No Result
View All Result
insanwisata
  • Tentang kami
  • Catatan perjalanan
    Sunrise Candi Plaosan

    #KelanaKai: Sunrise Candi Plaosan yang Kesiangan

    Desa Muncar Moncer

    Sofiyudin Achmad, Sosok di Balik Desa Muncar yang Kian Moncer

    Kampung Nelayan Tanjung Binga

    Buah Manis Pemberdayaan Kampung Berseri Astra di Bumi Malayu

    Monumen Plataran

    Mengenang Pertempuran Plataran

    Desa Tanjung Binga

    Tercurah Asa Teruntuk Tanjung Binga

    Sunset Candi Barong Yogyakarta

    Dolan Bareng Bojo Edisi Candi Barong

  • Foto & Cerita
  • Portofolio
  • Kegiatan
  • Kontak
  • Tentang kami
  • Catatan perjalanan
    Sunrise Candi Plaosan

    #KelanaKai: Sunrise Candi Plaosan yang Kesiangan

    Desa Muncar Moncer

    Sofiyudin Achmad, Sosok di Balik Desa Muncar yang Kian Moncer

    Kampung Nelayan Tanjung Binga

    Buah Manis Pemberdayaan Kampung Berseri Astra di Bumi Malayu

    Monumen Plataran

    Mengenang Pertempuran Plataran

    Desa Tanjung Binga

    Tercurah Asa Teruntuk Tanjung Binga

    Sunset Candi Barong Yogyakarta

    Dolan Bareng Bojo Edisi Candi Barong

  • Foto & Cerita
  • Portofolio
  • Kegiatan
  • Kontak
No Result
View All Result
insanwisata

Dolan Bareng Bojo Edisi Cirebon

by Reza Nurdiana
Agustus 13, 2019
10 min read
8

Menjadi manten anyar itu identik dengan bulan madu. Namun dalam kamus kami, rasanya tak ada frasa itu. Dua bulan pertama, kami malah cukup sulit bertemu. Tak melulu mesti ke pulau pun negeri seberang untuk melepas rindu. Cirebon jadi destinasi liburan kesatu. Cukup menempuh dua jam hingga tiba di kota yang dituju.

Kami menyebut Cirebon sebagai paket komplit. Wisata sejarah, budaya, alam, kuliner, semua ada di sana. Jarak antar objek pun berdekatan, paling jauh tiga puluh menit lamanya. Di sana kami menyewa sepeda motor selama 48 jam. Berbekal informasi dari internet dan GPS, perjalanan kami selalu lancar tanpa harus tersasar.

Tulisan ini jadi salah satu kenang-kenangan kami berkeliling Kota Cirebon. Mudah-mudahan bisa dengan baik membagi pengalaman kami. Pula, Dolan Bareng Bojo dimulai dari sini. Oh, ya. Seluruh foto kami berdua yang tayang di blog ini, diambil menggunakan tripod, lho!

Hari Pertama

Santap Pagi Nasi Jamblang Ibu Nur

Hujan begitu deras mengguyur Kota Cirebon. Hingga pukul delapan pagi, mendung tetap pekat, tak ada tanda langit akan cerah. Setengah sepuluh pagi, masih gerimis rintik-rintik, kami berangkat menuju Nasi Jamblang Ibu Nur. Ternyata, di sana antrean telah mengular. Meskipun cuaca muram, warung ini tak kehilangan pelanggan.

Sepiring nasi jamblang berisi nasi putih yang dialasi daun jati. Di warung Ibu Nur, pilihan lauk pauknya belasan! Kupilih yang paling khas, yaitu balakutak hideung, cumi-cumi yang dimasak sekaligus dengan tintanya hingga berwarna hideung (hitam). Sementara Mas Bojo, ia tergiur sate udang bumbu asam manis. Sebagai pelengkap, ada tumis tempe, telur dadar, dan bakwan jagung. Psst, waktu itu kami minta nasinya masing-masing dua porsi, lho!

