pembuatan keris ialah memoleskan cairan arsenikum dan jeruk nipis, lantas pamor akan muncul pada bilah keris.


Baca juga : Bertamu ke Rumah Seniman Malangan
Terlepas dari rumit dan lamanya proses pembuatan keris, dari Padepokan Brojobuwono banyak kudapatkan filosofi keris yang sesungguhnya. Bahwa keris tak melulu harus dipandang sebagai benda klenik yang menyeramkan. Keris sejatinya ialah tanda, identitas, jati diri seseorang. Keris dibuat dengan kesungguhan, mencerminkan kepribadian pemiliknya. Pula, keris menjadi simbol kebanggan bagi yang mengenakannya pada busana. Dan keris punya sejuta makna indah dalam dirinya.

Museum Keris Brojobuwono
Alamat : Desa Wonosari RT 01/03, Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Kurang lebih 200 meter dari jalan utama Kecamatan Gondangrejo.
Banyak para empuh” ny y mas yg ngebuat keris..
iya mas. kalau main ke tempatnya mas Halim, jangan lupa mampir sini mas. hehe
mohon maaf, untuk kisaran harga berapa nggih dulur sedoyonipun, jika kita berniat kngin memiliki keris Dari padepokan Brojobuwono niki
iyaa mas. ayo main ke museum ini
Kamu nggak beli Keris? Buat si Hanif loh.
Harganya mahal gak?
Gak beli.. iyalah..mahal. harus puasa dulu
biasanya pakai mas. baik pembuat dan pemesan, biasanya akan melakukan ritual. begitu cerita pemandunya
Suasananya nampak kaya zaman Ken Arok ya ^_^
haha. iyaa. apalagi pakai kostum kaya gitu
wah sayangnya kita belum berjodoh mbak..saya tidak bisa ikutan hehe 🙂
Wah iya. pdhl dapat kabar kalau mas yg bakal ikutan famtripnya. Sayang sekali kita blm bs ketemu
pakaiannya putih putih kyak mau brngkat naik haji ya.
memamg wajib ya kek gtu pakaiannya apa ada ritual ritualnya
semacam identitas sih. jadi kaya seragam gitu. hehe
Wahh dari dulu pengen banget bisa liat langsung proses pembuatan keris
Keren!!
makasih mba. Kalau mau ngeliat langsung ke sini aja Mba
wow! baru tahu kalau di Jawa Tengah masih ada padepokan yang bikin keris dengan sangat tradisonal bahkan sampai kostum-kostumnya. itu harus banget ya pakai putih-putih gitu? salut dengan upaya pelestarian tradisinya.
aku pingin punya satu keris yang luk-nya disepuh emas dan perak, dengan gagang berukir naga bertahta batu safir. mbok beliin mbak reza…. opo masbro hanif…
*endinge kok malah ndremis njaluk keris hahaha*
luk-nya disepuh emas dan perak, dengan gagang berukir naga bertahta batu safir
ini seharga trip ke Dubai kayanya Mas 😀
Wajib Mas, monggo mampir dan abadikan setiap momennya
Ini kalau beli keris disini, bisa di isikan juga ga ya ? Biasaya itu ada beberapa keris dijual itu ada isinya. ( isi jin-jin )
aku dr dlu masi penasaran, kenapa pembuat-pembuat keris mesti pake pakaian serba putih gt.
Rasa-rasanya seperti melihat wiro sableng 212
hahaha.. ndak tau juga, mbak. bisa jadi diisiin pas ritual kali ya? pakaian serba putih gitu biar dapet sense of keris making gitu, kaya empu2 jaman dahulu 😀
kalo ngomongin keris jadi inget pas dulu kuliah pernah dosenku mbahas keris wkwkwkw
Akhirnya km ingat keris. Biasanya cm gadis… haha. Sblm balik mulih. Ayo dolan
Waduh, Pande. Itu di darahnya memang secara default sudah merupakan penempa logam terbaik. Saya tidak meragukan kalau sudah demikian adanya. Keris padepokan itu pasti punya sentuhan yang berbeda. Museum ini bagus sebagai ajang pelajaran sejarah dan budaya. Untuk dua subjek itu, memang cara yang akan membuat kisahnya paling melekat di kepala adalah melalui imajinasi. Saya malah jadi ingat relief penempa besi di Candi Sukuh kalau sudah begini kejadiannya.
Foto-fotonya keren! Saya paling suka yang ada bunga api berpercikan ke segala arah. Dinamikanya dapet banget.
Terima kasih, Mas. Museum ini memang bikin kagum banget. Sayangnya kemarin belum berkesempatan untuk bertemu Empu Basuki, Sang Pemilik. Iya juga, secara tidak langsung berhubungan dengan relief di Candi Sukuh yang letaknya sama-sama di Karanganyar. Terima kasih, Mas. Sulit sekali mendapat momen tersebut, kalau terlalu dekat malah panas kena percikan apinya hehe..
Nggak jauh dari rumah, tapi malah nggak pernah ke Brojobuwono. Senengnya lihat pande bikin gamelan di Mojolaban hihihi. Ulasan menarik banget, Reza, jadi kepingin ketemu empu-empu di sana. 😀
makasih Mas Halim. Ayo, mas Halim pasti bisa mengulas lebih menarik lagi. Secara mas Halim pakarnya heritage
Kalau ingin memesan keris yang ada yoni nya tapi maskwainnya setandar isi doku boleh gak yaa.. Lebih bangga punya keris pribadi sih dr pada memilih keris yg pernah d miliki org kyaknya lebih afdol bila di buatin khusus gitu.. Tlg infonya donk.. Boleh lewat email sya dah..
sepertinya bisa Mas. Bisa pesan dan ngobrol langsung sama para empu di sana
Apakah ada jadwal pembuatan keris? Karena saya baru tiba di Solo siang hari pukul 1. Hari Minggu.
Ada Mba. untuk lebih jelasnya, silakan hubungi nomor sentra pembuatan keris tersebut
Assalamualaikum