Cave tubing itu asyik! Membiarkan badan terbaring di atas ban, mengalir terbawa arus sungai. Ini bukanlah kali pertama saya datang ke Kalisuci. Di musim kemarau tahun lalu, saya juga pernah ke sini dengan air yang derasnya tak seberapa.
Menariknya, Kalisuci dikelola cukup baik oleh masyarakat lokal. Adanya pembatasan kuota setiap harinya membuat wisatawan yang datang ke sini tidak pernah kecewa. 250 wisatawan setiap hari bukanlah jumlah yang sedikit, bukan juga jumlah yang banyak untuk ukuran Kalisuci. Sedikit banyaknya wisatawan yang datang, tetap dilayani dan disambut ramah. Kenyamanan dan keamanan pengunjung adalah nomor satu yang diperhatikan pengelola. Seluruh pemandu telah disertifikasi keterampilan dan pengetahuannya. Cukuplah merogoh kocek Rp70.000,00, wisatawan akan diajak menikmati jeram di Kalisuci. Begitu pula saya bersama rombongan travel blogger Jogja.
Tepat sehari sebelum datang ke Kalisuci, saya menerima kabar bahwa keadaan Kalisuci yang arusnya deras belum bisa digunakan untuk kegiatan cave tubing. Secara bijak tim reservasi mengabarkan kondisi keadaan Kalisuci agar tak mengecewakan. Maklum, kemarin Gunungkidul sempat diguyur hujan deras seharian. Warna air yang kecoklatan beserta arusnya yang deras ini juga dapat dipantau pengelola melalui CCTV yang sudah terpasang. Faktor keamanan tetaplah diprioritaskan. Meskipun banyak wisatawan yang ingin datang ke Kalisuci, jika keadaan membahayakan, pengelola akan menjelaskan bahayanya cave tubing dalam kondisi arus yang deras.
Esok paginya, pesan whatsapp dari Kalisuci masuk melalui ponsel teman saya. Kabar baiknya, kami bisa cave tubing di Kalisuci. Melajulah kendaraan kami menuju Semanu, Gunungkidul. Kalisuci masih sepi pagi itu. Layar televisi hasil rekaman CCTV juga menunjukkan kondisi air yang keruh coklat, tapi masih aman untuk wisatawan. Namun siapa yang berani mengurungkan niat kami untuk mengarungi jeram di Kalisuci? Datangnya kami ke sini jelas untuk berkotor-kotoran,
Mas Asep, Mas Kelik, dan Mas Amin adalah pemandu kami. Secara kebetulan saya telah mengenal Mas Kelik dan Mas Amin lebih dulu saat berwisata di Kalisuci tahun lalu. Menurut saya, Mas Kelik adalah pemandu yang humoris. Susah dipercaya jika Mas Kelik menjelaskan sesuatu. Berbeda dengan Mas Asep dan Mas Amin, mereka cukup serius dan tak banyak bergurau. Diceritakannya kami tentang barisan Gunung Sewu, Geopark, proses terbentuknya gua, dan jenis gua.
Arus sungai yang deras membuat waktu susur gua terasa cepat. Namun justru ini lebih seru dan memacu adrenalin. Satu per satu dari kami dilarung dan dilepas. Dikawal pemandu yang berjaga di depan, tengah, dan belakang. Mas Amin kali ini menjelaskan tentang keunikan Gua Kalisuci yang masuk dalam kawasan Geopark. Ia berjalan di atas air yang kedalamannya kurang lebih dua meter, sementara Mas Asep mengarahkan lampu senternya di antara dinding gua. Kami sangat menikmatinya.
Keluar dari Gua Kalisuci, kami diajak mengangumi bentukan dari Watu Gajah, bongkahan batu yang besar. Di sinilah rata-rata wisatawan berfoto. Mas Amin, Mas Asep, dan Mas Kelik bersabar menunggu kami bertingkah. Saya yang sedang fokus membawa kamera tak tahan air (bukan action cam) berusaha mengabadikan kekonyolan teman-teman satu persatu.
Tak lengkap rasanya keseruan ini tak membahas sifat orang yang ada dalam tulisan ini. Sedikit saja, Mas Gallant, tipe orang yang aneh dan lucu. Dengan rambut gondrongnya ia lantas berlagak seperti banci di pasar. Mas Thom, tipe orang yang sangat absurd. Selain sebagai programmer yang memahami aplikasi coding, ia juga pandai menebar kode perasaan. Mbak Dwi, tipe orang yang pendiam tapi selalu jadi incaran kami-kami yang usil. Mbak Aqid, mirip dengan Mas Thom, tipe orang penebar kode. Biarpun di Kalisuci, ia tetap bisa bermain kode. Mas Udi, tipe orang yang mudah beradaptasi dan pendengar yang baik. Terbukti dari garis start sampai finish ia tak banyak bicara, namun lebih banyak mendengar. Sementara Reza, tipe orang yang penakut. Takut pada air, arus deras, dan binatang kecil sekalipun yang melintas di sungai.