Nasi Jamblang Ibu Nur
Santap Pagi Nasi Jamblang Ibu Nur

Jatuh Cinta pada Merah Bata Keraton Kasepuhan

Masih ditemani gerimis, bahkan sempat kehujanan dan berteduh di halte bus, kami melanjutkan perjalanan ke Keraton Kasepuhan. Motor diparkir di depan loket karcis. Tak perlu jauh berjalan, kami langsung menginjakkan kaki di area Siti Inggil. Dibentengi bata merah dan memiliki gapura yang bergaya arsitektur Majapahit. Hujan membuat warna batanya semakin pekat dan cantik.

Kami berjalan di halaman keraton yang agak becek dan masih dipenuhi daun kuning yang gugur. Kalkun berjalan berbaris, ayam dan merpati juga dipelihara di sana, mereka mengerumuni wisatawan yang punya jagung untuk dibagi. Di Dalem Arum, kami kagum akan arsitektur rumah keluarga kerajaan yang unik. Tak terasa, kami telah melewati setengah hari di Cirebon yang pada hari itu enggan dipeluk matahari.

Merah Bata Keraton Kasepuhan
Kraton Kasepuhan Cirebon
  • Wisata di Cirebon
  • Wisata di Cirebon
  • Wisata di Cirebon

Menepi dan Menyepi di Keraton Kanoman

Jalan menuju Keraton Kanoman melewati gang-gang sempit di balik pasar. Ban motor serta sepatu kami terkadang lengket oleh tanah merah yang basah. Tak ada loket karcis, hanya tukang parkir yang berjaga di lahan sepi. Bukan bata merah, Keraton Kanoman dibentengi dinding putih berhias porselen yang antik dan unik. Bentengnya begitu tinggi, halamannya ditumbuhi semak belukar.

Di dalam, kami bertemu seorang ibu paruh baya. Ia memandu kami berkeliling keraton. Tanpanya, kami mungkin tak akan pernah tahu bahwa asal-usul peradaban Cirebon ada di sini. Ditujukannya kami ke Bangsal Witana, awite ana atau yang pertama ada. Bangunan tanpa dinding itu ditutupi batuan karang yang membentuk awan mendung, simbol khas batik Cirebon. Ada pula Sumur Witana, orang bilang amat keramat, banyak yang minta berkah di sana.

  • Wisata di Cirebon
  • Keraton-Kanoman-Cirebon-1
Keraton Kanoman

Segarnya Makan Siang Empal Gentong H. Apud

Yang kami tahu, kuliner khas Cirebon selalu ramai pengunjung. Warung H. Apud ini luas dan punya banyak pegawai. Tak perlu lama menunggu pesanan datang, dua mangkok empal gentong siap jadi santapan. Mas Bojo menyeruput kuah santan empal gentong, sekilas penampilannya mirip soto betawi. Diberi nama empal gentong karena proses yang memanfaatkan panas dari kayu bakar, serta dimasak dalam gentong. Agar bisa saling cicip, aku memesan empal asem, berkuah bening dan masam rasanya. Empal gentong dan empal asem jadi menu makan siang yang segar, jangan lupa nasi putihnya, ya!

  • Wisata di Cirebon
  • Wisata di Cirebon

Berharap Jumpa Sunset di Pantai Kejawanan

Menjelang sore, langit mulai terik, mendung perlahan sirna. Cirebon juga punya pantai, lokasinya dekat sekali dengan pusat kota. Tiket masuknya cuma lima ratus rupiah per orang! Layaknya pantai utara, tepiannya landai dan airnya kecoklatan. Kami lebih suka nongkrong di pelabuhan. Banyak sekali kapal nelayan yang merapat. Sepertinya anak muda Cirebon juga suka menikmati udara sore di pelabuhan.

Mas Bojo menggiring drone-nya terbang, melewati kapal nelayan yang besar-besar. Semburat langit senja tipis saja memoles suasana. Tapi waktu itu memang bukan harinya. Harapan serta-merta tenggelam bersama matahari yang enggan tampak.

Pantai Kejawanan CIrebon
Pantai Kejawanan

Khidmat Magrib Masjid Merah Panjunan

Masjid di Cirebon itu unik-unik, Masjid Merah di Panjunan salah satunya. Sebuah kolaborasi desain Jawa dan Tiongkok yang sama kental. Tengoklah gapuranya yang bergaya Majapahit, namun dinding masjid dihiasi keramik antik. Masjid yang mungil, dipenuhi pelancong yang singgah untuk menunaikan salat magrib. Tak perlu pengeras suara, lantunan ayat suci imam sudah terdengar jelas. Kami beruntung pernah mampir dan turut khidmat dalam salat magrib di sini.

