Pelataran candi Jago pagi itu riuh oleh kicauan burung-burung gereja yang liar berterbangan. Sementara itu, dari kejauhan para Pak Kusir sibuk meminggirkan delmannya agar tak menghalangi separuh jalan raya. Mereka datang untuk menjemput kami, segerombolan anak kota yang baru datang dari Jogja. Selepas berjingkat menuruni tangga candi yang curam, kami berlarian menghampiri kendaraan berkuda yang terparkir rapi itu. Di kota, kami mengendarai motor setiap hari. Maka tak heran jika kami hampir berebut untuk menaiki Delman yang sengaja didatangkan untuk kami.
Sejenak kami terkikik menatap seekor kuda dengan tutul-tutul di tubuhnya. Rupanya Pak Kusir memang sengaja mendandani kuda kesayangannya agar menarik perhatian penumpang. Tawa geli juga terdengar dari sekelompok kawan kami di delman lain yang mengangkut mereka. Kali ini karena rambut kudanya yang dikepang kecil-kecil dihiasi karet warna-warni. Melihat keunikan mereka membuat kami tak sabar untuk diantar delman berkeliling kecamatan Tumpang.
Secara bergiliran kami duduk diatas kursi delman. Sesekali kami berteriak ketakutan saat delman berat ke belakang karena menahan beban penumpang yang akan naik. Namun teriakan itu seketika berubah jadi tawa dan saling ejek oleh kawan yang lain. Pak Kusir menebar senyum dari balik kumisnya yang tebal, perlahan ditariknya ikatan pelana agar kuda mulai berjalan. Kamipun kegirangan mendengar nyaringnya langkah kaki kuda. Sambil menghirup udara pagi yang segar, dari atas delman kami balas lambaian tangan penduduk desa yang mengiringi akhir kunjungan kami di candi Jago.
Delman merupakan kereta beroda dua, tiga, maupun empat yang ditarik oleh kuda. Di Indonesia, delman sudah eksis sejak Jakarta masih bernama Batavia. Nama kendaraan ini berbeda-beda di setiap wilayah. Di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur delman lebih akrab disebut andong. Meski kendaraan bermotor telah berseliweran dimana-mana, kereta kuda ini masih cukup eksis sebagai moda transportasi.
Sontak kami teringat lagu anak-anak yang sering kami nyanyikan semasa kecil. Dengan suara cempreng juga nada yang riang namun tetap pada irama, kami melantunkan lagu “Naik Delman”.
Pada Hari Minggu ku turut Ayah ke kota
Naik delman istimewa ku duduk di muka
Ku duduk samping Pak Kusir yang sedang bekerja
Mengendali kuda supaya baik jalannya hei!
Tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk
Tuk tik tak tik tuk tik tak suara sepatu kuda..
Tubuh kami bergoyang-goyang naik turun seiring dengan langkah kaki kuda yang setengah berlari. Selain bernyanyi gembira, kami juga sibuk memotret suasana pagi kecamatan Tumpang yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Pak Kusir membawa delman melewati Kantor Desa Tumpang dan Pasar Hewan Tumpang. Jalanan yang lengang membuat delman kami bebas berlari. Agaknya naik delman tak pernah seseru ini saat kami tak berada disini.
Tak terasa delman berhenti, kami harus turun dan mengucapkan terimakasih pada Pak Kusir. Terimakasih untuk perjalanan delman di pagi hari, dan untuk pengalaman yang terkenang dalam tulisan ini.