Kami lantas bersorak-sorak, melempar dan memecah air sungai. Sampai-sampai Mas Amin, Mas Kelik, dan Mas Asep mungkin telah bosan melihat tingkah kami. Mas Amin pun mengajak kami melanjutkan perjalanan. Keseruan Kalisuci jika boleh jujur terletak pada kebersamaan. Dengan cepatnya wisatawan dan pemandu dapat saling kenal dan bercanda tawa. Selain itu, jika dilihat dari atraksinya, keseruan Kalisuci ada di spot Watu Gajah dan arus yang deras di saat musim hujan seperti sekarang. Di Watu Gajah contohnya, wisatawan diajak membentuk lingkaran. Sedangkan di arus jeram, betapa serunya memacu adrenalin di sana. Mengangkat pantat dan bersikap tenang agak sulit dilakukan secara bersamaan saat melintas arus yang deras.
Sempat terasa waktu tempuh kali ini lebih cepat dibanding kunjungan pertama. Mungkin karena arus yang deras, atau karena kami masih betah berlama-lama sampai tak rela rasanya mengakhiri perjalanan. Kalisuci memang mengesankan. Dua kali mengarungi sungainya selalu memberikan kenangan. Meskipun warnannya kecoklatan, arusnya yang deras justru lebih mengasyikkan. Andai kata diajak datang ke sini kembali, tentulah kami tak menolak. Selain untuk kembali mempererat momen pertemanan melalui senda gurau, juga mengagumi dan mempelajari keunikan alam yang dimiliki lingkungan Kalisuci.
Setelah asyik terbawa aliran sungai, kami harus kembali menuju permukaan tanah di atas karena masih banyak rombongan lain di belakang yang juga ingin bermain-main di Kalisuci. Lokasi terakhir dalam rute cave tubing ialah Luweng Gelung, sebuah gua vertikal di jajaran Sistem Pergoaan Kalisuci. Biarpun ia terlihat indah dengan atap melingkar di bawah langit biru, tapi mendaki dindingnya sungguh menantang. Pengelola pun telah membangun jalur dengan membuat 290 anak tangga di dinding gua yang memiliki kemiringan 45-60 derajat. Tak satu orang pun dari kami yang tak ngos-ngosan saat berada di atas. Untungnya di sana disediakan air mineral bagi wisatawan, sehingga rasa lelah sedikit terhapuskan.
Kami pun menaiki mobil bak terbuka yang siap mengantar kami menuju Pendopo Kalisuci untuk membersihkan diri. Perjalanan kami juga ditutup dengan semangkok indomie rebus dan teh panas. Lalu, beranjak ke Goa Gelatik di Bejiharjo. Serunya perjalanan di Goa Gelatik dapat dilihat di Goa Gelatik: Indahnya Tempat Bertapa Prabu Anglingdarma.
Lokasi Kalisuci
Yaampun kok absurd dan penebar kode sih. Aku kan anggung solehah
maunya nulis anggung. tapi faktanya beda
Memang betul sih aku selalu jadi incaran keusilan kalian. Baiklah nanti lebaran maafannya yg banyak sama aku yaa…
Ayo kapan ke kalisuci lagi versi kemarau?
nanti bikin halal bihalal traveler gosip gt yaa. Aku pengen ke pindul pake jip
Mas Gallant, tipe orang yang aneh dan lucu. baiklah.
Ayo ke sini lagii. aku masih belom puas 🙁
Aneh mu lebih mendominan mas. Aku pengen sih. Tapi dibayari
Uhukkk; jadi kapan kita ke sini lagi? Kalo bulan depan saya ada banyak waktu ahahhahah
Susah banget cari waktu selonya mas Sitam nih.. ayok dah.. sabtu minggu ready
airnya coklat begitu karena habis hujan, ya?
Iya, habis hujan dan malamnya kena banjir. Tapi masih aman
Aku ngak diajak OK FINe tp untung Airnya keruh banget jd aku ngak nyesel ngak.ikutab hahahha #Sirik
Haha. Ayokk lah. kalau ke Yogya lagi agendakan ketemu kita2 ya. Btw, makasih buat Om Cum yang telah mempertemukan kita2 ini. hihi