Masjid Merah Panjunan

Rela Antre demi Cicip Mie Koclok Panjunan

Cuma lima puluh meter dari Masjid Merah, ada warung Mie Koclok Panjunan yang melegenda. Selepas magrib telah ramai pembeli, padahal warungnya terbilang kecil. Kami duduk di pojok depan dekat gerobak. Dan kami harus rela antre setengah jam demi kebagian kuliner khas Cirebon ini. Yang spesial dari Mie Koclok ialah kuahnya yang putih dan kental, terbuat dari santan. Rasanya yang gurih sangat cocok disantap saat masih panas. Antre lama pun terbayar sudah.

Mie Koclok Panjunan

Baca halaman berikutnya

Page 1 of 2
12Next
Previous Post

Terpikat Pesona Negeri Laskar Pelangi

Next Post

Mengakrabi Romantisme Borobudur nan Penuh Teka-teki

Reza Nurdiana

Reza Nurdiana

Suka bertualang untuk menikmati pemandangan alam, peninggalan sejarah, budaya, dan mencicip kuliner. Sangat senang jika bisa berbagi cerita dan informasi kepada orang lain.

Related Posts

Sunrise Candi Plaosan
Catatan perjalanan

#KelanaKai: Sunrise Candi Plaosan yang Kesiangan

Maret 5, 2023
Desa Muncar Moncer
Catatan perjalanan

Sofiyudin Achmad, Sosok di Balik Desa Muncar yang Kian Moncer

Desember 31, 2021
Kampung Nelayan Tanjung Binga
Catatan perjalanan

Buah Manis Pemberdayaan Kampung Berseri Astra di Bumi Malayu

Desember 31, 2020
Monumen Plataran
Catatan perjalanan

Mengenang Pertempuran Plataran

Januari 8, 2020
Next Post
Mengakrabi Romantisme Borobudur nan Penuh Teka-teki

Mengakrabi Romantisme Borobudur nan Penuh Teka-teki

Comments 8

  1. Dwi susanti says:
    4 tahun ago

    Akhirnya baca tulisannya Reza Nurdiana terbit di Insanwisata. Tulisan dan fotonya membuat pembaca penasaran, ada apa lagi di Cirebon?
    Aku waktu ke sana tidak sempat ke mana-mana karena diburu waktu. Hanya sempat nyicip empal gentongnya saja.

    Cirebon punya banyak destinasi yang menarique yak? Kaya punya aura eh gimana sih menjelaskannya :p
    Itu lho pas di Taman Gua Sunyaragi. Epic.

    Balas
    • Reza Nurdiana says:
      4 tahun ago

      Nggak cukup dua hari buat eksplor Cirebon, Mba..
      Buanyak bangettt yang menarique, apalagi kulinernya enak-enak hoho.

      Balas
  2. Elisabeth Murni says:
    4 tahun ago

    Baca ini aku jadi makin penasaran pengen main ke Cirebon. Belum pernah ke sana euy. Sekaligus pengen keliling lihat proses membatik.

    Balas
    • Reza Nurdiana says:
      4 tahun ago

      Kita juga belum tuntas kelilingnya, Mba..
      Batik belum sama sekali, kapan-kapan kalau ke sana lagi hehe..

      Balas
  3. masirwin says:
    4 tahun ago

    kalo ke Cirebon jangan lupa ke Indramayu,, banyak spot menarik juga disana 😀

    Balas
    • Reza Nurdiana says:
      4 tahun ago

      insyaAllah mas. semoga bisa ke sana lagi

      Balas
  4. Lombok Wander says:
    4 tahun ago

    Mantap betul bisa jalan2 ke Cirebon ! Suasananya masih asri

    Balas
    • Reza Nurdiana says:
      4 tahun ago

      Terima kasih Min 🙂

      Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

© 2022 a storyteller

No Result
View All Result
  • Tentang kami
  • Catatan perjalanan
  • Foto & Cerita
  • Portofolio
  • Kegiatan
  • Kontak

© 2022 a storyteller